Part 11

96 19 25
                                    

Happy Reading❤

Altair terduduk santai dikursi pijatnya yang berada dibalkon kamarnya. Ia menghisap puntung rokok dengan nikmatnya, mengepulkan asap ke udara malam. Lelaki itu masih saja memikirkan Aquila yang memarahinya karena Dicky menjadi korban Altair saat tempur, sebenarnya ada yang ingin ia bicarakan pada Althaf-adiknya.

"Kenapa, Bos?" tanya Althaf yang baru saja datang setelah Altair memberitahu bahwa ada hal penting yang ia bicarakan. Altair kerap dipanggil 'bos' oleh teman-temannya saat kumpul begitupun dengan Althaf adiknya sendiri. Entah mengapa ia memanggil Altair dengan sebutan bos saat berada di rumah, mungkin ia kesambet setan sopan.

"Gue curiga sama Aqua," ujarnya sembari mengisap rokok. Althaf yang terkesiap mendengarkan ucapan Altair pun duduk dikursi sebelah Altair. "Aquila, maksud lo?"

"Bukan, upil monyet! Ya iyalah make nanya lagi lo," sungut Altair. Ucapannya yang bernada ngegas membuat Althaf ngakak. "Tapi emang bener sih dia upil monyet, bahkan lebih dari itu. Kalau ketemu dia bawannya gue mau nyiram muka dia make air got!" tawa Althaf semakin pecah karena ia juga membayangkan Altair menyirami Aquila dengan air got.

"Heran gue sama lo, kayaknya Papa sama Mami gak ikhlas deh bikin kita," tambah Althaf membuat mereka kembali tertawa. Sifat mesum mereka mulai berkeliaran dipikiran mereka masing-masing.

"ALTAIR! AL!" Bentakan itu membuat keduanya menoleh ke belakang. Mereka hanya bisa cengar-cengir sampai gigi mereka kering untuk mencairkan suasana yang mencengkram. Mereka terlalu takut bahwa Mami mereka akan marah. "Hai, Mami." Altair berlari layaknya drama India untuk memeluk Nadjwa, ia sudah merentangkan tangannya dan sampai pada Nadjwa tetapi Nadjwa malah menahannya.

"Gak usah peluk-peluk! Kamu bau," ketus Nadjwa membuat Altair mengerucutkan bibirnya. "Yaallah, Mi. Gitu banget kayaknya. Lagian bau apaan coba?" Altair sebisa mungkin memasang wajah melasnya.

"Bau janji palsu! Dasar tukang PHP!" gertak Nadjwa. "Udah janji gak mau ikut tempur lagi, tapi nyatanya apa?!"

"Dih, PHP apaan? Nih ya, Mi, sebagai playboy sejati, Altair itu gak pernah PHPin orang. Palingan kalau udah bosen ya Altair kasih alesan aja terus tinggalin deh," jawab Altair enteng. "Bukan PHP itu! Tapi PHP perjanjian kamu waktu itu, kapan ya. Udah lama sih."

"Bohong, Mi! Bang Badran kalau bosen alasannya parah banget, masa dia bilang ke cewe yang mau diputusin gini. 'Gue mau kita putus, muka lo terlalu jelek soalnya' gitu, Mi, kan parah." Althaf terus mengompor-ngompori.

Nadjwa menggeleng lirih. "Sok ganteng banget kamu, jadi pangeran kentut aja bangga." Tutur kata Nadjwa sukses membuat Althaf terbahak. "Bagus, Mi! pukul aja sekalian kepalanya make ulekan!" seru Althaf.

"Anjing lo, Al," umpat Altair. Altair tersenyum manis kepada Maminya. "Heh! Ngomongnya!" sinis Nadjwa.

"Eh iya maaf, Mi. Kelepasan," cengir Altair. "Mi, maafin Altair ya," ujar Altair lembut.

"Kamu mau Mami maafin?"

"Mau dong!" serunya. "Althaf juga, minta maaf ya, Mi," sahut Althaf menghampiri Nadjwa.

"Oke Mami maafin, tapi ada satu syarat," ucap Nadjwa tersenyum geli kearah kedua putranya. "Seminggu ini kalian harus temenin Mami ke pasar, kalau gak ya beresun rumah pagi-pagi," jelas Nadjwa tersenyum senang.

"Hah?" Altair tercengang begitupun dengan Althaf, tetapi Althaf berekspresi biasa saja.

"Hih!" sahut Nadjwa.

"Huh."

"Heh."

"Hoh." Altair bertepuk tangan dengan idiotnya karena ia dan Nadjwa telah selesai mengucapkan kata 'hah, hih, huh, dan hoh'. "Kenapa sih dia, Al?" lirih Nadjwa.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang