Part 01

222 33 42
                                    

Mulmed: Baby doll, Utopia.

Happy Reading❤

"Ah, lama!" Altair menggenggam tangannya lagi, saat mereka ingin berlari, suara bariton di belakangnya berhasil menahan mereka untuk pergi. "BADRAN, AQUILA! SEPATU SIAPA INI? KALIAN BUAT ULAH LAGI? JANGAN LARI! KALAU KALIAN LARI KALIAN AKAN TAHU AKIBATNYA!"

Keduanya membalikkan badan secara bersamaan, mereka tersenyum ke arah pak Endang-guru BK di SMA ELANG. Mereka menghampiri pak Endang, tak lupa menyalimi tangannya. Walau keduanya memang sering ribut, pembuat rusuh karena keributan yang mereka ciptakan, keduanya sangat sopan pada semua guru.

"Apa kabar, Pak?" Altair basa-basi sambil cengar-cengir tidak jelas. "Basi lo," bisik Aquila pada Altair yang berada di sampingnya.

"IRI? NGANAN LAH, NGIRI MULU LO!" bentaknya dengan nada tinggi. "BADRAN!" Pak Endang menepuk penggaris besi ditangannya, membuat keduanya terlihat ketakutan.

"Maaf, Pak," ucap Altair menundukan kepalanya begitu juga dengan Aquila. Mata Pak Endang melotot memperhatikan Aquila yang tidak memakai dasi, bukan tidak-tetapi lupa. "Aquila! Kenapa kamu gak pake dasi?"

"I-itu, Pak-"

Aquila tidak tau harus beralasan apa lagi, ia bingung karena tadi, gadis itu lupa membawa dasi dari rumahnya. Altair yang berada di sampingnya menahan tawa mati-matian melihat air muka Aquila, ia senang jika Aqua-Nya itu menderita.

"Itu apa?!"

"Saya lupa bawa dari rumah, semalem saya habis nonton drama korea sampe malem banget terus akhirnya saya kesiangan dan hampir telat sekolah, itu alasannya kenapa saya gak bawa dasi," jelas Aquila secara terang-terangan.

Mampus, emang enak, batin Altair hampir tertawa.

Pak Endang berdecak, "Saya tidak mau tau ya, Aquila! Besok-besok kalau sampai kamu lupa atau apalah itu, saya akan hukum kamu karena kamu sudah melanggar aturan sekolah! Paham?"

Keduanya tersentak kaget karena tekanan dari pak Endang. "Paham, Pak," jawab keduanya. "Ngikut-ngikut aja lo!" ketus Aquila.

"Lah ngatur?!"

"Hah? Catur?"

Altair memijat pelipisnya karena pusing. "Kebodohan lo awet banget kayak mie dikasih borax!"

"Daripada lo, idiotnya kayak formalin."

"Apa hubungannya?"

"Kan formalin buat ngawetin mayat, jadi keidiotan lo itu awet mendarah daging!"

"Iyalah, gue 'kan manusia punya darah punya daging," jawab Altair polos.

"IH BADANN! OTAKNYA MIRIP IKAN, GAK PEKA-PEKA!"

"Iya gue ganteng makasih," putus Altair dengan pedenya. Aquila memutar bola matanya jengah, ia mual sekaligus muak dengan perkataan Altair. "Huwe."

"Kenapa lo? hamil?"

"Gue gergaji juga tuh mulut!"

"Mau dong, biar rata."

"Iya bagus biar rata, 'kan bibir lo monyong!"

"Si-sialan!"

"Si alan di rumah, cie nyariin. Bapaknya ya?" ledek Aquila.

"CUKUP! KALIAN INI, RIBUT TERUS. GAK LIAT APA KALAU ADA SAYA DI SINI? GAK SOPAN!"

"Maaf, Pak," serentak mereka. "Jangan pernah keluar kelas lagi untuk ribut-ribut tidak jelas! Untung saja tadi tidak ada guru, coba kalau ada gimana jadinya? Bisa dicap jelek kalian, kalian ini murid terpintar di kelas sebelas, ingat itu jangan malu-maluin!"

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang