Part 06

95 19 18
                                    

Happy Reading❤

Setelah hujan berhenti, Altair sekeluarga menuju makam.  sampai di pemakaman, semuanya turun dari mobil dan langsung menuju kuburan Megan. Mereka semua berdoa untuk Megan. Megan adalah adik Arkhan-adik sepupu Adit yang meninggal karena ada seseorang yang ingin membunuh Adit, tetapi salah sasaran yaitu mengenai Megan dan saat itu, Megan meninggal di tempat.

Altair sengaja membuka kacamatanya di pemakaman, banyak perempuan yang melihatnya di pemakaman. Semuanya nampak ingin teriak saat Altair melakukan itu. "Buset lo, di sini aja masih bisa sok ganteng, nanti kalau mereka semua teriak-teriak gak jelas, terus orang dalam kuburan bangun, baru tau rasa lo!" celetuk Althaf asal.

"Heh, ngomongnya!" tegur Gema. "Tau nih ngomongnya," sambung Fabian.

Althaf tersenyum tipis dan nampak terpaksa. "Kok gue yang disalahin?!"

Altair menahan Althaf yang ingin bicara lagi dengan jari tunjuk didepan mulutnya. "Cukup sudah, tak perlu merayu," ujarnya dengan berjoget-joget tidak jelas.

Gema menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, sementara Fabian mengelus dadanya sabar melihat tingkah konyol sepupunya itu. Gema berdecak, "Tolong dong ini yang pelihara cacing kremi siapa," ucapnya dengan kurang ajar bertujuan menyindir Altair.

"Aku? jadi duta shampo lain? Hahaha dulu pernah pake santan, sekarang pake kelapa dan jadilah cacing kremi." Altair tertawa keras diikuti yang lainnya.

"Sinting," sindir Adit. "Kalian tuh harusnya berdoa, bukan malah ketawa dan nyanyi-nyanyi gak jelas," ketus Arkhan, mereka semua langsung diam mendengar nada ketus Arkhan.

"Iya, maaf," serempak mereka. "Tau nih, orang lagi pada doa juga kalian malah berdiri terus nyanyi-nyanyi, joget-joget, gak ada akhlak lo semua!" tegas Alula.

"Lula," tegur Nadjwa dengan lembut agar Alula tidak membesarkan masalah yang sedang terjadi. Keempat cowo itu mulai berjongkok dan berdoa, mereka sedih karena mereka tidak bisa melihat wajah almarhumah Megan sebelumnya, mereka juga menyesal telah bercanda tidak jelas di pemakaman.

"Dari sini, ambil hikmahnya aja. Jangan suka tertawa disaat orang lain berduka, itu gak baik, itu sama aja kalian jahat," kata Arman-kakek buyut mereka. "Kita ini lagi menumpahkan tangis kerinduan sama Tante Megan, tapi kalian malah bercanda," cetus Dewi yang merasa kesal.

"Maaf." Hanya itu kata-kata yang mereka lontarkan sejak tadi. Setelah selesai berdoa, semuanya beranjak berdiri. Altair berdiri disamping Arman. "Kalau orang tertawa disaat kita lagi menderita, apa kita gak boleh baleas dia, Kek?" tukas Altair seperti anak kecil yang baru paham atas hal itu.

"Jangan, gak boleh. Biarin aja dia lakuin itu sama kita, tapi kita jangan. Nanti lama- kelamaan juga dia malu sendiri, karena pas dia berduka kita gak pernah ngetawain dia tapi dia malah ngetawain kita, nanti juga dia sadar," jelas Arman.

Altair manggut-manggut mengerti. "Tolong! Ada orang pingsan!" teriakan itu mampu membuat semua keluarganya menoleh ke asal suara. Buru-buru mereka menghampiri orang yang berteriak.

"Kenapa, Mba?" tanya Nadjwa pada salah satu orang. "Dia pingsan, Mba, dan saya gak kenal," jawabnya.

Altair, Althaf, Fabian, dan Alula terkejut saat mendapati orang yang pingsan itu. "Aquila!" teriak Alula yang langsung menerobos ramainya orang yang berkerumun untuk melihat Aquila.

"Aqua?" Altair terkejut bukan main, ia berjongkok disebelah Alula dan ikut menggoyangkan tangannya. "Kalian kenal?" tanya Riyana pada keduanya.

"Ini cewe yang sering buat ribut sama Altair di sekolah, Mi," jawab Altair. "Ini Aquila?"

ALTAIR BADRAN [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang