63 : surat Arga

822 60 1
                                    

Alya terbangun dari tidurnya. Dilihatnya jam masih menunjukkan pukul tiga pagi. Alya terduduk lalu menghidupkan lampu kamarnya.

Pikirannya selalu saja tertuju pada surat Arga. Sudah dua orang memperingatkan Alya untuk membacanya. Sepenting apa surat itu? Palingan juga hanya sebuah penjelasan yang sekarang sudah tidak dapat diperbaiki.

Alya mendengus, kemarin Dinda menghubungi Alya. Bertanya apakah sudah membaca surat itu atau belum.

Sekarang Alya jadi bingung, sebenarnya ia juga penasaran. Tapi bagaimana?

Alya turun dari ranjangnya, membuka pintu kamarnya kemudian berjalan pelan tanpa membuat suara.

Perlahan ia membuka pintu itu, menutupnya kembali dan tak lupa menghidupkan lampu sebagai penerangannya.

Alya menarik kotak yang kemarin diletakkannya di sudut ruangan. Membuka kotak itu dan mengambil beberapa surat yang nampak lusuh karena sudah lama tak terbaca.

Jantung Alya berdetak cepat, ia gemetaran hanya sekedar ingin membuka itu surat. Memberanikan diri, Alya membuka lipatan surat itu. Tulisan Arga, yang dapat membuat Alya meneteskan air matanya. Bahkan Alya belum membacanya, tapi mengapa ia sudah menangis? Sepertinya setiap ada nama Arga muncul, maka masa lalu yang pahit itu terkenang.

Alya menghembus nafasnya, mengatur jantungnya agar berdetak normal.

-----------------------------------------------------------------
Untuk Alya Harja Kusuma

Enggak tau hari ini hari apa, tanggal berapa, tahun berapa. Karena yang aku pikirkan sekarang adalah kamu. Hari ini, tepat satu bulan kamu pergi ninggalin negeri ini. Bahkan aku enggak tau kamu pergi ke mana. Aku tanya Dinda, dia enggak tau, aku tanya Nicho dia enggak tau, aku tanya Dio dia enggak tau, aku tanya Mamat dia enggak tau. Aku tanya Zelvin, tapi dia mukul aku, terus kita berantem. Maaf, Al.

Kamu salah paham tentang semuanya. Kamu pergi tanpa tau alasan sebenarnya. Kamu pergi tanpa penjelasan yang jelas. Segitu enggak percayanya kamu sama aku?

Sekarang aku bakal jelasin semuanya.

Al, aku tau waktu itu. Tepat saat Ananti datang, kamu juga datang. Aku denger Bibi teriakin nama kamu, itu yang buat aku keluar dari kamar. Terus nanya sama Bibi, Bibi bilang kamu dateng. Udah lama di kamar aku, aku berpendapat kalau kamu dengar semua yang aku bicarain sama Ananti.

Tapi, andai kamu dengar suamanya, Al. Andai kamu dengar penjelasan aku. Saat itu, Ananti datang. Dia nangis, bilang kalau hamil. Aku marah, Al. Sebagai sahabat yang harusnya jaga dia, aku justru lalai. Dia takut, Al. Ananti takut. Aku bilang aku bakal tanggung jawab. Bukan berarti aku yang ngehamilin dia, bukan berarti aku yang bakal nikahin dia. Aku bilang gitu, karena aku janji bakal cari pelakunya, orang yang buat Ananti hamil. Tapi setelah Ananti bilang kalau yang berbuat adalah Jefri. Jefri, Al. Jefri udah meninggal. Dan siapa yang bakal tanggung jawab? Siapa yang bakal nikahin Ananti?

Kita lewatin itu sebentar. Hari itu juga aku ngejer kamu. Tapi sial terlambat. Aku enggak tau kamu lewat mana, aku enggak tau kamu pake mobil apa. Aku datengin rumah Dinda, tapi Dinda enggak tau. Aku datengin rumah kamu, tapi enggak ada. Terus aku harus apa, Al? Saat itu aku pulang lagi. Aku harus selesain semuanya satu-satu. Aku ke rumah Ananti, bilang jujur ke orang tuanya. Orang tua Ananti enggak terima, orang tua Ananti ngusir Ananti, mereka enggak mau nerima Ananti lagi. Aku bawa Ananti ke rumah, aku jelasin semuanya ke Mama, Papa.

Aku enggak tau solusi yang baik. Saat itu aku akan berfikir bahwa aku yang akan tanggung jawab, Al. Maaf. Tapi Nicho datang, dia bilang bakal nikahin Ananti. Enggak tau apa alasannya, tapi aku benar-benar berterimakasih sama Nicho. Semua sepakat kalau lusa mereka berdua akan nikah. Setelah acara perpisahan sekolah.

ALYA [ COMPLETE ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang