71. Louder than Bomb

1.5K 55 74
                                    

Seokjin memejamkan matanya rapat-rapat. Tangannya terkapar di perutnya yang rata, dan kakinya meringkuk lemas.

Dadanya naik-turun, bersamaan dengan napasnya yang berat dan erangan lemah yang lolos dari bibirnya.

"Aku lelah." Ia mengeluh. "Sangat lelah."

Aku bangkit, mulai membuka lingerieku yang mulai terasa tidak nyaman. Bahannya terasa lengket, bahkan sedikit koyak.

Kubiarkan kostum itu jatuh ke lantai. Belt nya berdenting saat beradu dengan lantai keramik.

Seokjin perlahan membuka matanya. Ia menatapku dengan tatapan yang sulit kuartikan. Ada kepuasan disana, rasa sayang, ketakutan, juga keinginan untuk merasakan lebih banyak kenikmatan.

Ia tampak sangat berantakan. Telanjang bulat dengan memar disekujur tubuhnya. Noda hitam di sekitar matanya dari makeup yang luntur. Bibirnya yang bersemu merah dari lipstikku. Rambutnya yang lengket dan basah oleh keringat.

"Bangun, Seokjin." Aku berkata pelan. Duduk di pinggiran bathtub dan menyepak-nyepak pelan tubuhnya. "Kau sudah janji akan membuatku menjerit-jerit malam ini."

Seokjin memaksakan bangkit duduk dengan erangan pilu. Kedua tangannya menggosok wajahnya. Ia memandangku lekat, lalu tersenyum.

Diseretnya tubuhnya mendekatiku, lalu kepalanya merebah di pahaku.

"Sakit?" Aku bertanya pelan sambil mengelus rambutnya.

"Sedikit. Pernah lebih buruk." Bisiknya. Tangannya mengelus pahaku perlahan-lahan, dan bibirnya sesekali mengecup lututku.

"Kau senang?" Tanyaku lagi, kali ini memainkan jemarinya yang kurus.

Seokjin mengangguk. "Tadi itu, sangat enak. Kau hebat."

Ia mengangkat kepalanya, menatapku langsung. Senyumnya langsung menghilang. "Kau tidak terlihat senang."

"Aku senang kalau kau senang." Aku mencoba tersenyum.

"Bora, berapa kali aku harus bilang, kau tidak boleh memaksakan diri."

"Ssshhh." Aku menempelkan jariku di depan bibirnya, menghentikan rentetan kata-kata yang akan dimuntahkan dari bibir yang ranum itu. "Bagaimana kalau kau penuhi janjimu dulu? Baru kita bicara."

"Okay." Seokjin berdiri. Kakinya tampak goyah, tapi ia mendekatiku dengan yakin.

Tangannya terulur, memilin rambutku. "Depan atau belakang?"

"Depan. Aku ingin minum kau."

"Owh. Okay." Senyum nakal muncul di wajahnya.

"Sebagai pet-mu atau master-mu?"

"Master." Aku mengelus wajahnya lembut.

Tampak sinar kekecewaan di matanya.

Tapi ia membungkukkan tubuhnya dan aku menyambutnya. Bibir kami bersatu. Dari kecupan-kecupan kecil, dengan cepat menjadi ciuman yang panas. Ia merengkuh wajahku erat-erat. Tubuh kami tidak bersentuhan, tapi lidah kami tidak terpisahkan, saling mencumbu satu sama lain.

Perlahan tangannya meremas payudaraku, makin lama makin keras. Saat aku mulai mengerang, tangan itu kembali merayap naik, melingkari leherku, memijatnya.

Pelan-pelan aku masuk ke dalam bathtub. Duduk didalamnya. Seokjin mengikutiku, tapi ia memilih duduk di pinggiran dengan kedua kakinya terendam dalam air.

Perlahan, kedua kakinya membuka lebar. Ia tidak perlu berkata apa-apa, aku sudah mengerti apa yang ia inginkan.

Kugenggam kejantanannya dengan kedua telapak tanganku. Mungil dan lezat. Dengan satu raupan kumasukkan seluruh bagiannya ke dalam mulutku.

Master's Mind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang