Happy Reading💛
Hari sudah semakin sore, Aquila dan geng Archer masih dihukum di tengah lapangan, karena ulah mereka membolos pada pelajaran tambahan kemarin, guru-guru masih memberikan toleransi pada mereka, jika tidak, mungkin mereka dihukum pada saat ujian sedang berlangsung.
Altair mengadahkan tangannya ke atas kepala Aquila, melindungi gadis itu dari teriknya sinar matahari yang menusuk kulit, tadi. Gadis itu menurunkan tangan Altair pada posisi semula. "Gak pegel apa? Kan mataharinya juga udah hilang, Dran," ujar Aquila. "Gapapa, Aqua. Apa aja bakalan gue lakuin buat lo."
"HAREUDANG EUY! PACARAN BAE!" sahut Putra. Sandyta lewat koridor dekat lapangan, ia telah selesai membersihkan toilet karena dihukum oleh guru BK atas kelakuannya memfitnah Aquila. "HAHA! PANAS WOI, PANAS!" ledek Romeo melihat ke arah Sandyta. Romeo, lelaki itu nampak sudah move on pada Sandyta, Romeo sadar bahwa Sandyta bukan lah orang yang tepat untuk dicintai.
"Ngapain panas? Dia, 'kan setannya. YHAA!" sambung Putra, dihiasi tawa teman-temannya. "IH! AWAS LO SEMUA!" ancam Sandyta, menghampiri Capella yang sudah menunggunya.
"Oh, si pencuri temenan sama adiknya pembunuh!" sorak Putra. Aquila merasa dadanya sesak saat Putra memanggil Capella dengan kata 'adik pembunuh', kata itu membekas perih di hati Aquila. "Tra, gak seharusnya lo kayak gitu. Jangan bilang dia adik pembunuh, lalu apa bedanya sama gue? Gue juga adiknya Dicky, Tra."
Putra menelan salivanya dalam-dalam. "Sorry, La. Gue gak ngeuh. Maaf banget," mohon Putra. "Santai, tapi lain kali jangan gitu, Tra. Gak enak didengernya juga," kata Aquila dengan senyum manis.
"Ehem!" Atmosfer Altair seakan berubah menjadi dingin, ia tidak suka jika Aquila senyum pada lelaki lain selain dirinya. "Romeo makan sekuteng, gue tau gue ganteng. Gak usah sampai berdeham gitu, Dran, sini kalau mau langsung nyosor aja," kekeh Romeo.
"Sekate-kate! Ngaca tuh, muka cemong. Abis main pasir lo?" ledek Putra. Wajah Romeo semakin hari semakin gosong, apalagi hari ini. Dari jam pulang sekolah, sampai jam segini ia masih stay di tengah lapangan-menjalani hukuman. "Enak aja lo kalau ngomong!" sembur Romeo.
"Cemburu ya?!" tebak Aquila, menyeru. "Gak! Keselek lalat aja tadi, kebetulan mukanya mirip lo," celetuk Altair sembarangan.
Bugh.
Aquila meninju sudut bibir Altair pelan, tapi lelaki itu meringis kesakitan, seolah pukulannya memang kencang. "Aduhh, sakit." Altair memegang mukanya secara dramatis. "Buang aja tuh muka, gak enak banget dipandang," sewot Aquila. Bukannya merasa kasian, gadis itu malah makin kesal karena ia tau sakit Altair itu dibuat-buat.
"Yeuh, jahat!" damprat Altair.
"Bodo!"
"Pulang sendirian ya, gue gak mau anter."
"Ya udah kalau gitu, gue pulang ke jalanan aja biar ketemu Rey."
"Duh, enaknya nanti ngapain ya? Jalan sama mantan enak kali."
"IHHHH! GUE PENGGAL KEPALA LO, YA!" Altair terkekeh melihat raut wajah Aquila yang marah. Ia merengkuh kekasihnya itu, lalu mengelus kepalanya. "Makanya jangan nakal. Kamu nakal, sih, ngasih senyuman ke orang lain," ucap Altair di dalam rengkuhnya.
"Gue gak liat, mata gue ketutupan BH." Putra menutup matanya rapat-rapat, sama halnya dengan Romeo. "Wahh, ada babi terbang!" seru Fabian dengan tampang bodohnya.
"Wuidih, cantik banget babinya. Pacarin tuh, Me," kekeh Althaf. Romeo membuka kedua matanya, lalu menoyor kepala Althaf. "Mana ada gue pacaran sama babi!"
"Ada lah. Muka lo, 'kan, mirip," kekeh Altair kurang ajar. "Dran, lo belum pernah digigit anjing, ya?"
"Belom tuh, gimana rasanya?" ujar Altair. "Woi, njing! Gigit dia!" suruh Romeo pada Althaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR BADRAN [REVISI]
Fiksi RemajaCerita ini adalah cerita generasi kedua dari cerita ADITYA, selamat membaca cerita ALTAIR DAN AQUILA❤❤❤ Altair Badran Dhananjaya nama yang bagus jika didengar, tapi tidak dengan sikapnya. Altair adalah seorang Playboy, pemalak, dan badboy karena suk...