Part 24

66 13 4
                                    

Happy Reading❤

"Makasih," ucap Aquila. Altair mengantar Aquila menggunakan motor Althaf sampai depan gerbang, ia melihat penjuru rumah tetapi tidak ada tanda-tanda kalau dia ini saudara Capella dan Dicky. Ah sudahlah, Altair tidak ingin menyelidiki atas hal itu karena itu hanya membuatnya pusing. "Iya santai," jawab Altair. Altair terus melihat ke arah Aquila sampai wanita itu masuk ke dalam rumahnya.

"Kenapa gue jadi ngawasin dia?" gumam Altair. "Bego!" Altair menepuk-nepuk kepalanya dan menutup matanya, tetapi matanya terus mengintip ke arah Aquila.

Aquila ingin menengok sebentar ke arah Altair, entah mengapa ia ingin melihat Altair sekilas sebelum Altair pergi. Aquila menengok, dan sangat berpapasan sekali matanya dengan mata Altair beradu pandang. "Wlee," ledek Aquila menjulurkan lidahnya lalu berbalik badan dan melanjutkan jalannya. Altair langsung membuang wajahnya ke arah lain. "Gue kenapa sih? Kenapa rasanya beda?" gumam Altair.

"GUE PLAYBOY! GUE GAK BOLEH JATUH HATI SAMA ORANG. APALAGI DIA MUSUH GUE, DAN GUE JUGA UDAH PUNYA CEWE. GUE HARUS KASIH HATI KE CAPELLA, GAK KE AQUA!"

"Gapapa deh playboy bucin dikit ke Capella, toh bucin tapi gak ada rasa ya tetep aman. Bucinnya ke Capella aja, asal jangan ke Aqua, gue gak boleh suka sama dia, gak sudi! Jangan sampe yaallah," mohon Altair pada sang pencipta.

Altair segera melajukan motornya dari rumah Aquila secepat mungkin, ia benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ia rasakan sekarang.

Toktoktok.

Aquila mengetuk pintu rumahnya, menampilkan sang Mama tiri yang berdiri di depannya. "Dari mana?" ketusnya, saat melihat penampilan Aquila dari atas sampai bawah seperti habis main karena tidak memakai seragam. "Dari rumah temen," jawab Aquila jujur.

"Main aja kerjaan kamu, gak ada gunanya sama sekali. Kamu bukan ratu! Ingat itu!" gertak Ibu tirinya. "Lo balik sama cowo gue?!" tuduh Capella. Gadis itu habis dari taman samping, ia melihat Altair di luar gerbang menggunakan motor Althaf, tetapi Altair tidak melihatnya.

"G-gue tadi ditabrak sama dia, lo jangan salah paham dulu, Pel," ujar Aquila lembut. Ia sedang tidak ingin berdebat kali ini, biasanya ia melawan pada Capella, tidak apa selalu dipukul olehnya, Mama tirinya, ataupun Dicky, asal ia tidak tunduk pada adik tirinya sendiri. Yah, umur mereka terpaut hanya beberapa bulan saja, Aquila lebih dulu lahir dibanding Capella.

Plak.

"Gue gak percaya sama omongan lo, lo cuma alasan! Dasar pelakor!" amarah Capella semakin memburu dipuncak kepalanya. "Gue beneran, kalau gak percaya liat aja lutut gue nih!" sungut Aquila kesal. Ia menaikkan pelan-pelan jeansnya, sulit sekali karena jeans bahannya kaku.

Akhirnya ia bisa menaikkan celana jeansnya sampai lutut. Nampaklah luka yang lumayan parah dibagian lutut. "Sekarang lo percaya, 'kan?"

Capella terdiam, ia menyuruh Aquila berdiri. Menyeretnya lalu mendorongnya ke arah meja, hingga lukanya itu tertusuk meja ujung yang tajam. "Awwh, sakit," lirih Aquila, gadis itu menangis karena sangat sakit rasanya, apalagi ini sedang luka lalu tertusuk ujung meja yang berlapiskan kaca, rasanya benar-benar perih. Capella menjambak rambut Aquila. "Sakit? Ini balasan yang pantas untuk seorang pelakor kayak lo!"

Luka Aquila saja belum sembuh betul akibat cakaran mereka waktu itu. Ia menutupnya dengan alat makeup khusus wajah, tetapi ia juga memakaikannya di tangan. Luka itu tidak terlihat saat di sekolah, beruntungnya saat hujan tadi Altair tidak menanyakan luka tersebut karena penutup lukanya memang sudah luntur terkena air. Mungkin sekitar dua hari lagi lukanya akan sembuh, sekarang saja lukanya sudah tidak terlalu terlihat.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang