Part 21

69 15 2
                                    

Happy Reading❤

Altair dan Aquila masuk ke dalam kelas setelah diteriakki oleh Bu Reni. Wajah Aquila nampak murung, teman-temannya juga dapat melihat air muka Aquila yang berubah, itu semua pasti karena gerabah yang pecah.

Bu Reni menyusul mereka di belakang. Mereka disuruh memberi keterangan mengapa mereka bisa sampai di luar pada saat jam pelajaran akan dimulai.

"Kenapa tadi keluar?" tanya Bu Reni mengintrogasi mereka. "Habis ribut, Bu," jawab Altair cepat.

Bu Reni berdecak. "Kayak suami istri aja debat mulu, malu dong sama tetangga!" gertakan Bu Reni mampu membuat semua orang tertawa. "Ngapain kalian ketawa?"

Semuanya langsung terdiam ketika melihat sorot mata tajam dari Bu Reni. "Kenapa ribut? Ada masalah lagi kalian?"

"Iya, Bu. Setiap hari malah," jawab Aquila masih dengan posisi yang menundukkan kepalanya. "Masalah apa?" lanjut Bu Reni memukul pelan penggaris besi yang ada ditangannya.

"Gerabah buatan kelompok kita pecah," jawab mereka serempak. "KOK BISA?!"

"Aquila, kamu ini gimana sih. Gak becus banget jadi ketua kelompok!" bentak Bu Reni. "Ma-maaf, Bu," lirih Aquila.

Altair jadi merasa tidak enak hati pada Aquila, itu semua salahnya bukan salah Aquila ataupun orang lain. Ia ingat dengan perkataan Adit-sang Papa. Bahwa lelaki sejati itu adalah lelaki yang mau bertanggung jawab atas semua kesalahan yang ia perbuat.

Dari kecil Altair sudah diajarkan caranya bertanggung jawab oleh kedua orangtuanya. Sampai sekarang ia masih mengingat perkataan sang papa.

Walau Altair playboy, dan urakan. Tetapi ia tau caranya bertanggung jawab, lelaki itu juga punya rasa tidak enak hati dan rasa kasian, contohnya seperti ia menolong nenek-nenek waktu itu.

"Untuk hal ini, kamu dan teman kelompok kamu gak dapet nilai," putus Bu Reni.

"Ini semua salah saya, Bu." Altair angkat bicara mengakui kesalahannya. "Saya yang pecahin gerabahnya bukan Aqua-eh Aquila," jelasnya.

"Saya lari-lari tadi, terus gak sengaja nyenggol gerabahnya. Jadi ibu kalau mau marah-marah ke saya aja ya, jangan ke Aquila dia gak salah."

"Tolong jangan kosongkan nilai-nilai teman sekelompok saya, Bu, kosongkan nilai saya aja."

Aquila mendongak menatap Altair, ia kira Altair adalah lelaki bodoh yang tidak mau bertanggung jawab dan mengakui kesalahannya, namun pikirannya itu salah. Justru Altair rela berkorban demi nilainya dan teman-teman sekelompoknya. Bu Reni manggut-manggut kagum dengan sifat Altair yang bertanggung jawab. "Saya suka sama sifat kamu yang bertanggung jawab," ujar Bu Reni.

"Gapapa, Bu. Suka sama sifat saya, asal jangan suka sama saya soalnya saya udah punya cewe," kekeh Altair. "Gak lah! Ibu udah punya suami kali, bahkan suami itu lebih ganteng dari kamu."

Bu Reni menghela napas panjang. "Saya kasih kesempatan untuk kalian agar kalian bisa mendapat nilai," katanya. "Badran, kamu harus buat gerabah itu sendirian tanpa ada campur tangan orang lain, paham?"

"Iya paham, Bu. Tapi nilai teman-teman saya gak dikurangin, 'kan? Nilai mereka tetap ada, 'kan?"

"Ya, ada. Kalau kamu bisa membuat gerabah itu, ibu tunggu dua hari. Lewat dari itu kalian satu kelompok gak dapat nilai."

"Iya, Bu, siap!" tegas Altair. "Ya sudah Aquila, Badran, kalian duduk ditempat masing-masing ya," suruhnya. Keduanya pun pindah ke tempat duduk masing-masing.

"Sebelumnya ibu minta maaf karena udah marah-marah sama kamu, Aquila. Ibu akan mengumumkan bahwa sebentar lagi kita akan mengadakan acara sekolah. Pihak sekolah ingin kalian ikut berpartisipasi dalam perlombaan, sampai sini paham? Atau mau ada yang ditanyakan?"

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang