Part 46

63 6 0
                                    

Happy Reading❤

Kini Nadjwa dan yang lainnya sedang berada di ruang tamu. Nadjwa tengah mengobati Altair menggunakan alkohol,  Altair tidak mau diam sama sekali, menyebalkan!

"Kamu tuh, bisa gak sih diam sedetik?!" Nadjwa menekan lukanya. "Ahhh," ringisnya dibuat-buat membuat semuanya ambigu.

"ALTAIR! MAMI GIGIT LAMA-LAMA TANGAN KAMU." Nadjwa lama-lama tersulut emosi. Altair memang senang jika Nadjwa suka marah-marah. Rumah ini jadi ramai dengan teriakan Nadjwa, apalagi saat Adit merajuk-rajuk tidak jelas, Nadjwa gampang sekali marah.

"Kadang Papa suka mikir. Kok, Papa bisa punya anak kayak kamu ya?" curhat Adit. "Kadang Altair juga mikir. Kok bisa ya Altair punya Papa kayak Papa?" Altair menirukan gaya bicara Adit.

"Altair!" gertak Adit. "Papa! Papa oh, Papa kemana engkau pergi macem mana aku tak-"

"Emphh." Mulut Altair dimasukkan kapas oleh Nadjwa. Habisnya Nadjwa sebal, sudah tau ia sedang mengobati Altair, tetapi putranya itu malah gerak-gerak. "SUKURIN! BUAYA NGESELIN!" ejek Nadjwa.

Altair berhasil melepaskan kapas itu dari mulutnya, lalu ia kembali bicara. "Biar buaya-buaya gini juga Altair anak Mami," rengek Altair. "Bukan, anak pungut. Bye-bye anak pungut!" ledek Adit.

"Kalian ini berdosa!" sergah Altair.  "Pas es batu dinginnya tuh sampe ke mulut, rasanya cuuutt." Adit memperagakan orang yang sedang sakit gigi.

"Kenapa keluarga hamba kayak gini semua, yarabbi!" frustasi Alula. "Emang gue keluarga lo?" sahut Altair.

"Dih, siapa lo? Lo, 'kan anak pungut." Altair merubah wajahnya menjadi sedih setelah Alula mengatakan hal itu. "Iya, saya mengakui. Terima kasih sebelumnya, saya mau pergi dari sini!" Altair berdiri, menuju kamarnya untuk berganti baju.

"Durhaka lo sama abang sendiri," kata Althaf pada Alula. "Bo-"

Toktoktok.

"HUAAA! DICKY UDAH DATENG. PASTI ITU DIA YANG DATENG, LULA UDAH CANTIK BELUM, MI? LULA HARUS TAMPIL LEBIH-WAHH NIH, KAN MAU KETEMU SAMA CALON MERTUA!" heboh Alula. Nadjwa menutup telinganya rapat-rapat. "Udah sayang, udah," jawab Nadjwa pasrah.

"JELEK MUKA LO PENYOK!" teriak Altair dari arah kamarnya. Ia sudah berganti baju memakai kemeja warna putih dengan kancing dua terbuka, tetapi celana bawahannya masih menggunakan celana pendek. Altair turun dari tangga. Nadjwa terpingkal-pingkal melihat penampilan Altair. "IH, MALES GUE SAMA LO!" Alula melempar kapas bekas sumpelan mulutnya tadi, hingga mengenai wajahnya.

"Buset, La. Bau banget nih kapas. Ada jigongnya lagi, ihhh!" Altair jadi jijik dan membuangnya ke sembarang arah. "Itu, 'kan bekas mulut lo. Berarti mulut lo bau, bau azab," ujar Alula nyeleneh.

"Lula, udah. Temuin Dicky sana, takut dia udah nunggu lama," suruh Nadjwa. Alula mengangguk, ia berjalan dengan anggun sesuai dengan pakaiannya yang memakai dress di bawah lutut yang berwarna ungu. "Dia pake warna ungu mau jadi janda kali ya," pikir Altair.

"Kamu anak siapa sih, Bang?" tanya Nadjwa frustasi. "Anak Adit bin Retno," jawab Althaf.

"Yeuh, si Mami. Emang Altair abang-abang tukang bakso apa? Bang-bang tut ditembak raja maling, siapa yang kentut-"

"Assalamuallaikum," ucap Dicky, bersama Capella di sampingnya. "Hadeuh, kenapa sih, si Dickybulin bawa si pelet," keluh Altair. Ia malas jika harus berurusan dengan Capella.

Dicky berjalan mendekat, menyalimi tangan Nadjwa dan juga Adit. Alula mendekat ke arah Altair. "Abang! Ganti celana kek. Masa pake celana pendek, gambar barbie lagi, najong!"

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang