Part 45

63 6 0
                                    

Happy Reading❤

Setelah menumpang mandi di toilet umum dekat kolong jembatan, Aquila kembali melanjutkan perjalanannya bersama Dira, Lila, dan teman-teman mereka yang lainnya.

Mereka menunggu Aquila mandi sejak tadi, biasanya Aquila jika mandi akan sangat lama. Tapi tidak untuk kali ini, ia tidak akan membiarkan mereka menunggu terlalu lama.

Setelah beberapa menit berjalan, Aquila akhirnya sampai di tempat tujuan. Kini ia berada di kolong jembatan, di dekat itu terdapat sebuah rumah kardus. Ternyata banyak kehidupan di sini.

"Ini, Kak. Tempat tinggal kita. Maaf kalau semisalnya kurang berkenan buat kakak, tapi kita gak bisa bantu banyak, Kak. Kita hanya punya ini," kata Dira. "Maaf ya, tempatnya kumuh, banyak sampah. Dan gak layak untuk di tempati," sambung Lila.

Aquila tersenyum dan mengangguk. Seharusnya ia bersyukur karena lebih beruntung dari mereka. Ternyata, masih banyak orang-orang yang menderita di bawahnya. "Kalian tinggal di sebelah mana?" tanya Aquila. "Di sana, Kak. Aku sama Lila pisah tempat, dia di rumah kardus kalau aku tepat di kolong jembatannya. Kakak mau tinggal sama siapa?" tukas Dira.

"Gak tau dah, kakak bingung." Aquila menuruni tas jinjingnya karena berat. "Oh iya, masih ada tempat lain kok, kalau kakak gak mau di sini atau tempat kita berdua," ujar Dira.

"Di mana?" Dira dan Lila mengajak Aquila mengunjungi salah satu tempat yang letaknya tidak jauh di sana. Ada gubuk kecil yang lumayan layak untuk di tempati ketimbang tempat tadi. "Ini, Kak. Jadi, kalau misal kita punya uang lebih dari hasil ngamen dan jual kerupuk kita. Semisalnya nih, kita mau tidur enak untuk sehari aja. Kita ke tempat ini, tapi harus bayar pake uang, lima ribu harganya."

"Hah? Bayar?" ucap Aquila. "Iya, kenapa, Kak? Gak suka ya sama tempatnya?"

"Nggak gitu, Ra. Tapi ini meresahkan kalian banget. Masa cuma semalam bayar lima ribu, berarti kalau setiap malam naik lebih dari lima ribu juga, dong? Harusnya sih gratis. Tapi pake gubuknya ganti-gantian," protes Aquila. Dira menahan mulut Aquila agar tidak mengucapkan kata-kata lagi. "Ssst, Kak. Jangan ngomong gitu, nanti ibu jalan marah kalau denger."

"Ya iyalah marah. Dia, 'kan punya telinga jadi bisa denger-eh tapi bisa aja budek." Dira dan Lila tertawa. "Bukan gitu, Kak. Ibu jalan itu galak banget. Kita suka dipukulin kalau ketahuan yang macem-macem, apalagi gak dapet penghasilan banyak kalau habis ngamen atau jualan kerupuk," ujar Dira berbisik-bisik.

Aquila tertawa. "Ngakak banget namanya ibu jalan, dia gak punya nama apa gimana sih? Masa namanya ibu jalan."

"Nama aslinya Jingga. Dia kalau di panggil Ibu Jing, suka marah. 'Kan kata "Jing" itu kayak anjing gitu loh, Kak."

Aquila tertawa kecil. "Iya sih bener, terus kenapa dipanggilnya ibu jalan?" Aquila menyeringit bingung. "Karena dia udah lama hidup di jalanan, Kak. Bisa dikatakan senior lah di sini," jelas Lila.

Aquila manggut-manggut mengerti. "Terus ibu jalan di mana?" tanyanya. "Lagi nemenin anak-anak jualan kayaknya atau gak nemenin anak-anak ngamen," ungkap Dira.

"Hah? Malem-malem gini masih ngamen sama jualan?" Dira dan Lila mengangguk. "Wahh, parah nih. Harusnya jangan gitu lah, harusnya teman-teman kalian udah disuruh pulang, istirahat."

"Ya, gitu deh. Itu yang ngamen atau jualan sampe malam, sebabnya karena mereka kurang banyak penghasilannya. Dan ketauan sama ibu jalan, untung aja uang aku gak diambil sama preman tadi, coba aja diambil. Aku gak tau, Kak, nasib aku bakal gimana," ujar Dira dengan tatapan sendu.

"Yaampun, terus kalau malam ini mereka gak dapat uang lebih gimana?"

"Harus dapat sesuai target yang ditentuin sama ibu jalan, kalau gak bisa ya gak boleh pulang ke sini," jelas Lila. "Kasian banget kalian, Kakak gak bisa bayangin kalau kakak jadi kalian." Aquila memeluk kedua anak perempuan itu, menangis bersama mereka.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang