Part 62: Datang

4.5K 641 60
                                    

Chenle tatap ponselnya datar. Dia baru aja selesai telponan sama ibunya dan lagi-lagi mereka nggak bisa pulang sesuai janji mereka. Mereka sekarang janji bakalan pulang sebelum natal tapi Chenle udah nggak berharap walaupun sebenarnya tiap natal orang tuanya emang selalu pulang.

"Nggak papa kali Le. Gue kan ada."

Dia tatap Jisung yang duduk di sampingnya. Hari ini udah hari libur dan dia ajak Jisung buat main di rumahnya.

"Kesel sumpah!" suara Chenle tiba-tiba parau.

"Le... kok nangis?"

Chenle nunduk akhirnya air mata yang ditahan jatuh. Emosi yang nggak bisa dilampiaskan itu akan jadi air mata buat ilangin rasa sakit dan Chenle sedang rasain itu.

Jisung senyum terus dia rangkul temennya itu. "Yaelah, tumben-tumbenan lo nangis. Lo kuat dong. Lagian kan orang tua lo kerja juga buat lo."

Chenle geleng-geleng kepala. "G-gue mau mereka bu-bukan uang."

"Yah tapi lo nggak bisa hidup tanpa uang."

Chenle narik nafas dalam terus natap Jisung. "Gue tahu tapi apa salahnya hidup sederhana pas-pasan tapi kasih sayang nggak kekurangan? Mereka mentingin kerjaan dari pada anak mereka satu-satunya di sini." Chenle ungkapin emosinya terus nunduk lagi.

Jisung senyum terus dia lepasin rangkulannya. "Le sini deh... " dia angkat wajahnya Chenle terus dihapusin air matanya. "Lo harusnya bersyukur dalam segala hal."

"Walaupun gue sendirian? Kekurangan kasih sayang? Bersyukur gitu?"

Jisung ngangguk. "Tahu nggak orang di luar sana bahkan udah nggak punya orang tua dan mereka miskin. Bukannya gue mau banding-bandingin harta, gue anggap semua orang itu sama. Kaya miskin juga itu karna usaha masing-masing. Intinya yang harus lo catat apapun keadaan lo mau duka mau cita lo itu nggak sendiri. Bersyukur lo masih punya orang tua Le. Tuhan ada buat lo dan pasti gue juga siap jadi tempat sampah lo buat berkeluh kesah."

Chenle nggak bisa ngomong apa-apa waktu denger Jisung bicara kayak gitu. Perkataan temennya memang benar dan seharusnya dia juga bisa berpikir dewasa kayak Jisung.

"Lo dapat kata-kata darimana hah?"

Jisung kekeh. "Hidup itu keras Le. Lo harus coba keluar dari zona nyaman lo dulu buat tahu apa arti kehidupan. Nggak semua yang baik depan lo itu di belakang lo juga baik."

Chenle ngernyit bingung. "Maksud lo?"

"Kita temenan udah lama Le tapi lo nggak tahu gimana kerasnya hidup gue." Jisung senyum miring.

"Lo punya masalah?"

"Masalah gue itu hidup gue."

Chenle makin bingung sama perkataan Jisung. "Maksudnya?"

Jisung senyum lebar terus geleng kepala. "Bukan apa-apa. Udah lo jangan sedih ntar makin nyebelin kalo lo sedih."

"Lo nggak niat bujuk gue?" Chenle natap Jisung datar.

"Canda kali. Gue laper nih makan kuy!"

"Lo baru berapa kali datang ke rumah gue?" Chenle nanya sambil lipat dua tangan depan dada.

"Banyak kali."

"Udah tahu kan dapur dimana?"

Jisung ngakak terus ngangguk-ngangguk. "Tapi bareng lo juga kali. Ayo!" dia tarik Chenle berdiri terus jalan ke dapur.

Sore hari Jisung baru pulang dari rumahnya Chenle. Dia naik angkot buat sampe di rumahnya. Rumahnya itu ada di dalam lorong sempit.

Dalam lorong itu nanti bakalan sampe di rumahnya yang 11 12 sama Chenle. Dia orang kaya tapi dia udah nggak punya orang tua. Dia hidup sendiri cuma bareng sama kakek tua yang jadi tangan kanan ayahnya selama ayahnya hidup.

NCT: Cerita Kita [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang