Aku terbangun dengan terkejut. Matahari sudah tinggi. Aku terlambat kerja.
Cepat-cepat kubungkus tubuhku dengan selimut, berlari keluar kamar. Kutemukan Seokjin sedang memasak di dapur. "Jin, kamar mandi dimana?"
Ia menengok. Wajahnya polos tanpa makeup. Tampak ruam-ruam merah di wajah dan lehernya, side-effect dari perawatan-perawatan kulit di dokter yang rutin ia lakukan. "Di dalam kamar ada kamar mandi. Pintunya tepat di balik pintu." jawabnya menunjuk menggunakan sutil.
Aku langsung berlari ke kamar mandi. kupercikkan air ke wajahku, berkumur-kumur. Lalu dengan panik memakai bajuku. Kutatap wajahku di cermin, dan aku membelalak terkejut. Tanganku meraba dengan tidak percaya, apakah ini benar wajahku. Wajah yang dibilang cantik oleh Seokjin kemaren malam. Apa dia sudah buta?
Lumuran maskara dan eyeliner membuat mata dan pipiku menghitam. Lip-tint ku meleber hingga keluar bibir, bahkan hingga ke pipi.
Dengan panik aku keluar dari kamar mandi. Aku mencari-cari di sepenjuru kamar Seokjin, tapi dimana tasku?
Aku berlari keluar kamar dengan tergopoh-gopoh. Seokjin memandangku dengan bingung. "Kau mau kemana?"
"Kerja. Aku sudah terlambat."
"Ini hari Sabtu"
"Ha?"
Dia tertawa. "Ini hari Sabtu. Dan kami tidak ada jadwal. Harusnya kau juga libur hari ini."
"Ponselku, tasku, dimana?"
"Mungkin masih di dekat pintu masuk."
Aku berlari dan menghembuskan napas lega saat melihat tasku disana. Walaupun isinya berhamburan keluar, termasuk ponselku.
Kunyalakan ponselku. Langsung kubuka nama Shina. Aku dalam masalah besar kalau sampai terlambat saat tim sedang ada pekerjaan penting. Syukurlah. Ini benar hari Sabtu. Dan Shina menchatku untuk bilang aku bisa istirahat di rumah karena baru besok siang BTS ada jadwal.
Aku menyender ke rak sepatu dengan lega. mengelus-elus dadaku berusaha meredakan debaran kepanikan yang baru beberapa menit sebelumnya seakan akan membunuhku.
Seokjin tertawa terbahak-bahak saat aku kembali dengan gontai. "Makan dulu, nanti pancake nya keburu dingin." Ia meletakkan satu piring di meja makan, sambil ia sendiri duduk dan mulai memotong pancake nya.
"Kau tidak apa-apa aku terlihat seperti ini?" Tanyaku ragu.
"Kenapa memang? Tadi malam kita gila-gilaan sampai kau menangis segala. Wajar makeupmu jadi begitu." Ia berkata acuh.
"Kau yang bikin aku menangis."
"Paling nggak menangisnya karena enak kan?! Bukan karena aku membatalkan janji."
Aku cemberut. "Bisakah kau jangan ungkit itu lagi?"
"Oh, maaf." Balas Seokjin pendek. Tapi ia sekarang melihat ke wajahku dan mengelus tanganku.
"Kau nggak perlu khawatir bersamaku. Kau akan tinggal bersamaku, tapi kau tidak mau aku melihat mukamu tanpa makeup?" Ia menyeringai mengejek. "Kamu mau pakai makeup 24 jam setiap hari? Tidak mungkin kan?"
"Tetap, sebaiknya aku mencuci muka dulu. Boleh kupakai face wash mu?"
"Pakai saja." Seokjin menjawab tanpa menoleh ke arahku, perhatiannya sudah kembali ke ponselnya "dan kalau kau butuh ganti baju, di closet, di bagian paling kiri bawah ada box merah tua, itu isinya baju perempuan."
"Oke. Terima kasih." Ucapku pendek kembali berjalan ke kamar mandi. Aku sudah malas menanyakan kenapa Seokjin sampai punya baju perempuan. Dengan gaya hidup seperti mereka, kurasa aku sudah tahu jawabannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Master's Mind [COMPLETED]
Fanfiction⚠️ 21+ 🔞🌚 Underage jangan baca ⚠️ update 2-3x seminggu. Aku adalah milik mereka semua. Tubuhku sudah bukan lagi milikku. Tapi hatiku hanya untuknya satu. Master, aku rindu. Kembalilah padaku. ••• Isi story ini: - Very graphic/explicit sex scenes i...