Pada kencan kami berikutnya akhirnya perasaanku benar-benar tidak dapat kutahan, hari ini akhirnya to the point mempertanyakan saat ia baru saja mengantarku pulang ke kos setelah malam kencan kami.
"Mas..."
"Kenapa?"
"Kenapa mas selalu mengajakku keluar seperti ini? Mas selalu baik dan memberiku banyak hal, tapi nggak pernah mengajakku berhubungan badan seperti klien-klienku yang lain. Sebenarnya apa yang mas inginkan."
"Karena aku bukan klien mu." jawabnya.
Degg... entah kenapa mendadak aku terkejut mendengarnya.
"Maksud mas?"
"Apa kamu cuma mau kalau setiap cowok yang kamu temui itu hanya jadi sebatas pelanggan kepuasan seksual?" tanya mas Andra.
"Bukannya emang selalu begitu? Cowok kan cari lonte cuma untuk kepuasan seksual."
"Apakah selama ini aku memperlakukan kamu seperti lonte?" tanya mas Andra.
Degg... entah kenapa kata-kata mas Andra barusan seperti terasa menyentuh batinku.
Aku sadar kalau selama ini hanya mas Andra saja yang datang kepadaku untuk memperlakukanku, tepatnya memperlakukan sosok Rika sebagai wanita normal. Ia tidak seperti cowok-cowok pelangganku yang hanya bertransaksi denganku untuk mencari kepuasan seksual. Tapi selama ini justru aku malah cemas dengan perlakuan mas Andra yang jelas-jelas pedekate denganku, karena aku berubah menjadi wanita menjalani kehidupanku ini hanya semata demi mengumpulkan uang. Aku tidak pernah sama sekali ada niat terpikir untuk menjalin hubungan asmara dengan siapapun.
"Rika..." tiba-tiba ia menggenggam tanganku. "Rika lihat aku..." ia menaikkan daguku membuatku saling bertukar pandang sejajar dengannya.
Baru kali ini aku jadi gugup gemetar saat tanganku dipegang cowok, bukan karena rasa takut, tapi lebih kepada adanya getaran-getaran misterius yang kurasakan di dadaku.
"Rika maukah kamu jadi pacarku?" kata-kata yang kutakutkan akhirnya meluncur dari mulut lelaki di hadapanku.
Baru kali ini aku merasakan yang namanya ditembak cowok, benar-benar membuatku kesengsem malu, ada rasa hangat bergetar di dalam tubuhku, wajahku juga terasa panas, pastilah wajahku memerah sekarang. Anehnya kenapa aku bisa merasakan perasaan dan sensasi ini.
Sekarang bibirku kaku dan lidahku kelu.
"Rika... aku menunggu jawabanmu, ya atau tidak?"
"Mas... a—aku... aku..." aku heran kenapa bibirku gemetar hanya untuk memuntahkan sebuah kata-kata sederhana.
Isi kepalaku carut marut membuatku kehilangan konsentrasi dan aku tidak bisa fokus dengan apa yang ingin kuucapkan. Sepertinya perasaan dan logikaku kini tidak sinkron. Otak dan hatiku mendadak tidak dapat sinergi. Kata-kata yang ingin kumuntahkan terus tertahan di dadaku.
"Mas... aku... aku... nggak..."
"Oke... kamu nggak perlu jawab sekarang, kamu pikirkan aja dulu." kata mas Andra yang langsung menghentikan kata-kataku.
Setelah itu mas Andra hanya membelai lembut di pipiku, tanpa sadar aku mendongak sambil memejamkan mata. Tapi ternyata tidak ada yang terjadi, mas Andra langsung pamit pulang.
Setelah mas Andra berlalu, aku pun terduduk lemas dengan wajah yang terasa panas bukan main.
"Ciyeee... mukanya merah..." tiba-tiba suara Rosa mengejutkan diriku yang masih terduduk di pintu depan kosan.
"Ah sialan lu Ros." kataku.
* * *
Kabar Mengejutkan
KAMU SEDANG MEMBACA
Banci Terminal
Ficción GeneralPERINGATAN: BACAAN KHUSUS 21++ Mengandung unsur LGBT, Transvestisme, Transgender, Transexual, Bigender, Genderqueer. * * * * * * Riko Ivanes memiliki seorang istri yang sangat cantik bernama Indri Arianti, mereka dikaruniai seorang anak lelaki berna...