37. Come Back Home

1.7K 79 16
                                    

Pada awalnya aku ingin membatalkan cutiku. Bekerja seperti biasa, bisa jadi distraksi yang bagus.

Tapi, kupikir, semua bagian di kantor akan mengingatkanku pada Seokjin. Aku mendongak, mencegah air mata jatuh dari mataku. Kupijat-pijat batang hidungku. Sekarang aku mengerti alasan staf satu kantor tidak boleh berpacaran.

Ponselku di saku berbunyi. Tiga kali berturut-turut. Sejak malam itu Seokjin menchatku tanpa henti. Ia sudah sampai di Seoul. Menurut pengakuannya ia sedang bersama keluarganya sekarang.

Tidak satupun chatnya yang kubuka. Setiap kali ada notifikasi, akan langsung kuhapus.

Cukup aneh betapa orang bisa dengan sangat cepat berubah. Seokjin selalu sering menchatku, dulu aku akan langsung membacanya dan membalasnya di detik itu juga pesan itu masuk. Sekarang, aku justru merasa terganggu.

"Bora, hei, Bora!" Shina berteriak memanggilku sambil melambai-lambai.

Aku bergegas menuju ke arahnya sambil menggeret dua koperku.

"Ngapain kau bengong disana?" Shina merangkul bahuku agar aku berjalan lebih cepat ke rombongan. "Kita sudah harus boarding. Kau kelihatan aneh dari kemaren."

Aku diam saja. Mengikuti saja kemana Shina mengajakku.

"Kau bertengkar sama pacarmu?"

Aku tertawa. "Kok tahu?"

"Apalagi yang membuat seseorang bisa bengong ditengah keramaian begini?" Ia memijat bahuku. "Kau cuti kan? Jadikan itu kesempatan buat berbaikan dengannya." Ia mengedipkan sebelah matanya padaku.

Aku tersenyum. Ah, beruntungnya aku dikelilingi orang-orang yang sangat baik padaku.

Sesampainya di Bandara Internasional Incheon dari Jepang, aku memisahkan diri dari staf lainnya. Koper dan tas oleh-oleh buat Ahreum kukirimkan melalui kurir. Lalu aku langsung mengambil penerbangan pertama ke Busan.

Di dalam pesawat aku termanggu memandang keluar jendela. 300 hari. Kami bersama hampir setahun.

Apa yang orang lain lakukan setelah berpacaran selama itu? Mengenalkan pacarnya ke orang tuanya mungkin? Tapi, Seokjin tidak pernah membahas soal itu. Sejujurnya, akupun tidak pernah terpikir untuk mengenalkannya ke orang tuaku.

Hubungan kami, berlanjut dari satu hubungan intim ke hubungan intim lainnya. Pada saat pasangan lain membahas film apa yang akan mereka tonton, kami membahas gaya bercinta macam apalagi yang akan kami coba.

Seks itu membuat kecanduan. Apalagi kalau kau bertemu dengan orang yang menyukai hal yang sama denganmu.

Kurasa, tidak ada yang salah dengan itu. Kami sama-sama nyaman dengan bagaimana hubungan kami berjalan saat ini.

Tapi, dibalik semuanya, aku bisa merasakan kalau kami berdua tidak serius dengan hubungan kami. Mungkin, kami berdua hanya menunggu kapan permainan kami menjadi membosankan, lalu kami akan mencari partner baru yang lebih sesuai.

Masa depan, membangun keluarga dan memiliki anak, sama sekali tidak pernah ada dalam obrolan kami.

Karena itulah, kupikir, kalaupun kami berpisah, itu akan sangat mudah.

Ternyata aku salah.

Bagaimanapun juga, kami menghabiskan banyak malam tidak tidur, mengobrol sampai pagi. Mencuri-curi pelukan dan ciuman di backstage. Merencanakan menyelinap keluar berdua, lalu bercumbu di kegelapan night club atau di kursi belakang taksi.

Dan kadang, apabila kami terlalu lelah, kami hanya akan berpelukan sepanjang malam, saling mencium, mengelus rambut satu sama lain, merasakan hangatnya jemari menyentuh kulit kami, sampai tertidur.

Master's Mind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang