42. Tidak Apa-Apa

447 33 0
                                    

"Dia tidak apa-apa. Mungkin hanya kelelahan. Biarkan dia beristirahat. Kemungkinan itu juga dampak dari penculikan yang baru saja ia alami, sedikit banyak pasti dia mengalami trauma. Jangan bicarakan hal yang membebaninya. Mendengar dari apa yang kalian ceritakan tadi, saya yakin apa yang ia alami cukup untuk membuatnya lelah baik fisik maupun pikiran. Ia merasa takut." Jelas dokter membuat Jungkook dan Asyiela mengagguk. Dokter itu pamit, meninggalkan ketiganya di dalam ruangan.

Asyiela mengelus wajah putranya lembut, "Dia benar-benar ga boleh keluar rumah." Jungkook menghela nafas, "Gimana pun juga, dia butuh keluar rumah, Sayang. Dia butuh sosialisasi, dia butuh sekolah, dan kelak dia butuh bekerja. Yang perlu kita lakuin itu bantu dia sosialisasi, bukan mengurungnya di rumah." Mendengar itu membuat Asyiela menggeleng kuat. "Itu cuma bikin dia celaka! Liat, nih. Dia bisa gini karena ke dunia luar!" Seru Asyiela pada Jungkook membuat Jungkook tak habis pikir.

"Tapi ngurung dia cuma bikin dia semakin takut, Syiela! Itu cuma bikin dia makin larut dalam traumanya!" Jungkook balas berseru.

"Engh,"

Erangan kecil putra mereka membuat keduanya terdiam. Dalam benak masing-masing, mereka bertanya-tanya.

Bagaimana caranya agar mereka tak kehilangan putranya?

-Mama, Don't Cry-

Ini sudah menjadi hari ketiga Yewon tinggal di rumah ini. Meskipun Aleyna sudah berusaha untuk membuat Yewon nyaman, Yewon masih belum terbiasa dengan semua ini. Bayangkan saja, ia yang dari kecil hanya tinggal di sebuah rumah sederhana kini harus tinggal di rumah bak istana. Selain itu, ia jadi memikirkan kondisi orangtuanya. Walau orangtuanya itu 'membuangnya', Yewon jelas berbohong jika tidak khawatir. Kondisi keuangan mereka itu benar-benar kritis. Selama ini Yewon menjadi ulzzang untuk kedua orangtuanya. Setidaknya, agar ia tetap bersekolah dan mereka dapat makan makanan yang layak. Tapi, kini Yewon disini. Ia tak mampu lagi menjangkau ayah-ibunya yang memang tidak mau lagi berurusan dengannya. Ayah dan ibunya memang jahat karena meninggalkannya. Tapi Yewon tetap tidak bisa berhenti untuk khawatir. Gadis kecil itu takut orangtuanya kembali makan makanan yang kurang layak, seperti saat ia belum menjadi ulzzang.

Ah, menjadi seorang ulzzang adalah berkah luar biasa bagi Yewon. Kalau masalah cantik, banyak gadis seusianya yang lebih menawan. Tetapi, orang-orang menyukainya. Para pedagang online memintanya untuk mempromosikan dagangannya dengan membayar bahkan memberikannya beberapa barang yang dipromosikan. Memang menjadi ulzzang atau selebgram itu nasib-nasiban, jadi Yewon benar-benar senang nasib berbaik hati padanya.

"Namamu Yewon, benar?" Suara Taehyung menyapa indra pendengarannya. Yewon berbalik, mengangguk sopan. "Iya Om," jawabnya. Taehyung terkekeh, "Panggil oppa aja biar sama kayak Aley."

Yewon mengangguk. Taehyung duduk di sofa, memberi isyarat agar Yewon ikut duduk. "Maaf kalau ini membuatmu tersinggung. Tapi, kenapa orangtuamu tidak menjemputmu?" Tanya Taehyung to the point. Yewon tersenyum kecut. "Pertama, ketika di culik dan penculik itu meminta tebusan, orangtuaku jelas tak mampu menebusnya."

"Tapi ketika di kantor polisi--"

"Mereka tidak membutuhkan seorang putri yang mahkotanya sudah direnggut."

Taehyung jadi merasa bersalah. Ia baru saja hendak meminta maaf, tapi calon adik angkatnya ini justru kembali bicara. "Tadinya, kedua orangtuaku berencana menjodohkanku dengan putra pemilik kebun tempat mereka bekerja. Terlebih, putra pemilik kebun itu memang menyukaiku. Tapi mendengar kabar aku sudah diperkosa, jelas pemilik kebun itu tidak mau anaknya menikah denganku. Jadi, untuk apalagi mereka merawatku?"

"Kamu berharga, mereka gak seharusnya gitu." Taehyung memberi tanggapan, gadis itu menghapus air matanya yang mulai berjatuhan. "Tidak juga. Mengurusku akan menghabiskan biaya. Dengan tidak adanya aku, maka perekonomian mereka mungkin lebih baik karena tidak perlu membiayaiku."

"Kalau gitu, berusahalah."

Mendengar itu membuat Yewon mengernyit. "Belajar sebaik mungkin, bekerja sebaik mungkin. Lalu kamu akan sanggup membiayai mereka. Aku tahu dari Aley kamu memberi orangtuamu uang kalau dapat endorse. Itu cukup baik. Kamu sudah menjadi anak yang baik." Lanjut Taehyung sambil mengusap puncak kepala gadis itu lembut. Yewon menunduk, berkata lirih, "Mereka tak membutuhkanku."

"Kalau begitu, buat mereka membutuhkanmu."

Yewon mengerjap, menatap pria dihadapannya dengan tatapan tak terdefenisikan sebelum akhirnya tersenyum. Taehyung ikut tersenyum sembari memberi semangat, "Tidak apa-apa untuk merasa sedih atau terpuruk, karena tidak mungkin hidup selalu diisi kebahagiaan, kan?"

Yewon terkekeh, mengangguk. Dalam hati, ia berbisik.

Tuhan memang selalu berbaik hati padanya.

Mama, Don't Cry (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang