36. Does That Make Sense?

1.9K 81 40
                                    

Aku mengedip-ngedipkan mataku perlahan. Tiap kali aku memejam, aku meyakinkan diriku kalau ini adalah mimpi buruk, dan pada saat aku membuka mataku aku akan melihat langit-langit putih kamar hotelku.

Tapi, yang kulihat setiap kali aku membuka mata adalah Seokjin yang bercumbu mesra dengan Jungkook.

Jari-jari Seokjin membingkai wajah Jungkook yang rupawan, bibirnya terbenam dalam bibir Jungkook. Tangan Jungkook merengkuh erat punggung Seokjin, menarik tubuh Seokjin mendekat semakin rapat ke tubuhnya.

"Mmmhhh..." Seokjin mulai menggumam.

"Jin-hyung, I miss you." Jungkook berkata manja.

Seokjin menepuk pelan pipi Jungkook. "Sudah berapa lama sejak terakhir kita bersama?" Ia membuka t-shirt yang dipakainya, melemparkannya ke ujung tempat tidur.

"Sejak kau bersama Bora." Jungkook mulai membuka sweaternya.

"Sudah selama itukah? Kau harus cari pacar juga buatmu sendiri." Seokjin duduk di tempat tidur. Ia mendongak memandang wajah Jungkook yang menunduk memandangnya. Tangannya mulai menurunkan celana pendek yang Jungkook pakai.

"Aku tidak mau punya pacar."

"Pet ku yang manis ini" Seokjin tersenyum, mengelus dagu Jungkook. "Jadi kau ingin apa sekarang?"

"Aku mau kau, Master."

Segalanya terlihat seperti slow motion. Tapi semua percakapan, kata-per-kata terdengar begitu jelas. Menyakitkan. Seperti suara geritan paku di kaca.

Pet? Master? Mataku mulai berkaca-kaca. Kesadaran mulai muncul dalam diriku. Jadi aku bukan satu-satunya? Bagaimana dengan pacar? Berapa pacar yang Seokjin punya?

Jungkook menatapku dengan datar, mata bulatnya mengerjap-ngerjap. "Hyung, kau sudah ada kesepakatan dengan Bora mengenai yang akan kita lakukan sekarang?"

Seokjin melirikku. Sekejap mata kami bertemu. Ia langsung mengalihkan pandangannya kembali ke Jungkook, tersenyum meyakinkan. "Tidak usah pikirkan dia. Malam ini, aku lebih ingin kau."

Aku bisa merasakan ekspresi di wajahku menghilang. Tenggorokanku terasa tercekat. Mataku panas. Aku tahu, seharusnya aku menutup saja mataku. Tapi itupun tidak bisa kulakukan. Sesuatu dalam jiwaku remuk hancur.

Jungkook membungkuk. Mencium Seokjin dengan bernafsu. Aku bisa mendengar jelas kecapannya saat bibir dan lidahnya beradu dengan bibir dan lidah Seokjin.

Jungkook merunduk semakin rendah. Semakin rendah lagi. Sampai akhirnya mereka berdua berbaring di tempat tidur, tanpa busana. Bibir mereka tidak pernah terlepas, seperti sepasang remaja yang merasakan nikmatnya ciuman pertama. Tangan Seokjin mengelus-elus dada Jungkook. Sementara Jungkook meremas pantat Seokjin keras hingga meninggalkan bekas memerah.

"Kau banyak berolahraga belakangan" tangan Seokjin meraba tonjolan otot di tangan, dada dan paha Jungkook. "Badanmu jadi lebih bagus. Menggiurkan." Ia tertawa kecil.

Mataku kering. Aku bahkan tidak mampu mengedipkan mataku sendiri. Rasa sakit menjalar, dari dalam tubuhku, menuju ke semua sendi, otot dan kulitku. Membungkusku ketat. Membuatku mati rasa.

Aku orang yang sangat mudah menangis. Tapi, saat ini, tidak setetespun air mata keluar.

Mungkin, karena bahkan aku sendiri tidak bisa memahami perasaanku saat ini. Perasaan marah, sedih, bingung, takut, terperangkap dan ribuan perasaan lain beraduk dalam hatiku.

Aku tidak bodoh. Selama kami bersama aku menyaksikan betapa terbukanya Seokjin. Dia petualang yang suka mencoba segalanya, apabila itu berhubungan dengan seks.

Master's Mind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang