"rain...rain... go away come again another day, Aron want to play, rain...rain...go away..." Itu adalah suara nyanyian Haechan dan Aron yg saat ini sedang duduk di sofa sambil menatap keluar jendela dimana terlihat hujan yg sedang turun dengan derasnya.
"Ah elah... Ini hujan kapan selesainya sih ? Udah dari pagi juga" dumel Haechan
"Ya sabar, emang lagi musim hujan" jawab Ennik
"Lagian kenapa sih kalau kamu diam di rumah aja, suka nya ngajakin Aron keluyuran aja kalau lagi libur" omel Ennik
"Terus di rumah mau ngapain yang, bosen tau liat TV terus. Mumpung anak udah gede dan bisa diajak main kenapa tidak" jawab Haechan
"Ngajarin nggak bener aja kamu itu"
"Kok bisa ngajarin nggak bener dari mana nya ? Lagian ini juga demi kebaikan Aron, biar dia nggak suntuk di rumah terus"
"Nanti kalau dia udah gede terus main keluar sampai nggak tahu waktu, nggak usah ngeluh kamu. Itu kan hasil didikan kamu"
"Biarin lah, anak cowok juga. Sekali-kali pulang pagi nggak apa-apa biar nggak jadi cowok Cemen"
"Kamu bilang apa barusan ?" Tanya Ennik sambil tangannya mengambil ancang-ancang untuk memukul Haechan.
"Hehehe bercanda lah yang, masa iya aku bolehin dia main sampai pulang pagi" jawab Haechan sambil menurunkan perlahan tangan Ennik yg hendak memukulnya
"Awas aja kalau anak aku jadi cowok nggak bener. Amit-amit kalau sampai tingkah masa lalu kamu nurun di dia. Bisa kena tekanan darah tinggi aku"
"Lagian bapak nya kok nggak boleh ditiru" gerutu Haechan dengan suara pelan, Ennik yg mendengar nya langsung memberikan tatapan tajamnya.
"Kamu kok masih denger aja sih" kata Haechan lalu segera berlari ke arah dapur meninggalkan Ennik dan Aron di ruang tamu.
"Astaga Ennik, yg sabar kamu punya suami modelan Haechan. Tarik nafas buang, tarik nafas buang" ucap Ennik menyemangati dirinya sendiri sambil mengelus dadanya.
Setengah jam setelahnya Haechan kembali lagi ke ruang tamu dengan membawa dua gelas coklat ditangan nya.
"Nih yang aku buatin coklat panas kesukaan kamu. Coba, kurang baik apa aku jadi suami"
"Banyak lah kurang baiknya kamu. Mau aku sebutin satu-satu, bisa-bisa sampai subuh nggak selesai-selesai" jawab Ennik sambil meneguk habis coklat hangat di gelas nya
"Tau yang tau, emang papi Haechan itu nggak ada baiknya. Yg paling baik di rumah ini cuma mami Ennik doang" kata Haechan kesal, ia lalu kembali ke sofa di sebelah Aron sambil melanjutkan acara memandang hujan dari balik jendela
"gitu aja ngambek, udah tua juga masih ngambekan" cibir Ennik lalu berjalan masuk ke kamar
"Ish... Suka banget sih bikin bete orang. Untung cantik, untung sayang dan untung aja istri sendiri" dumel Haechan, Aron yg berada di sebelahnya lalu memandang Haechan dengan tatapan yg sulit diartikan.
"Kenapa liat papi kayak gitu ?" Sinis Haechan pada anaknya
Aron pun lalu turun dari sofa dan mengikuti ibunya masuk ke dalam kamar tanpa menanggapi apa yg barusan Haechan katakan.
"Wah... Bahkan anak gue udah berani mengabaikan gue. Astaga, kasihan banget hidup Lo Chan" keluh Haechan sambil mengusap tengkuknya.
Karena tidak ada yg bisa dilakukan Haechan pun akhirnya ikut menyusul anak dan istrinya masuk ke dalam kamar. Disana dapat ia lihat anaknya sudah tiduran di atas tubuh istri nya sambil memegang sebotol susu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love ?
Fanfiction~Semakin aku membantah perasaanku padamu, maka semakin kuat pula rasa itu tertanam dalam hatiku. ~Kamu adalah mimpi yang terwujud dan doa yang terkabul...