Happy Reading❤
Lelaki berseragam putih abu-abu itu merapikan seragamnya, ada noda darah di baju seragam-darah yang tersisa di pisau tajam itu tak sengaja terkena baju putih seragamnya. "Pulang-pulang pasti gue diomelin, nih, sama emak lampir," ujar Altair frustasi.
Pasalnya, sebelum ia pergi. Aquila terlihat tidak megizinkannya pergi, semacam tidak ikhlas karena dirinya tidak ikut dengan Altair, habis sudah. Pasti, Altair akan dimarahi oleh Aquila nanti.
"Bodo amatlah, pikirin nanti aja." Altair menunggangi sepeda motornya dan melesat secepat mungkin agar sampai di rumahnya.
Setelah sampai, ia turun dari sepeda motornya. Lelaki itu terkejut karena sesosok gadis menunggunya tepat di depan pintu dengan keadaan tertidur. Hari sudah malam, apakah tidak ada orang di dalam rumahnya?
Altair berdecak sebal, melihat ke arah garasi tepat di mana motor Althaf berada, motornya tidak ada. "Woi! Gak ada orang apa?!" teriak Altair menggema di dalam ruangan, tetapi tak ada yang menyaut satu orangpun padahal pintunya terbuka.
Apakah tidak ada Dara? Ah, ya. Altair lupa bahwa Dara diasuh di rumahnya, Fabian dan Gema juga sama sekali tidak mampir ke rumahnya meski sedetik saja, keterlaluan.
Aquila sama sekali tidak terbangun dari tidurnya meski Altair sudah berteriak seperti orang gila. "Yaallah inces gue kasian." Altair menggendong Aquila ala bridal style dan membawanya masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu rapat-rapat.
Altair meletakkan Aquila di sofa ruang tamu. "Gue ngeliat mukanya lagi tidur gini rasanya adem banget kayak ngeliat surga," ujarnya kagum. Altair terus memperhatikan Aquila saat tidur, gadis itu sangat manis jika sedang tidur.
Aquila, secara perlahan membuka matanya. Gadis itu terkejut dan mengubah posisinya menjadi duduk. "Maling!" Aquila menepuk lengan Altair berkali-kali. "Ini gue! Nyawa lo belum kumpul pasti, masih keliatan burem-burem ya?" Altair mengaduh kesakitan karena pukulannya cukup kencang.
"Hah?" Aquila mengucek matanya, lalu terkekeh tanpa dosa. "Lo ternyata?"
"Setan!" sinis Altair. "Alhamdulillah ngaku, cepat-cepat kembali ke neraka ya!" ledek Aquila dengan kurang ajarnya. Mata Aquila mendelik sinis pada Altair.
"Kemana aja lo?! Dari sore gak ada kabar. Gak pulang-pulang, hampir gila gue nungguin lo!"
Altair tersenyum, mengelus rambut Aquila dengan sayang. "Lo emang udah gila, 'kan? hehe," kekeh Altair. "IHH! GAK TAU AH MALES, PERGI SANA!" usir Aquila.
"Jangan ngambek dong. Peluk boleh, ya?" Altair langsung memeluk tubuh Aquila dengan erat. Aquila membalas pelukannya. "Gue khawatir sama lo, bodoh!" bentakan Aquila membuat Altair terkekeh.
"Iya tau sayang, makanya aku minta maaf. Maaf ya?"
"Aku?" Aquila seperti asing mendengar kata "aku" yang keluar dari mulut Altair. "Iyalah," sewot Altair.
Dirasa sudah cukup, Altair melepaskan pelukannya. Ia melihat ke arah sekitar, hanya mereka berdua di sini, tidak ada Althaf ataupun Alula, lalu ke mana mereka?
"Eh, si dua kunyuk pada ke mana?" tanya Altair, celingak-celinguk mencari keberadaan kedua adiknya. "Kalau Althaf pergi, katanya mau jemput Raisha, mungkin Al mampir ke rumah Raisha dulu kali. Semenjak si Al udah pergi, gue sendirian. Gabut banget, ya udah gue bersihin rumah," jelas Aquila.
"Bersihin rumah? Sendirian?" Aquila mengangguk. "Iyalah sendiri, mau berdua sama siapa?" sinis Aquila.
"Terus Alula mana?"
"Nah, itu yang ngga gue tau. Gue bingung, dari sore dia perginya, sebelum lo pergi malah. Kok dia belum pulang ya?"
"Gue takut ada apa-apa di jalan. Minjem hape lo, gue pengen telpon si Al, mau nyuruh dia pulang." Aquila memberikan ponselnya, menelpon Althaf dan diangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR BADRAN [REVISI]
Teen FictionCerita ini adalah cerita generasi kedua dari cerita ADITYA, selamat membaca cerita ALTAIR DAN AQUILA❤❤❤ Altair Badran Dhananjaya nama yang bagus jika didengar, tapi tidak dengan sikapnya. Altair adalah seorang Playboy, pemalak, dan badboy karena suk...