62. Singularity

1.2K 63 96
                                    

"Aku tahu." Hoseok tersenyum. Suaranya terdengar pasrah.

"Kau tahu?"

Hoseok mengangguk. "Bahkan, kalau kau memutuskan untuk memilihku, aku yang akan meninggalkanmu." Ia memelukku erat.

"Aku tidak layak buatmu. Kau benar, bahkan hanya 2 hari dalam sebulan pun aku tidak bisa luangkan buatmu. Ada orang lain yang lebih layak buatmu, yang terus menunggumu selama ini."

Aku menyandarkan kepalaku di dada Hoseok. Tenggorokanku terasa tercekat, mataku terasa panas. Ia menyenderkan dagunya di kepalaku. Kami berpelukan dalam diam. Tenggelam dalam pikiran kami masing-masing.

Ia menatapku dalam. "Jadi, malam ini, akhirnya?"

Aku balas menatapnya. "Ini, terasa benar-benar seperti putus."

"Apakah terasa sakit, disini?" Ia bertanya, menunjuk dada kiriku.

Aku menggeleng. "Aku malah, merasa...entahlah, lega?"

"Kalau begitu, ini keputusan yang tepat." Hoseok mengecup dahiku. "Kau ingat dulu waktu kau putus dengan Jin hyung? Kau menangis berhari-hari."

Ia mendorongku menjauh. Mengelus kepalaku. "Kurasa, kau selalu tahu siapa yang sebenarnya kau inginkan. Aku yang harus minta maaf, selalu menarikmu mendekatiku dan membuatmu bimbang."

Aku memandangnya dalam, tersenyum miris. Ia benar. Selama ini, aku tahu kalau aku tidak akan bisa memiliki Hoseok. Tapi di sudut hatiku yang terdalam, ada keserakahan untuk tetap mempertahankannya.

"Terima kasih buat selama ini." Kubisikkan kalimat itu pelan.

Hoseok tersenyum lebar. Kami sejenak hanya berpandangan. Ia memejamkan matanya, lalu menciumku.

Seharusnya aku menolak. Aku tahu kalau yang kulakukan bertentangan dengan apa yang baru saja kuucapkan. Tapi aku tidak bisa menahan diriku.

Aku membuka bibirku, menerimanya. Merasakan lembutnya bibirnya, kenyalnya lidahnya. Tanganku memeluk leher Hoseok erat. Tubuh kami makin merapat.

Panas tubuhnya menyesap melalui pakaianku. Kakinya menekuk masuk diantara sela kakiku, terasa celana jeans nya menggesek pahaku kasar. Lidah kami saling bercumbu, seiring dengan tangannya yang terus turun lalu meremas bokongku dengan keras.

"Aku, datang kemari masih sebagai friend with benefits mu." Aku berbisik diantara kecupan kami. "Let's break up after this."

"Owh." Hoseok meringis. "Kau mau breakup sex?"

"Sangat." Aku berjinjit. Membenamkan bibirku di leher Hoseok, menjilatinya dengan lapar.

"Bagus. Karena aku juga mau." Hoseok meremas payudaraku. Mulai membuka kancing kemejaku. "Akan kubuat kau menjeritkan namaku malam ini, Bora!"

Aku tertawa. "Yeah. Coba saja."

Aku berlutut, membuka kancing celana Hoseok lalu membetotnya turun. Kejantanannya tegang di depan wajahku.

Kugenggam dirinya dengan kedua tanganku. Lidahku menjalari semua bagiannya. Bibirku mengecupinya. Lalu kubenamkan seluruhnya kedalam mulutku. Menghunjam tajam, memenuhi semua ceruk didalam rongga mulutku.

"Euuurrggghh." Hoseok mengerang kencang. "Kenapa buru-buru? Ahhh... Kapan terakhir kau melakukannya?"

Aku mengeluarkan dirinya dari mulutku. "Dua tahun lalu. Bersamamu. Sehabis kencan makan malam kita."

"Hah?" Hoseok terkejut. "Selama ini kau tidak pernah?"

Aku meliriknya nakal, menggeleng. "Kau yang terakhir." Kukulum kejantanannya, bergerak keluar masuk dengan hisapan kencang. "Aaa... Hhh.... Dan yang pertama."

Master's Mind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang