Part 32

70 14 4
                                    

Happy Reading❤

"Harideng, harideng, harideng, panas, panas, panas." Romeo bernyanyi, mengipaskan lehernya dengan salah satu tangannya. "Hareudang bukan harideng!" koreksi Putra.

(Harideng: hitam)

"Mentang-mentang kulit item, pake dinyanyiin segala," lanjut Putra.

Altair tertawa ngakak. "Me, lo bosen hidup ya makanya kulit lo item? Sini gue cat dulu pake cat minyak yang warna putih. Dijamin mulus." Lelaki itu mengancungkan jempolnya. "Jahat banget lo, Dran! Gak usah bawa-bawa kulit juga," rengek Romeo.

Ketiga cowo itu sedang menongkrong di bawah tangga. Fabian, dan Althaf sedang memalaki adik kelas di samping tangga. Sedangkan Romeo dan Altair sibuk menggoda cewe yang lewat, Putra sedang asik bermain game. "Piwitt, cewe minta nomor telponnya dong," goda Romeo. Perempuan yang lewat itu justru mengalihkan tatapannya pada Altair.

"Gak lah, kalau sama yang di samping lo baru mau. Mau nomor gue gak?" tawar gadis itu. "Lo ngomong sama gue?" tukas Altair menunjuk dirinya sendiri.

"Ya iyalah, Badran!" tegas gadis itu. "Cepet gue minta nomor telpon lo." Gadis itu menyodorkan telponnya.

"Udah kasih aja nomor lo, lumayan tuh," bisik Romeo. Altair pun mengambil ponsel itu dari tangan si gadis. Lelaki itu mulai menuliskan beberapa angka nomor telpon, saat rombongan ke lima cewe ingin naik tangga, Altair mengurungkan niatnya. Ia mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya. "Lain kali aja," tolak Altair.

Altair memandang Aquila yang ingin lewat tangga menuju kelas. Gadis yang meminta nomor malah ngambek dan pergi begitu saja karena tidak dapat nomor telpon Altair. "Eh, Bos! kenapa gak jadi? Lumayan tuh buat gue nomornya kalau lo gak mau," bisik Romeo.

"Ogah gue, modelan jamet gitu pasti bawaannya pengen nempel terus guenya, kalau gue khilaf gimana?" ujar Altair beralasan. Padahal ia tidak jadi memberikan nomor telpon karena ada Aquila, entah mengapa semenjak ia menyukai musuh bubuyutannya itu. Altair menjadi tak berselera untuk menggoda perempuan lagi, apa lagi dimata Aquila.

"Lo nya aja yang gampang napsu!" sambung Putra. "Uta! Lagi apa? Coba gue liat dong!" seru Alula yang berada di tengah tangga, ia sedang menggoda Putra. "Ngising aing teh! Liat atuh gue lagi main game make nanya lagi lo," ketus Putra.

(Berak gue tuh! Liat atuh gue lagi main game make nanya lagi lo)

"Santai dong!" Alula mencubit pipi Putra dengan gemasnya. Bukannya malah ke kelas, kelima perempuan itu berdiri di tengah tangga, ada yang duduk seperti Sandyta contohnya, ia duduk di bawah Romeo dan di atas Altair. Aquila memeluk penyangga tangga yang berada di bawah, gadis itu merasa cemburu melihat Sandyta cari perhatian dengan Altair. Sementara Kayra dan Raisha, mereka menghampiri dua cowo yang sedang memalak di samping tangga, awal mula seperti ini gara-gara Alula yang berhenti di tengah jalan.

"Balik ke kelas yuk," ajak Aquila pada Alula dan Sandyta. "Ntar aja, selagi istirahat itu nikmatin dulu," kata Alula.

"Iya lo yang nikmat guenya yang ngga!" ketus Aquila. Altair melirik Aquila dengan sinis, lebih tepatnya pura-pura sinis agar tidak terlalu canggung. "Ngapain lo di sini? sana balik sendiri. Gue ngeliat muka lo rasanya pengen nonjok," desis Altair.

"Heh! Ini jalanan milik umum. Lo, tuh yang ngapain di sini? Kurang kerjaan banget heran. Udah nakal, sok ganteng lagi," cibir Aquila. "Yee, emang lo cantik?"

"Iya cantik gue dari lahir! Puas lo?!"

"Lo ngajak ribut?"

"Lo duluan!"

"Gue ceburin juga lo ke kolam ikan!"

"Bodo amat!"

"Panas, panas, panas!" Altair mengipaskan tubuhnya dengan tangan.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang