Part 39

90 14 6
                                    

Happy Reading❤

"Archer! sejiwa, seraga, satu tujuan, solidaritas!"

***

Segerombolan anak lelaki berjalan di lorong sekolah. Mereka sudah berganti baju, menggunakan baju basket mereka. Altair, memimpin bagian paling depan seolah memimpin pasukan besar. Sesekali ia menyugarkan rambut ke belakang, semakin banyak perempuan yang teriak histeris karena ketampanannya.

Mereka terlihat cool, tetapi aslinya tidak. Perlu diketahui, Altair memang terlihat cool jika sedang berjalan, dan berfoto. Tetapi sifatnya sangat bertolak belakang dengan gaya coolnya. Beberapa perempuan melirik dirinya, baik kakak kelas maupun adik kelas, menatapnya kagum. Altair terkekeh geli, ia mengedipkan satu matanya pada mereka.

"Cih, dasar playboy!" ketus Aquila yang melihat mereka dari arah lapangan. Aquila bersama keempat temannya, sudah berdiri di pinggir lapangan, siap melihat pertandingan basket antara geng Archer dan geng Castor. "Halah. Cemburu, 'kan lo?" tebak Alula, berusaha menggoda.

"Gak! Idih!" Aquila sok berlagak jijik, padahal dihatinya ia memang mencintai Altair.

Saat sedang cool-coolnya, Altair mendadak sakit perut. Tapi sebisa mungkin ia harus terlihat datar tanpa memegangi perutnya, dan tanpa terlihat sakit perut.

Perut gue kenapa mules banget sih? Apa ini efek dari batunya? batin Altair.

Lama kelamaan perutnya semakin melilit. Ia membungkukkan badannya sebentar, lalu menegakkannya kembali. "Lo kenapa sih bungkukin badan? Mau main takebo?" ujar Romeo nyeleneh. "Ya, gak lah! Kasian buwong gue, ini aset buat masa depan gue takut rusak," jawab Altair.

Keempatnya berhenti saat Altair membungkukkan badan. Althaf mendengkus kesal. "Lo ngapain sih? Hah? Minta dijotos pantat lo?!" pekik Althaf kesal dengan kelakuan aneh Altair. "Setau gue tojos, Al, bukan jotos," balas Altair santai. Diam-diam Altair membuang angin tanpa sepengetahuan teman-temannya, ia cengengesan dan tertawa tidak jelas.

Keempat temannya melongo heran, sebenarnya ada apa dengan Altair? "Sumpah deh, Bang. Lo kayaknya harus gue buang ke psikiater," celetuk Althaf. "Lo kenapa sih, Al? Marah-marah terus kerjaan lo. Entar amnesia lo kalau marah terus," kata Altair.

"Marah-marah emang bikin amnesia ya?" tukas Romeo dengan polosnya. "Ciptaan baru dari Badran emang sedikit berkarat, gak ngerti lagi gue marah-marah bisa bikin amnesia." Putra menggelengkan kepalanya frustasi, mengundang gelak tawa pada yang lainnya kecuali Althaf, lelaki itu nampak tidak mood sekarang.

"Denger sesuatu gak?" tanya Altair pada keempat temannya. "Enggak," jawab mereka.

"Nasi." Altair mengacungkan jempolnya. "Nice, jubaedah!"

Apa mereka gak denger ya kalau gue kentut? Bagus deh multitalenta banget gue kalau soal kentut sampe gak ketauan, mungkin kentut gue kali ini wangi jadinya gak ke cium, batu dari Aqua emang mujarab banget, batin Altair, menahan tawanya mati-matian.

"Sedikit dikit kamu marah. Aku makin cantik kau marah, maunya kamu aku diam tak kemana mana. Bagai burung dalam sangkar, Seperti itu." Altair mencoel dagu Althaf, menggodanya terus menerus. Tak lupa, ia juga mengeluarkan angin sebanyak mungkin, karena kebetulan kentutnya tidak bau jadi ini kesempatan emas.

"Maju mundur, maju mundur cantik." Altair memperagakan jalan maju-mundur cantik.

Duutt.

Altair menutup mulutnya, kaget dengan suara kentutnya sendiri. Bagaimana bisa bunyi? Altair cengengesan dengan tidak berdosanya. Semua orang tertawa melihat wajah Romeo tertahan-tidak menunjukan ekspresi apapun karena posisi dirinya di belakang Altair. "Astagfirullah kentut babi!" pekik Romeo, membuat semuanya tertawa semakin ngakak.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang