Part 37

57 13 0
                                    

Happy Reading❤

"Untukmu, Aquila. Aku berharap, aku dan kamu akan menjadi kita. -Altair Badran.

***

"Badan bau! Se-" Aquila mengurungkan niatnya untuk meneriakki kata "Semangat" pada Altair. Tidak, ia tidak akan mengatakan itu, nanti semua orang mengira kalau Aquila menyukai Altair, tapi memang benar sih. "Badan! Ayo putus asa, jangan semangat!" teriak Aquila.

Altair terkekeh kecil mendengarnya. Lelaki itu tampak lebih semangat saat Aquila hadir.

Mau teriak semangat aja pake gengsi segala, batin Altair.

Altair memberi kuncian kaki pada Rama. Beberapa detik kemudian, Rama tidak bisa bergerak. Altair berhasil membuatnya kalah. Wasit datang ke tengah-tengah ring, menghitung dari satu sampai sepuluh, jika Rama tidak bangun ia dianggap gugur.

Wasit sudah mulai menghitung, dari hitungan sepuluh sampai kelima. Rama benar-benar sudah tidak kuat, mimik wajahnya terlihat kesakitan. Perlu ia ketahui jika tangan musuhnya ini tangan besi yang tidak bisa dikalahkan.

Tetapi biar begitu, pada ronde pertama Rama lah yang menang. Ia berhasil menyakiti tangan Altair, dan kakinya. Mungkin sehabis ini ia tidak akan menang basket melawan Dicky. Yah, Rama dan Dicky memang bekerja sama, Dicky meminta Rama untuk menyakiti tangan dan kaki Altair. Itupun terbukti, sudah dilakukan. Tidak peduli jika Rama kalah dalam pertarungan ini. Toh, menang kalah ia akan tetap mendapat uang, dan bodohnya Altair percaya bahwa ia akan menjauhi Aquila, namun faktanya tidak seperti itu, ia akan terus mengganggu Aquila sampai ia benar-benar puas.

"Satu." Hitungan telah selesai, wasit mengangkat tangan kanan Altair. "Pemenang MMA bulan ini adalah Altair Badran Dhananjaya," ujar wasit, lantang.

Altair membungkukkan tubuhnya untuk berterima kasih pada semua orang yang mendukungnya, dirasa sudah cukup, ia menegakkan tubuhnya kembali. Ia membuka baju oblong berwarna hitamnya karena panas, memperlihatkan tubuh sixpacknya yang mana membuat para perempuan menjerit tak karuan. Ditambah lagi, ia tersenyum menggoda ke arah perempuan-khususnya Aquila. Aquila yang dilempar senyum oleh Altair, hanya bisa menahan dirinya mati-matian agar tidak ikut tersenyum dan salah tingkah.

Yah, perempuan-perempuan diantaranya memang mantan-mantan Altair. Mereka mengakui Altair memang tampan apalagi jika sedang berkeringat dan membuka baju-tubuh proposionalnya benar-benar, wahh! Tidak bisa diartikan lagi. Altair turun dari ring, mengusap wajahnya dengan handuk kecil pemberian Nadjwa.

"Asik buaya menang nih!" seru Nadjwa nampak bercanda. "Aku manusia loh, Mi, bukan buaya," ketus Altair.

"Sama aja. Kamu, 'kan jiwa-jiwa buaya." Nadjwa melirik Adit saat mengatakan kata "Buaya". Adit menyeringit, menyatukan alisnya. "Kamu kenapa ngelirik ke aku?" heran Adit, menatap Nadjwa intens.

"Dih ge-er! Siapa juga yang ngelirik-eh biasa aja kali ngeliriknya, nanti itu bola mata kamu copot!" seru Nadjwa, merasa salting karena Adit menatapnya dengan lekat. "Lirikan matamuuu, asik!" goda Altair.

"Yo, terus aja Mi, Pa! Lagi di luar juga masih aja," sindir Althaf, menghampiri ketiganya bersama semua teman-temannya. "Yee, dasar sirikan!" ledek Adit.

"Hah? Sisikan? Perasaan Althaf gak sisikan tuh, lagian dia, 'kan manusia mana ada sisik," ujar Altair, dengan tampang cengonya. "Sirik, bolot!" sahut semuanya.

Altair cengengesan, akhir-akhir ini memang pendengarannya sedikit terganggu. "Bang, lo ganteng," puji Alula. Mata Altair berbinar, senang karena baru kali ini Alula-adik perempuannya memuji ketampanannya. "Serius, La? Yaampun gue ngefly, La! Arkhhh!" Altair lompat-lompat tidak jelas.

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang