Aku terbangun karena sinar matahari yang memancar terang dari jendela. Bahuku terasa dingin dan tanganku membeku. Aku menunduk, menghela nafas pasrah.
Tidak ada sehelai benangpun di tubuhku. Seokjin tertidur pulas di sebelahku, juga tidak berpakaian.
Kuraba sela pahaku. Basah berlendir. Damn. Berapa kali kami melakukannya tadi malam? Aku benar-benar lupa untuk memberi tahu Seokjin kalau aku tidak mengkonsumsi pil lagi semenjak pindah ke Indonesia.
Aku mengerang. Bukan permulaan yang baik untuk hamil di malam pertama kami bertemu kembali.
Mendadak kepalaku terasa pening. Kutekan dahiku dengan satu tanganku, sementara tanganku yang lainnya menarik selimut menutupi dadaku. Apa yang terjadi semalam, aku tidak begitu ingat.
Meja makan tampak sangat berantakan. Tumpahan makanan dan minuman dimana-mana. Siapapun yang melihatnya akan berpikir ada segerombolan anak balita yang menginap di kamar ini.
Botol vodka kosong tergeletak di meja kecil samping tempat tidur. Sebagian isinya tumpah ke lantai. Aku bisa mencium bau alkohol di nafasku, juga di tubuhku.
Kupijat-pijat kepalaku. Bibirku terasa bengkak dan kering. Tenggorokanku serak dan panas. Kukucek mataku. Detail kejadian tadi malam, perlahan tersusun menjadi rangkain cerita dalam kepalaku.
- - -
Aku membuka pintu kamar mandi. Seokjin berdiri di depannya dengan wajah khawatir.
"Seokjin, kau tidak apa-apa?" Aku bertanya dengan khawatir.
"Kenapa kau lama sekali di dalam?"
"Lama? Aku didalam hanya 10, eng, 15 menit?!" Aku mengerjapkan mataku kebingungan.
"Tapi, tidak ada suara apapun!!" Seokjin menjerit dengan nada melengking.
"Aku sedang chatting. Kurasa aku lupa waktu. Maafkan aku tidak segera membuka pintunya."
"Kukira kau...kukira...ah, pikiranku..." Seokjin menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
Aku mengerti rasanya berada dalam kondisi seperti Seokjin sekarang. Pikirannya memutar berbagai skenario yang menakutkan baginya, bahkan yang tidak masuk akal.
Kusentuh kedua tangannya, perlahan tangan itu membuka, memperlihatkan wajahnya yang pucat dan matanya yang sedikit memerah.
"Maafkan aku." Suaranya bergetar.
"Tidak apa-apa." Kekesalanku pada Jungkook sudah benar-benar hilang, tergantikan dengan rasa bahagia yang berlebihan.
Aku tidak bisa berhenti tersenyum. Kedua tanganku perlahan melingkari pinggangnya, memeluknya erat. Betapa aku ingin Seokjin juga bisa merasakan betapa senangnya aku saat ini.
Segalanya seperti slow motion.
Kedua tangan Seokjin terangkat mengelus wajahku, membingkainya. Ia memejamkan matanya, lalu perlahan mendekatkan wajahnya ke wajahku. Bibirnya perlahan merekah.
Dadaku berdebar kencang, aku bisa merasakan kulitku memanas. Aku yakin wajahku pasti semerah tomat.
Seokjin menciumku. Sangat pelan. Bibirnya hanya menempel ke bibirku. Lidahnya menyentuh bibirku sedikit dengan sangat lembut. "Boraku. Purple puppyku." Ia mengerang.
"Kau anak anjing yang sangat nakal." Tangan Seokjin menyelinap kedalam t-shirt yang kupakai. Mengelus pinggulku, perutku lalu naik ke payudaraku. "Kau meninggalkan tuanmu tanpa kabar selama ini."
Aku menangkap tangannya kencang, lalu mengeluarkannya paksa dari balik pakaianku. Rona wajah Seokjin langsung berubah, ia tampak sedih.
"Jangan sekarang. Aku ingin makan." Aku berjinjit, lalu mengecupnya lagi. "Dan aku, benar-benar rindu ngobrol denganmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Master's Mind [COMPLETED]
Fanfiction⚠️ 21+ 🔞🌚 Underage jangan baca ⚠️ update 2-3x seminggu. Aku adalah milik mereka semua. Tubuhku sudah bukan lagi milikku. Tapi hatiku hanya untuknya satu. Master, aku rindu. Kembalilah padaku. ••• Isi story ini: - Very graphic/explicit sex scenes i...