15. Stigma

2.2K 112 10
                                    

Aku kembali ke kantor keesokan harinya dengan tubuh pegal-pegal. Selangkanganku agak perih, jadi aku harus berjalan pelan-pelan. Kalau boleh jujur, aku dan Jimin agak berlebihan memang kemaren.

Tapi aku tidak menyalahkan diriku sendiri. Siapa yang bisa menahan diri melihat Jimin tanpa busana seharian. Hmm...mungkin ada, tapi aku bukan salah satunya.

Aku tersenyum-senyum sendiri mengingat tubuh Jimin. Tato di bawah dadanya. Dadanya yang hangat. Six pack nya. Ciumannya...

"Bora..."

"Hei, Bora!!!"

Aku terkesiap. Ternyata sedari tadi aku berdiri mematung di depan pintu lift yang terbuka. Shina memandangku dengan wajah geli.

"Pagi Shina." Sapaku sambil tergopoh masuk ke lift.

"Pagi. Tampaknya Bora kita sedang tidak berada di bumi nih." Ia terkekeh. "Bagaimana weekend mu? Rasanya kemaren weekend pertama kau tidak bekerja ya?"

"Ah, iya. Aku pergi keluar kota sama teman." Aku tersenyum lebar, berusaha tampil senatural mungkin.

"Teman istimewa, pastinya." Shina makin semangat menggodaku. "Aku penasaran kalian ngapain saja sih sampai kau bengong begitu."

"Ah, sudah hentikan." Aku merengut. Wajahku terasa panas.

Shina justru tertawa makin keras.

Ketika lift mencapai lantai 5 Shina keluar. Ia tampak bingung melihat aku tidak keluar dari lift. Menekan tombol buat menahan pintu terbuka ia bertanya

"Bora, kau nggak tahu hari ini ada meeting?"

"Meeting?"

"Iya, semua divisi Makeup dan Kostum diminta berkumpul di ruang meeting hari ini. Ada pengumuman penting." Tangan Shina yang terbebas membuat gestur agar aku keluar dari lift.

Aku segera keluar dari lift. Mencoba mengingat-ingat apakah aku menerima undangan meeting?

Selama weekend, tanganku penuh dengan Jimin. Ponselku nyaris tak tersentuh. Sekali waktu aku sempat mengecek ada ratusan notifikasi dari berbagai app dan aku malas mengeceknya.

Shina mengecek ponselnya "Rasanya aku sudah mengirimkan undangannya kepadamu. Hm, apapun yang temanmu itu lakukan pasti dia sangat hebat melakukannya sampai membuatmu tidak mengecek ponsel seharian."

Aku merengut, tapi terus mengikutinya ke ruang meeting.

Meeting hari itu ternyata sangat penting, karena berisi pengumuman mengenai tur dunia disusul rencana untuk merilis album baru.

Segala rencana timeline pekerjaan, konsep kostum, brand-brand khusus yang bekerja sama, semua dijabarkan dengan terperinci. Awalnya aku berusaha mencatat semuanya, tapi Shina menghentikanku. Dia bilang semua detail nanti akan dikirimkan ke anggota tim yang terpilih.

Aku menutup buku catatanku dengan enggan. Aku mengerti maksudnya, kecil kemungkinan aku terpilih masuk ke tim staff tour.

Meeting ditutup dengan pengumuman nama-nama staff yang akan diajak keluar negeri, negara mana dan tugasnya sebagai apa.

Diluar perkiraanku, namaku disebut. Aku melongo tidak percaya.

Semua orang di ruang meeting menengok kearahku. Tapi aku merasakan aura negatif. Sepertinya ada yang salah.

Aku menoleh ke Shina, memohon bantuan. Walaupun tidak jelas juga bantuan apa yang aku harapkan. Tapi ternyata Shina juga menatapku dengan tajam.

Akhirnya, aku hanya bisa menundukkan kepala, kembali membuka buku catatanku, pura2 sibuk mencatat. Sambil terus berdoa supaya meeting ini cepat berakhir.

Master's Mind [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang