73. Butterfly

1.1K 58 48
                                    

Ini hari pernikahanku. Aku tidak ingat tanggal berapa hari ini, kecuali ini adalah satu hari Sabtu yang cukup dingin. Langit mendung, tetapi matahari bersinar cerah. Hari yang tipikal di akhir musim gugur.

Aku duduk di tengah ruangan besar yang hiruk pikuk. Semua orang di sekitarku merapikan makeup, rambut dan pakaian mereka. Staff WO berjalan cepat kesana kemari dengan walkie talkie dan kertas list di tangan.

Tubuhku terbalut coat tebal, dengan beberapa mesin air humidifier yang menyala mengelilingi kursiku. Aku memandang wajah yang terpantul di cermin. Seorang perempuan tanpa cita-cita dari Busan, yang dulu hanya selalu hidup mengikuti arus.

Kupejamkan mataku. Kutarik napas panjang, kutahan sampai hitungan sepuluh, lalu kuhembuskan perlahan.

Saat kubuka mataku, kurasakan ada pandangan yang menusuk di belakang punggungku. Sontak aku menoleh ke arah itu.

"Kenapa kau dulu meninggalkan Seokjin?" Perempuan paruh baya yang duduk di depan meja rias di belakangku bertanya penasaran sambil merapikan bouquet bungaku.

Aku menatap balik perempuan itu, ibu Seokjin, Nyonya Kim. Kutundukkan wajahku agar ia tidak bisa membaca ekspresiku. "Kami bertengkar."

"Hanya itu?" Ia makin penasaran.

Aku mengangguk.

"Apakah Seokjin melakukan sesuatu yang buruk padamu?"

Aku tersentak dalam hati. Lagi-lagi insting seorang ibu memang sangat kuat. Dulu ibuku, sekarang ibunya Seokjin.

Ia tidak menunggu aku menjawab langsung meneruskan perkataannya. "Seokjin, tidak pernah terlalu memikirkan masa depan, atau masa lalu. Dia orang yang hidup buat hari ini. Apa yang dia inginkan, dia lakukan saat ini juga."

"Aku tahu kau shock dengan cara dia melamar." Wanita itu terkikik geli. "Kalau aku menjadi kau, aku juga akan shock kalau tiba-tiba harus menjadi istri dalam 2 minggu saja."

"Kau tahu kalau aku dan bapaknya Seokjin berusaha keras menjodohkan dia selama ini?"

Aku mengangguk.

"Apa Seokjin memberitahumu alasan dia menolak semua gadis itu?"

Aku menjawab ragu "Seokjin bilang, mereka lebih menyukai persona idol dia dibandingkan dirinya yang asli."

Wanita itu tertawa. "Dan kau percaya?"

Wajahku bersemu merah, malu.

"Kau ini naif sekali, ya." Ia tertawa lagi. "Setiap dia selesai blind date, dia akan datang padaku dan berkata "perempuan itu tidak akan mau berkorban tanpa pamrih buatku, tidak seperti seseorang yang aku pernah kenal.""

Ia meletakkan bouquet bunga yang dipegangnya ke meja rias di hadapanku. "Aku tidak pernah melihatnya seperti itu. Tidak bisa meninggalkan masa lalu, dan terus berharap buat masa depan yang tidak pasti." Ia tampak serius. "Bahkan untuk karirnya saja, dia hanya bekerja dari satu target ke target lain. Tidak mengharapkan yang tidak mungkin."

Ia mengelus punggungku. "Jujur, sulit bagi kami untuk meluluskan keinginan Seokjin. Kami tidak tahu siapa kau, latar belakangmu. Tapi, kurasa ia melihat sesuatu dalam dirimu."

Terasa tenggorokanku tercekat, mataku mulai berkaca-kaca.

"Bora, jangan menangis." Ibuku datang menyeka air mataku dengan tissue. "Kalian mengobrol apa Nyonya Kim?"

Ibu Seokjin tersenyum jahil. "Aku hanya tanya, kenapa anakmu ini mau kembali dengan anakku yang bodoh dan kurang ajar itu. Aku tidak pernah mengajarkannya untuk tidak menghargai perempuan, lihat apa yang dia lakukan pada anakmu Nyonya Lee. Tinggal bersama bertahun-tahun, tapi mengaku bujangan ke jutaan fans nya di seluruh dunia."

Master's Mind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang