26. Hasil

718 45 0
                                    

"Dei," Panggil Kieu membuat abangnya itu menoleh. Dei jelas panik ketika melihat kondisi adiknya yang kacau. Ia memerintahkan adiknya itu untuk segera duduk disampingnya. Mengelus kepalanya, Dei membuka suara.

"Kamu kenapa?" Tanya Dei cemas pada Kieu. Kieu hendak menjawab namun ia justru kembali menangis, memeluk abangnya itu dengan erat. "Abang... " Lirih Kieu mendongak pada Dei. Sungguh, ia tidak sanggup menceritakan apa yang terjadi. Ia bahkan baru tahu bahwa ternyata mahkotanya yang berharga telah direbut oleh orang tak bertanggungjawab yang bahkan tidak ia kenali rupa serta namanya. Bahkan sedikit pun ia tak mengingat detik-detik ia kehilangan mahkotanya itu.

Dei yang mengusap rambut adiknya itu menaikkan alisnya, membuat Kieu berniat menjelaskan walau rasa takut masih menguasai dirinya. Ia menatap abangnya dengan tatapan takut yang ketara. "Tapi jangan marah ke Kieu." Pinta Kieu dengan tatapan memelas membuat Dei tersenyum tipis. Terakhir kali ia melihat adiknya seperti ini adalah ketika es krim titipannya mencair karena lupa disimpan ke kulkas. Yah, itu terjadi sudah sembilan tahun lalu, ketika Kieu berumur sekitar tujuh tahun.

"Iya, abang gak marah."

"Erm, gini. Kieu gak tau mulainya darimana tapi--"

"Misi kamu gagal?" Tebak Dei membuat Kieu terkesiap sejenak sebelum mengangguk terpatah. Dei terkekeh, menarik kembali adiknya dalam pelukan. "Gagal itu biasa. Kita bukan manusia yang sempurna, Kieu. Wajar kalo sesekali gagal jalanin misi. Di mata abang, kamu tetap hebat, kok."

Kieu sedikit tersanjung dan merasa terhibur. Secarik senyum tertarik namun sepersekian detik berikutnya, senyumannya luntur karena teringat sesuatu. "Tapi, masalah paling besarnya bukan itu." Cicitnya lemah membuat Dei semakin tak tahan. Jujur saja, melihat Kieu berpenampilan kacau seperti tadi jelas berhasil membuat 'adik kecil'-nya berdiri. Apalagi dalam posisi berpelukan seperti ini membuatnya semakin tak tahan. Sayang sekali ia lupa membeli obat yang biasa ia pakai.

"Kieu hamil," ujar Kieu membuat Dei kembali dari pikiran mesumnya dan membatu. "Gak tau anaknya siapa. Padahal Kieu gak pernah seks dengan siapapun." Lanjut gadis itu dengan nada bergetar, membuat jantung Dei terasa berhenti berdetak. Melihat ekspresi Dei yang seperti itu jelas membuat Kieu takut. Ia takut akan diusir dari rumah itu dan terlebih lagi dipecat.

"Ki-kieu," Panggil Dei membuat Kieu menundukkan kepalanya semakin dalam, tak berani menatap abangnya itu. "Sebentar, ya." Pamitnya pada Kieu dengan terburu-buru. Tanpa menunggu respon Kieu, Dei segera melangkahkan kakinya dengan cepat ke kamar. Ia membuka lacinya, mencari struk pembeliannya.

Total obat yang ia beli terakhir kali ada enam. Obat pertama ia pakai saat bersama Hara. Obat kedua dan ketiga ia pakai untuk bermain bersama anak sekolahan yang berhasil ia bujuk untuk melakukan 'itu'. Oke, ralat. Tepatnya ia paksa untuk melakukan itu. Obat keempat ia pakai bersama Kieu. Obat kelima ia pakai untuk bermain bersama Hara dan obat keenam seharusnya sudah ia pakai minggu lalu saat lagi-lagi menghipnotis Kieu untuk bermain dengannya.

Dei mencari bungkus obat yang memang selalu ia kumpulkan untuk dibakar tiap obat itu sudah habis. Ada lima bungkus obat yang sudah terpakai dan satu lagi....

..... masih ada isinya.

Apa ia terlalu lelah hingga langsung membuang obat itu?

Dei terdiam di tempat, sedangkan suara Kieu membuat jantungnya kembali berhenti. "Bang, Kak Hara datang."

-Mama, Don't Cry-

Guys

Seneng banget akutu hari ini

Tapi boong wkwk

Lagi banyak banget tugas sumpah kezel banget
Mana tugasnya ga diperiksa
Aku ngerjainnya sampe bergadang

Ga cuma satu mapel, tapi semuanya

Mana wp ku ga bisa nambahin foto beberapa hari ini

Kmvrt

Oh ya silakan tinggalkan jejak berupa vote dan komennyaaaaaaaaa

Lopyu lopyu muaaah♡

Mama, Don't Cry (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang