Part 51

58 8 0
                                    

Happy Reading❤

Dua hari berlalu, Aquila sama sekali tidak ada kabar. Altair sudah mencarinya kemana-mana, tetapi tetap saja Aquila tidak ditemukan. Jika ia tidak melaporkan perihal kehilangan ini pada polisi, ia tidak akan menemukan Aquila.

Altair duduk di bangku khusus yang berada di basecampnya. Hari ini, sudah pulang sekolah. Ia juga sudah mengikuti bimbingan olimpiade bersama Althaf. Semua teman-temannya nampak santai memainkan ponsel, kecuali dirinya yang termenung, memikirkan kabar Aquila.

Akhir-akhir ini, Altair uring-uringan tidak jelas. Ia rindu pada Aquila, tetapi seolah tuhan tak mengizinkan mereka bertemu.

Terlintas wejangan Adit di benaknya. Adit pernah mengatakan, jika kita gundah atau sedang dalam masalah, maka ia harus bersedekah, atau berbuat baik pada orang lain. Agar cepat diberikan petunjuk oleh sang kuasa untuk segera memecahkan masalah tersebut.

Jika diingat-ingat, Geng Archer akhir-akhir ini juga jarang memberi sedekah. Biasanya, sebulan sekali mereka mengunjungi jalanan, atau panti asuhan untuk memberikan sedikit bantuan. Dan ini, sudah akhir bulan. Tetapi ia belum memberi bantuan kepada orang yang membutuhkan di bulan ini.

"Al, uang kas kita udah berapa?" tanya Altair pada Althaf yang termasuk benda hara, karena ia pintar menghitung uang. "Kemarin, gue hitung-hitung sih ada 95 juta, anak-anak akhiran ini pada susah bayar," terang Althaf.

"Siapa aja yang belum bayar?" Althaf membuka laci basecamp, menampilkan buku uangkas dengan catatan nama-nama orang yang belum membayar uangkas dan catatan total uang kas seluruhnya. "Romeo." Romeo tercengir lebar saat namanya dipanggil.

Semenjak pengungkapan perasaan Sandyta, Romeo memang sakit hati. Tetapi ia tidak mungkin memusuhi Altair yang statusnya teman dekatnya, prinsipnya sama dengan Altair. Ia tidak akan memusuhi teman-temannya hanya karena perempuan. Toh, Altair juga tidak menyukai Sandyta.

Althaf kembali membacakan nama-nama yang belum membayarkan uangkas. Altair merogoh sakunya, membayarkan tunggakan uang kas teman-temannya. "Ambil, Al. Gue bukan pake duit Papa, itu duit tabungan gue," jelas Altair. Althaf mengangguk, menerima uang Altair.

"Yaampun, baik banget loh pacarku ini. Makasih, ya." Romeo mencubit pipi Altair gemas. "Geli!" Altair menepis tangan Romeo.

"Si Jeff udah lo kubur?" tanya Romeo pada Altair, mengingat ponsel Altair yang bernama Jeff itu mati. Altair mengangguk. "Iya, sedih banget." Mimik wajahnya berubah menjadi sedih.

"Kenapa gak ganti yang baru aja?" tukas Putra. "Percuma gue ganti baru kalau gak ada notif dari Aquila sama sekali. Gue ngerasa gak berguna hidup, Tra, kalau gak ada dia. Gue jadi males sekolah," keluhnya.

"Cup-cup, sayang," ujar Romeo dimanja-manjakan. "Iya sih, rasanya kalau kalian berdua gak ribut, tuh. Pasti sepi," sahut Althaf.

"Iya, Al. Kayak hati gue, lo mau gak ngisi hati gue?" tawar Romeo pada Althaf. "Heh! Gue punya Raisha," peringat Althaf.

"Hih! Gii pinyi riishi, jadian juga nggak, yhaaa!" ledek Romeo. "Kan cuma crush, atau gak temen 24/7, yang tak pernah dipastikan hubungannya eaakk!" seru Putra.

"Lo, kok, akhir-akhir ini gue liat jarang banget makan? Udah gepeng nambah gepeng nanti badan lo," kata Putra. "Gak napsu," jawab Altair tak berselera.

Romeo tertawa. "Kalau ada Aquila, napsuan berarti?" tebak Romeo. "Gak gitu!" sentak Altair.

"Gimana, atuh?!"

"Gak tau!"

Romeo tak menggubris Altair lagi, ia melihat ke arah Fabian. Lelaki itu tidak menimbrung sejak tadi. Ada yang aneh dengannya.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang