Part 42

77 11 5
                                    

Mulmed: mata ke hati, hivi

Part ini khusus uwu-uwuan, yang jomlo diharap sabar ya wkwk😂

Happy Reading❤

Altair dan Aquila sudah berada lebih dulu di ruangan belajar. Althaf dan guru pembimbing belum juga datang, merekapun sabar menunggu sambil menanyakan materi yang tidak mereka mengerti.

Kini posisi mereka satu meja, Altair duduk di samping Aquila. Lelaki itu mendengarkan secara seksama materi yang sedang dijelaskan oleh Aquila, karena Altair tidak mengerti. Saat Aquila tersenyum ke arahnya, lagi-lagi ia teringat akan Aya-teman kecilnya.

Altair dan Althaf akan mencari keberadaan Aya secara perlahan, mereka tidak mau terburu-buru. Setiap Altair ingin ke Bandung untuk ke rumah neneknya Aya, Althaf selalu melarang dan bilang kalau Aya tidak akan ada di rumah itu, ia yakin itu dan pastinya orangtua mereka tidak akan mengizinkan kecuali Altair dan Althaf pergi bersama mereka. Mereka juga masih sekolah-belum libur panjang, ingin mempersiapkan Olimpiade, jadi mereka sangat sibuk. Jika ke Bandung saat hari libur juga pasti rasanya tidak akan enak, karena baik hari sabtu maupun minggu pasti mereka memanfaatkan hari itu untuk beristirahat.

Altair sudah memberitahu Althaf jika ia akan mencari keberadaan Aya di Bandung pada saat Olimpiade tiba, dan Althaf pun sudah setuju, mereka akan ke rumah neneknya Aya. Jika neneknya tidak ada mereka akan mencari dimana tetangga yang seumuran dengan nenek Aya, karena kata tetangga yang lainnya hanya tetangga itu yang tau seluk beluk keluarga Aya.

"Udah paham belum?" tanya Aquila. "Belum, jelasin lagi dong." Altair tersenyum geli mengerjai Aquila, sebenarnya ia sudah paham. Lelaki itu hanya ingin modus saja agar bisa dekat dengan Aquila.

"LO ITU NGERJAIN GUE?!" Aquila marah dan kesal. "Iya, kok tau?" cengir Altair.

Aquila menjambak rambut Altair, lalu melepaskannya karena ada sesuatu yang aneh. "Lo pake minyak, ya?" tebak Aquila. "Lo peramal, ya? Kok tau sih?" jawab Altair.

"Make minyak apa lo? Pantesan aja bau kayak badan lo!"

"Ngadi-ngadi lo ya, ngajak tempur?!"

"Ayo, sini!"

Aquila melemparkan benda-benda yang berada diruangan belajar, begitu juga dengan Altair, tetapi mereka tidak melempar benda tajam sejenis vas bunga atau yang lainnya. "Udah lah, cape gue! Kita perasaan gak ada romantis-romantisnya amat, sih? Ribut mulu, gimana kalau nikah?" Altair menyerah.

"Jauh banget pikiran lo ke nikah-nikah segala!" sungut Aquila. Aquila dan Altair membereskan buku-buku yang berserakan akibat ulah mereka, setelah selesai mereka pindah ke meja mereka, ia menyalin catatan Aquila mengenai pelajaran Olimpiade, sementara Aquila membaca lagi pelajaran yang belum dimengerti. Aquila sesekali menengok, menyuri pandang pada Altair, begitu juga Altair. "Cie, nengok-nengok," kekeh Altair.

Aquila tertangkap basah. "Eh?" Ia melihat ditangan Altair terdapat pulpen kesayangannya. Ah, ya. Aquila lupa bahwa pulpen kesayangan yang ia pinjamkan pada Altair saat ulangan bahasa inggris waktu itu, belum dikembalikan oleh lelaki itu. "Heh!" Aquila bangkit dari kursinya.

Altair menghentikan aktivitas menulisnya, lalu ikut berdiri. "Apaan?" katanya.

"Itu pulpen kesayangan gue balikin!" tagih aquila. Altair melirik sebentar ke arah pulpen yang ia genggam, lalu tersenyum geli. "Lebih sayang pulpen apa lebih sayang gue?" goda altair.

"Apaan sih, Badan!"

"Iya gue balikin, tapi sebagai gantinya gue mau lo terima gue jadi pacar lo."

Aquila mengerjapkan matanya, Altair sangat memaksa. Sebenarnya Aquila mau-tetapi gengsi untuk menerimanya. "Gak lucu!"

"Gue gak ngelawak!"

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang