Happy Reading❤
Lelaki berseragam putih abu-abu itu memakaikan kartu identitasnya. Ia nampak tampan hari ini. Altair, sudah siap untuk mengikuti lomba Olimpiade. Ia yakin bahwa dirinya, Althaf, dan Aquila bisa memenangkannya. "Gue udah belajar, udah bisa. Tapi kenapa perasaan gue jadi gak enak gini? Firasat apaan ya?" monolognya.
"Gue keluar aja deh, siapa tau kalau liat si Aqua jadi seger badan gue." Saat ingin keluar, ponselnya berdering. Fabianjelek, adalah nama yang tertera di layar ponselnya, Altair segera mengangkat panggilan dari sepupunya itu.
"Ba-badran." Napas memburu terdengar dari sebrang ponsel. "Hah? Kenapa?" tukas Altair panik.
"Uhuk, uhuk." Fabian terbatuk lalu lanjut bicara. "Wardam diserang sama geng Varga, Castor, sama geng Ratra. Alula dibawa sama salah satu anggotanya, entah itu dari ketiga geng yang mana. Gue gak tau lagi harus gimana, Dran. Kita kalah pasukan, jumlah mereka lebih banyak."
Tutt.
Ponsel baru miliknya terjatuh begitu saja. Darah Altair seolah mendidih sampai kepala. Altair mengepalkan tangannya kuat-kuat, ia selalu lalai menjaga adiknya sendiri. Jantungnya berdetak tak karuan, rasanya perih. Ia mengambil ponsel barunya, memesan Go-car untuk menuju Jakarta.
Altair membuka pintu kamarnya, sudah ada Aquila di depan pintu. Semenjak Adit dan Nadjwa datang ke rumah, mereka tidak lagi sekamar, Aquila tidur di kamar Altair sementara Altair tidur di kamar tamu, alasannya karena ia tidak mau jika Aquila merasa tak nyaman.
"Hai jelek!" sapa Aquila sumringah, melambaikan tangannya. Altair berusaha meredam emosinya, ia lebih baik diam daripada harus bicara. Altair takut saat bicara ia malah menyakiti hati Aquila. Ia berusaha bersikap biasa saja dan berusaha untuk tersenyum. "Kayak lo cantik aja." Lalu mengacak-acak rambut panjang Aquila.
"IHH, INI UDAH DIRAPIHIN!" rengek Aquila. Altair terkekeh. "Lo make up kayak orang gila aja gue tetep sayang."
"Sa ae kambing conge," kekeh Aquila. "Eh bentar lagi mulai, kita mau ke mana dulu nih? Apa mau langsung kumpul?" lanjut Aquila.
Tringg.
Altair mengecek ponselnya, terdapat pesan dari abang Go-Car. Pesan itu berisi:
Go-Car: saya sudah sampai di depan hotelnya, Mas.
Read."Aqua, tolong bantu gue. Sampein permintaan maaf gue ke Pak Endang dan Pak Iwan." Altair masuk ke dalam kamarnya lagi untuk mengambil tasnya yang berisikan baju. "Kenapa woy?!" sentak Aquila panik.
"Gue gak tau ya harus gimana. Ini jalan satu-satunya, Alula diculik sama anggota geng lain, geng itu musuh dari anak Archer. Terus tadi ada penyerangan, dan semua temen gue kalah. Gue duluan." Altair berlari menuju luar hotel. "BADAN!" Aquila mengejarnya, tetapi tangannya ditarik oleh Althaf.
"Lo mau ke mana? Bentar lagi Olimpiade mulai," cegah Althaf. "Adik lo diculik, Al. Badran mau nyusul, katanya ada penyerangan mendadak dari geng musuh lo!"
"Gue harus apa? Kita harus apa, Al?!" Aquila mengguncangkan tubuh Althaf, berusaha untuk menahan tangis. "Alula dalam bahaya, gue harus ke sana!"
"Jangan! Gimana sama Olimpiadenya? Please," mohon Aquila. Air matanya sudah tak bisa dicegah lagi, sialnya ia menangis untuk ke sekian kali. "YA TERUS GIMANA?! LULA ADIK GUE, QUILA!" desisnya dengan suara tinggi. Althaf memukul dinding tembok berulang kali, mengacak rambutnya frustasi.
"Coba lo bayangin jadi gue sama bang Badran, pasti lo gak akan bisa tenang aja, La," imbuhnya dengan suara merendah. "Gue tau, Al. Tapi kita juga gak bisa kecewain pihak sekolah."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALTAIR BADRAN [REVISI]
Teen FictionCerita ini adalah cerita generasi kedua dari cerita ADITYA, selamat membaca cerita ALTAIR DAN AQUILA❤❤❤ Altair Badran Dhananjaya nama yang bagus jika didengar, tapi tidak dengan sikapnya. Altair adalah seorang Playboy, pemalak, dan badboy karena suk...