03 - Kejadian Yang Tak Terlupakan

6.9K 132 77
                                    

"Woi... kunyuk! Lu teriak sama dengan lu mati. Gue mah gampang aja tinggal buang mayat lu ke kali masa bodo." kata Tagor sambil memelototi diriku.

"Di mana nih kita mainnya?" tanya Jigur.

"Di bak belakang truk gue aja, kan ada terpalnya tuh." kata Jawir.

"Oke!" kata Tagor.

Ketiga pria bertubuh bau itu pun menyeretku, aku dibawa ke parkiran truk lewat belakang deretan bus yang terparkir sehingga tidak ada seorang pun yang nongkrong di warung melihatku. Sementara beberapa supir dan kenek yang lagi duduk-duduk di samping truk mereka juga nampak tidak mempedulikan diriku yang sedang diseret-seret sambil dibekap mulutku.

Aku pun dinaikkan ke bak punggung truk milik Jawir, Jigur menggelar terpal sebagai alas dan Tagor pun langsung melempar diriku jatuh ke atas alas terpal tersebut.

Gedebuk... tubuhku terbentur keras di lantai punggung truk yang keras itu.

Satu persatu lelaki bertubuh besar dan bau itu mendekatiku, Tagor yang paling besar buka baju duluan sampai telanjang bugil, aku bergidik ngeri melihat tubuhnya yang hitam legam mengkilat nampak keringatnya berminyak-minyak. Dadanya berotot besar munjung seperti susu wanita tapi lebar dan bidang, ujung putingnya lebih gelap dari warna kulitnya yang sudah hitam legam dan lebat tertutup bulu-bulu yang terlihat keras keriting-keriting kaku.

Kulihat otot dadanya yang naik turun menunjuk-nunjuk diriku yang akan jadi calon mangsanya.

"Kita udah bayar sama Hadi, sekarang lu harus melayani nafsu seks kita." kata Tagor.

"Gue udah nahan lama banget nih, udah dari kita berlabuh di Merak. Lama duduk di truk bikin peler gue panas." kata Jigur.

"Kalo gue yang penting bisa crot." kata Jawir.

"A—apa maksud kalian??" tanyaku. "Bang... tolong bang... ampuni saya... Jangan perkosa saya..." kataku mengiba.

"Emang lu bisa ganti duit yang udah kita bayarin ke Hadi?" kata Jigur.

"Saya nggak pernah bikin perjanjian apa-apa sama Hadi bang, kalau abang pada mau protes kejar Hadi aja, saya nggak ada urusan." kataku.

"Aaaahh, masa bodo, udah nggak ada waktu, udah sama lu aja, gue udah keburu nafsu!" kata Tagor.

"Bang... jangan bang... ya udah saya ganti yang penting lepaskan saya." kataku.

"Punya duit berapa emang lu?"

"500 bang..." kataku polos.

"BWAHAHAHAHAHA!!!" ketiga orang itu pun tertawa terbahak-bahak.

"Udah mending lu pasrah aja serahkan bool lu untuk jadi memek buat kita bertiga, lagian lu nggak jelek juga, cowok tapi lumayan putih, manis. Udah jangan banyak bicara, diem lu, berani teriak lu MATI!" ancam Tagor.

Satu per satu mereka pun mendekatiku yang gemetar ketakutan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Tangan-tangan mereka yang kasar berbau keringat campur oli mesin mulai melepas kancing bajuku satu per satu dan mulai menggerayangi sekujur tubuhku. Meraba sekujur tubuhku dan meremas-remas geli di dadaku dan mencubit-cubit putingku.

"Putih banget badannya..." kata Jawir.

"Njiing... Kulitnya juga halus, kayak cewek." kata Jigur.

"Pecun sini kalah putihnya..." kata Tagor, "nggak rugi gue bayar."

Rasa geli dan jijik seketika menyelimuti tubuhku, bercampur rasa takut bukan main, tapi tentu saja aku tidak mampu melawan. Aku hanya bisa pasrah tak mampu menebak apa saja yang akan terjadi padaku.

Banci TerminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang