Happy Reading❤
Taksi itu berhenti tepat di depan gerbang rumah Aquila. Sesuai permintaan Nadjwa, Altair mengantarnya sampai ke depan teras rumah Aquila. "Ngapain lo ngikutin gue?! oceh Aquila pada Altair. "Gak usah geer, gue disuruh Mami buat nganterin lo sampe ke depan rumah, depan rumah 'kan teras, ya udah gue anterin!"
"Mami lo baik banget, gak kayak anaknya! Kayak langit sama bumi, gak ada mirip-miripnya, atau jangan-jangan lo anak pungut?" tuduh Aquila.
"Lo bener-bener ya, udah mah gak bilang makasih, ngejelek-jelekin gue lagi, pengen gue ajakin ribut tapi masih sakit. Astagfirullah." Altair mencoba untuk menenangkan hatinya yang memanas.
"Makasih! Udah sana pergi-pergi, gue gak nerima pembokat disini!" Altair mengepalkan tangannya karena kesal. "Gue sumpahin lo keriput! Bye!" Altair berlalu dengan mengibaskan rambutnya yang pendek.
"Yee, dasar lo badan bau!" teriak Aquila saat Altair pergi dari hadapannya. Mendadak kepalanya pusing akibat berteriak, ini semua gara-gara Altair yang memancing emosinya.
Klek.
Suara pintu telah dibuka oleh orang di dalam rumah, Aquila menatap Papanya lalu menundukkan kepalanya.
Plak.
Papa Aquila langsung menampar Aquila setelah ia membuka pintu. "Dari mana kamu?!" Aquila meringis kesakitan, pipinya semakin memanas. "Rumah sakit."
Papanya tertawa remeh, "Dasar anak gak guna! anak berpenyakitan! cepat masuk!" Aquila tersenyum miris meratapi sang Papa yang terus membentaknya, ia memasuki rumah besar miliknya bersama sang Papa. Altair berhenti sejenak saat mendengar suara tamparan yang keras itu. "Apaan tuh?" Altair melambaikan tangannya pada supir taksi mengisyaratkan untuk menunggunya.
Altair memutar badannya untuk melihat kejadian yang sedang terjadi, suara tamparan itu masih terngiang-ngiang ditelinga Altair. Saat sampai di teras, ia tidak menemukan apapun disana, lelaki itu menggaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal. "Perasaan kayak ada suara tamparan dah disini, tapi mana? Gak ada orang. Apa gue halu doang karena sering nonton sinetron indosiar?"
"Mungkin aja sih, tapi tadi suaranya bener-bener nyata." Altair dibuat berfikir oleh kejadian itu. "Halah tau lah, pusing gue. Mending gue nonton monyet cantik di sctv!" ia langsung berjalan menuju taksi dan memasuki taksi.
***
"Mana setoran hari ini?" tagih Altair pada adik kelas yang baru saja lewat. "G-gak ada bang," jawabnya dengan gugup.
"Gimana, Bro?" tanya Altair pada keempat temannya. "Ya udah lepasin aja," jawab Althaf. Altair mengangguk membiarkan anak itu pergi, prinsip memalaknya jika dikasih ya syukur, jika tidak ya dia tidak memaksa. Walaupun dia pemalak ganas, ia juga masih punya hati nurani tidak seperti Dicky. Padahal Altair dan semuanya temannya adalah orang yang berkecukupan.
Apalagi Altair, Althaf, Alula, dan Fabian, mereka adalah anak dari pengusaha CEO. Setelah Adit dan Nadjwa menikah, begitupun dengan Arkhan dan Riyana, Raka menyerahkan perusahaannya pada Adit dan Arkhan, walaupun Adit bukan anak kandungnya, tetapi ia masih ada hubungan darah dengannya. Ia pun mempercayai Adit untuk memegang perusahaannya bersama Arkhan.
"Shshsh, kaki gue kesemutan sakit banget woi!" keluh Putra. "Makanya kalau bikin gulali jangan make kaki!" sentak Romeo membuat semuanya tertawa.
Altair merangkul Romeo kerangkulannya . "Anak pintar." Altair mengelus kepala Romeo dengan sayang. "Mana ada buat gulali make kaki goblok!" sentak Althaf dengan nada ngegas membuat Altair tertawa.
"Kala ku pandang kerlip bintang nun jauh di sana
Sayup kudengar melodi cinta yang menggema." Romeo menggoyangkan dadanya sesuai gerakan tiktok.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR BADRAN [REVISI]
Teen FictionCerita ini adalah cerita generasi kedua dari cerita ADITYA, selamat membaca cerita ALTAIR DAN AQUILA❤❤❤ Altair Badran Dhananjaya nama yang bagus jika didengar, tapi tidak dengan sikapnya. Altair adalah seorang Playboy, pemalak, dan badboy karena suk...