"Hm, oke kalau gitu ini akan jadi pengalaman pertama lu. Udah lu ikut aja, percaya aja sama gue." kata Rosa.
Malam itu aku dan Rosa sama-sama berdandan dengan baju dress terusan sleeveless tali tipis model backless dengan dalaman BH model strapless. Baju tersebut kami beli diskonan di pasar baju Mangga Dua.
Lalu ia melihat ke layar HP nya, rupanya ia sedang menunggu sebuah panggilan. Tidak lama ia mengangkat panggilan tersebut, bicara beberapa patah kata yang tak kuperhatikan sepertinya ia menawarkan diriku kepada orang tersebut agar bisa ikut bersamanya. Lalu kulihat ekspresinya mengangguk-angguk.
Setelah itu kami membereskan isi tas kami, dompet, alat makeup, parfum, botol gel ukuran kecil, salep antiseptik, betadine dan plester. Lalu Rosa menyuruhku membawa sebuah selendang entah buat apa.
"Oke, sip, yuk jalan." katanya.
Ia mengajakku keluar lewat pintu belakang memutar lewat gang belakang dan lewat jalan sempit, sepertinya ia menghindari jalanan utama karena pakaian kami yang terlalu minim. Jalan sempit itu keluar di samping minimarket dekat kosan. Rosa menggandengku ke sebuah mobil sedan abu-abu silver terparkir di sana.
"Hai Rosa sayang." sapa lelaki paruh baya buncit berkumis yang duduk di kursi penumpang depan, wajahnya bulat dan setengah rambut di kepalanya nampak sudah hilang. Lelaki itu nampak pede dengan kancing baju kemejanya yang sengaja dibiarkan terbuka dua kancing memperlihatkan dadanya yang berbulu keriting-keriting. Kulihat di jemarinya yang gendut terpasang banyak cincin emas dan batu diamond.
"Hai... Om Ken." sapa Rosa sambil tanpa ragu berciuman mesra dengan gadun tua buncit setengah botak itu. Sreeett... tiba-tiba beberapa lembar uang warna merah masuk ke selipan belahan toketnya. Rosa mengambil uang itu dengan senyuman nakal dan memindahkannya ke dalam tasnya.
Wuiih pantesan Rosa mau, gadunnya royal dan kaya tajir melintir, kataku dalam hati.
"Oh iya, ini temen kamu yang kamu bilang itu?" tanya om Ken.
"Eh, i—iya..."
"Kenalkan nama saya Aman Sukentot, panggil saya om Ken ya sayang." katanya kepadaku.
"Ri... Rika Om... Rika Vanessa..." kataku sambil menyalami om Ken.
Sreeet... tiba-tiba tanganku ditariknya hingga aku mendekat dan wajahku kini berada seujung jari dengan wajah gadun bertubuh bulat itu. Lalu om Ken mencium leherku membuatku sedikit geli-geli.
"Mmmmhhhhh... aahhh..." si gadun nampak sedang menghirup aroma tubuhku seperti aku sebuah makanan saja. "Rosa... kamu koq nggak pernah bilang kamu punya temen secantik ini? Kenapa nggak dari dulu kenalin sama om?"
"Anak baru ini om, kan om sukanya yang udah berpengalaman katanya."
"Ah, kata siapa. Rika ini waria juga kan?"
"Dia banci om."
"Perfecto!!" kata om sambil tersenyum nakal dan mencubit pipiku.
"Tititnya gede?" tanya om kepada Rosa.
"Kecil om... kayak itil." balas Rosa.
"Semakin perfect!! I love it." balas om.
"Rika sayang." kata om Ken lalu ia memberi isyarat dengan jarinya yang pendek, bulat dan tebal, menyuruhku untuk kembali mendekat. Aku sedikit ngeri melihat jari telunjuknya yang sebesar burungku yang kalau masih dalam posisi netral.
Kalau tiga bulan yang lalu aku masih pemalu dan gugup depan orang baru, sekarang aku mulai terbiasa. Tanpa takut dan malu-malu aku mendekat, dan langsung saja tanpa tedeng aling-aling bibirku jadi sasaran congor gadun, disosor sama bibir gadun tuwe yang berliur-liur sedikit bau rokok kretek Djaroem Pentul 69. Setelah puas mencicipi bibirku aku mendapat jatah sawer tapi cuma lembaran biru, yah lumayan lah, mungkin karena ciumanku yang kurang memuaskan, atau karena aku orang baru atau mungkin juga karena aku belum punya toket yang padet mengkel seperti Rosa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Banci Terminal
General FictionPERINGATAN: BACAAN KHUSUS 21++ Mengandung unsur LGBT, Transvestisme, Transgender, Transexual, Bigender, Genderqueer. * * * * * * Riko Ivanes memiliki seorang istri yang sangat cantik bernama Indri Arianti, mereka dikaruniai seorang anak lelaki berna...