Part 27

69 14 0
                                    

Happy Reading❤

Altair mempercepat langkahnya untuk menemui Althaf dan Aquila yang berada di kantin saat ini. Perasaannya sangat menggebu-gebu dan sakit melihatnya tertawa bersama Althaf-adik kandungnya sendiri.

Althaf sengaja membuat Aquila tertawa, ia berfikir jika Altair cemburu ia pasti akan datang ke kantin untuk menemui keduanya. Biar kakaknya itu panas sendiri, jika dia memang tidak rela Aquila dekat dengan Althaf pasti Altair akan datang ke kantin untuk memisahkan keduanya, ia yakin itu.

Althaf membersihkan sudut bibir Aquila dengan jempolnya. Aquila terkesiap, ia menyentakkan tangan Althaf. "Sorry, jangan kayak gini, banyak orang. Lagian ini juga di kantin, gue gak enak aja."

"Oh, sorry. Itu tadi ada bekas makanan nempel di sudut bibir lo, gue cuma bantu bersihin," kata Althaf.

"Mereka ngomongin apaan, sih?" gerutu Altair, memandang mereka dari jauh. Altair semakin memanas di tempatnya, ia pun memutuskan untuk menghampiri keduanya. "Al, geser," suruhnya. Althaf dan Aquila mendadak bingung dengan tingkah aneh Altair. "Males gue, kursi masih banyak tuh. Kenapa gak duduk disitu aja?" kata Althaf.

"Udah sih tinggal geser susah banget kayaknya. Bilang aja lo mau modus deketin si Aqua, 'kan? Iya, 'kan?" tebak Altair. "Kalau iya emang kenapa? Lo gak terima?" ujar Althaf.

"Ya gak, lah!" sungut Altair. Aquila dan Althaf sama-sama bingung. Aquila hanya bisa menunduk dan mengumpat dalam hati. Karena Altair, jantungnya serasa ingin lepas. "Eh, maksud gue bukan gitu. Ada alasannya gue suruh lo pindah tempat duduk itu karena gue mau liat lukanya Aqua udah sembuh apa belum," ucap Altair beralasan.

"Peduli banget," sindir Althaf. Semua teman-temannya mengintip mereka dari balik tembok. Semuanya menahan tawa agar tidak ketahuan kalau mereka mengintip di tembok kantin yang dekat dengan meja ketiga orang itu. "Kan gue yang nabrak! Wajar lah gue peduli. Gak usah ngadi-ngadi lo," ketus Altair.

"Udah minggir, elah!" Altair mendorong tubuh Althaf dengan kasar, lalu ia duduk di tempat yang Althaf duduki tadi. "Luka lo udah kering?" tanya Altair pada Aquila.

Aquila menelan salivanya dalam-dalam, detak jantungnya semakin kuat berpacu saat dia didekat Altair. "Udah mendingan, gak usah sok peduli deh, lo," sewot Aquila. "Gak usah geer! Gue peduli karena lo kayak gini gara-gara gue."

"Cih, siapa juga yang geer. Gak jelas lo," desis Aquila. "Siapa tau aja lo ngira gue suka sama lo, padahal enggak." Aquila meremas dadanya yang terasa sesak. Altair tidak mencintainya? Apa itu benar? Tapi mengapa dirinya bersikap seolah-olah memang mencintai Aquila?

Lo harus inget kalau Badan itu playboy, Aquila! batin Aquila.

"Kenapa pegangin dada terus?" Raut wajah Altair sedikit panik karena Aquila memeras dadanya sendiri. Secepatnya Aquila menyingkirkan tangannya dari dada. "Gue gapapa! Udah lo sana minggir, gak usah mikir kalau gue bakal suka sama lo! Pergi sana," usir Aquila.

Benarkah Aquila tidak menyukainya? Jadi cintanya hanya bertepuk sebelah tangan? Menyakitkan. Keduanya sama-sama salah paham dengan perasaan mereka. Kini keduanya saling menatap lekat tak peduli jika saat ini mereka berada di kantin.

Gue sayang lo, Aqua, batin Altair.

Andai ko tau, Dran. Gue sebenernya sayang sama lo, batin Aquila.

Althaf sejak tadi hanya diam memandang keduanya. Ia tidak habis pikir bahwa keduanya sama-sama sulit untuk mengungkapkan perasaan mereka. Althaf tau mereka sama-sama saling mencintai tetapi sulit mengungkapkan, dari mata keduanya saja ia sudah tau bahwa tatapan itu mengisyaratkan cinta. "Kenapa sih di dunia ini harus ada gengsi? 'kan gak seru mereka jadi gak bisa ungkapin perasaan mereka karena gengsi," gumam Althaf pelan, tidak terdengar.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang