Part 60

66 7 0
                                    

Happy Reading❤

Peserta Olimpiade SMA Elang sudah sampai di tempat yang mereka tuju, yaitu Bandung. Mereka sudah ada di sana sejak jam tujuh pagi. Pak Iwan dan Pak Endang mengajak mereka ke sebuah hotel bintang lima yang berada di Bandung.

Nanti pukul dua belas, mereka ditugaskan untuk berkumpul karena acara Olimpiade akan dilaksanakan. Mereka diberi waktu lima jam untuk beristirahat, tetapi tidak dengan Aquila dan Altair. Keduanya malah sibuk berpacaran di taman belakang hotel. Mereka duduk di bangku putih panjang. "Dingin ya, kayak sikap orang yang gak pekaan," ujar Altair mengose-ngode Aquila.

Udara pagi di Kota Bandung memanglah sejuk. Tetapi lama-kelamaan dingin jika terus berada di luar-alam bebas. "Hah?" tanya Aquila tidak konek.

Altair berdecak. "Hewan aja peka terhadap rangsangan, masa lo manusia gak peka sama manusia lainnya," cibir Altair. "Emangnya lo manusia?" kekeh Aquila.

"Istigfar." Altair mengelus dadanya sabar dengan kelakuan pacarnya. "Ya, terus gue harus apa kalau lo kedinginan? Harus jungkir balik, salto, makan ramen, ngamen tengah jalan gitu?"

"Peluk gue dong, gak pekaan lo!" Aquila menghembuskan napasnya kasar, berusaha sabar. Ia menuruti perintah Altair, memeluk lelaki itu erat.

Sekarang ini kita masih bisa dekat, tapi entah kedepannya. Biar waktu yang menjawab semua, batin Aquila.

"Sayang banget." Altair melepaskan pelukannya, lalu mencium kening Aquila lama. "Nyosor aja heran," cibir Aquila.

Altair tersenyum, menatap lekat wajah Aquila.

Sayang banget sama lo batin Altair tersenyum.

"Heh! Ngapain senyum-senyum? Mikirin yang kotor ya?!" Aquila mendelik curiga. "Emang otak bisa kemasukan kotoran ya?" ujar Altair polos.

"Minta digedik, nih! Anak siapa sih?!" ketus Aquila. "Anaknya bapak Adit." Altair menangkupkan wajahnya dengan tangan sendiri lalu berpose imut.

"Yaallah, kok gue bisa ya punya cowo macam dia," pasrah Aquila. Altair tertawa. "Gue mau nyanyi sesuatu buat lo," katanya.

"Potong bebek angsa, angsa dikuali. Nona minta dansa, dansa empat kali. Sorong ke kiri, sorong ke kanan. Lalalalalalalalalala, masuk ke hutan, ambil rambutan, dikejar-kejar sama ORANG UTAN!" Altair tertawa puas melihat ekspresi Aquila yang tak bersahabat. "Lo ngatain gue monyet?" ketus Aquila.

Altair mengangguk. "Iya, cantikan monyet malah dari pada lo." Aquila memanyunkan bibirnya, Altair jika sudah meledek memang kelewat batas. "Utututu sayang." Altair memainkan pipi Aquila, tetapi tangannya dihempas dengan kasar.

"Gue punya tebak-tebakan nih, apa perbedaannya lo sama angka 12?"

"Apa?"

"Kalau 12 kesayangan, kalau lo kesiangan." Altair tertawa. "Gue yakin lo geer, pasti lo ngarepin kalau gue bakal bilang 12 kesiangan dan lo kesayangannya. Iya, 'kan?" tebak Altair.

"Engga," sinis Aquila. "Bohong jadi pacar gue, ya?"

Aquila menoyor kepala Altair. "Udah jadi pacar lo!" Altair merangkul tubuh Aquila, Aquila membiarkan saja. "Gue gak akan lepasin lo, La."

Ucapan itu membuat Aquila tertegun, bagaimana nanti jika ia tau kalau salah satu keluarga Aquila penyebab Aya-nya itu tak berada lagi di sisinya?

"Janji ya, Dran. Jangan lepasin rangkulan ini sampai kapanpun," ujar Aquila. "Lo ngomongnya menghayati banget, La."

"Ya, gapapa," elak Aquila. "Gak akan gue lepas lo sampai kapanpun, karena gue tau kalau gue gak akan nemuin orang yang kayak lo. Gue juga gak akan nemuin orang yang lebih berharga dari lo." Perut Aquila rasanya memanas, seperti ada ribuan kupu-kupu yang berterbangan di perutnya.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang