59. Am I Wrong

1K 73 40
                                    

1 Januari. 2 tahun sudah aku meninggalkan Korea, karirku, orang tuaku. Juga Seokjin dan Hoseok.

Aku memandang pemandangan kota dari jendela apartemenku. Langit yang keabu-abuan membuat sinar matahari berpendar pucat. Suhu udara menurun seiring matahari yang mulai tenggelam. Wajahku yang terterpa sinar matahari mulai berkeringat, walaupun punggungku membeku terkena hembusan AC.

Dadaku berdebar. Tegang. Aku ambil sebatang rokok dari kotaknya, lalu kunyalakan. Kusesap asapnya dalam-dalam, lalu kuhembuskan perlahan keluar jendela yang terbuka.

Rokok, selalu berhasil membuatku tenang.

Kupandang ponsel kuning di tanganku yang bebas. Ponsel ini sudah 2 tahun tidak kunyalakan. Kugigigiti bibirku, dan dalam helaan napas panjang kutancapkan chargernya ke stop kontak.

Tanda baterai terisi mulai menyala. Tidak berapa lama, ponsel itu menyala otomatis. Kubuka setting, dan kusambungkan ponsel itu ke WiFi di apartemenku.

Begitu WiFi tersambung, ponsel itu bergetar tidak ada habisnya. Kuletakkan barang itu di meja. Aku memilih melamun sambil menghabiskan rokokku.

Akhirnya ponsel itu berhenti bergetar. Aku langsung mengambilnya, dan membuka aplikasi chatting.

Hanya satu nama yang ingin kulihat. Nama itu yang mengirimkan hampir seribu pesan dalam 2 tahun ini.

Belum sempat aku membuka pesannya, ibuku menelepon ke ponselku yang satu lagi. Aku letakkan ponsel itu kembali di meja untuk menerima telepon dari ibuku.

Ibuku memintaku buat menyalakan TV. Aku melakukannya. Menontonnya. Lalu tersenyum lebar.

- - -

2 tahun lalu, malam itu, saat aku menangis tersedu-sedu karena Seokjin tidak membalas satupun telepon atau pesanku, dan meninggalkan cincinnya di meja rias, Ahreum menemaniku semalaman. Mengurus semua kebutuhanku.

Di apartemen Seokjin, aku merasa sangat kesepian. Apartemen ini begitu besar, kosong. Suara langkahku saja bergema saat aku berjalan.

Saat itu Ahreum yang menggenggam tanganku. Ia menawariku untuk meninggalkan semua cerita di Korea Selatan, lalu pindah bersamanya ke Indonesia.

Ia akan dipindahkan oleh kantornya dari cabang Korea Selatan ke Indonesia. Ia bilang, ia punya beberapa teman yang sudah berada di Indonesia, beberapa mungkin bisa memberiku pekerjaan disana.

Aku langsung mengiyakan. Tekadku sudah bulat untuk meninggalkan Seokjin dan Hoseok. Mengubur semua cerita kami.

Malam itu, aku dan Ahreum mengemas semua barang yang bisa kubawa kedalam 2 koper dan 1 tas punggung. Kami langsung meninggalkan apartemen itu lalu tinggal di apartemen Ahreum.

Aku mengundurkan diri dari kantor seminggu setelahnya. Menolak mendiskusikan apapun, berkeras kalau ada memiliki urusan pribadi yang membuatku harus mengundurkan diri.

31 Desember. Saat semua orang menuju Korea Selatan untuk merayakan Tahun Baru, aku dan Ahreum berada di dalam pesawat menuju Indonesia untuk menyongsong hidup baru kami.

Dalam perjalanan aku membaca tentang pertunjukan new years eve BTS di Amerika yang sukses besar. Sungguh aneh bahwa aku tidak merasa sakit sedikitpun.

Aku justru terharu. Bangga dengan pencapaian mereka, dan berharap pilihanku ini pilihan yang tepat.

Sayap Seokjin akan mengembang luas sekarang, ia akan terbang lebih tinggi, tanpa aku yang terus membebaninya.

Lalu aku mematikan ponsel Koreaku.

Tinggal di Jakarta ternyata lebih mudah daripada yang kukira. Panggillah aku kuper, tapi Jakarta jelaslah setara dengan Seoul atau Busan, sama sekali bukan desa seperti yang awalnya kukira.

Master's Mind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang