06 - Sentuhan Rosa

6.5K 103 137
                                    

Entah siapa yang memulai tiba-tiba kami sudah berciuman dengan saling memagut. Rosa begitu lihai berciuman, meresapi setiap sudut bibirku, aku dapat merasakan betul kulumannya yang menghisap begitu erat dan dalam. Entah bagaimana aku menjelaskannya, aku hampir lupa rasanya berciuman, sensasi ketika pembuluh darah berdesir mengalir deras, jantung yang terpacu kencang. Sungguh nikmatnya bukan main, aku benar-benar tidak menyangka ketiban rejeki apa aku tiba-tiba bisa berciuman mesra dan erotis seperti ini bersama seorang wanita cantik yang boleh dibilang baru saja kukenal.

Nafas kami sama-sama ngos-ngosan, setelah saling menarik nafas kami lanjut lagi foreplay ciuman basah nan erotis itu sampai lidah kami saling menjulur menjilat satu sama lain.

Aku dan mantan istriku saja tidak pernah berciuman sampai sedekat, sebasah dan sehangat ini. Selama menikah dengan Indri, ia hanya mau berciuman bibir itu pun sebentar saja, setiap aku menciumnya lebih lama ia selalu banyak alasan untuk menghindar, apalagi ciuman yang lebih basah, ia selalu menolak dengan alasan jijik, tidak suka basah-basahan dengan air liur.

Rosa menarik tanganku dan meletakkannya di atas toketnya, aku yang sudah mendapat lampu hijau tentu tidak menyia-nyiakannya, kuraba dan kuremas sepasang aset bukit kembar yang begitu empuk, kenyal, benar-benar bulat sempurna, penuh berisi.

"Uuuunnghh..." Rosa melenguh sampai mendongak saat kuremas buah dadanya itu.

Akhirnya karena sudah tak tahan kami pun saling melepas pakaian, Rosa melepas kemeja dan celana yang kukenakan begitu pula Rosa juga kutelanjangi hingga bersisa BH dan celana CD short ketatnya saja. Tangan Rosa langsung meraba ke burung mungilku.

"Ih... kecil banget Rik punya lu..." kata Rosa.

Aku pun murung mendengarnya, aku jadi teringat mantan istriku yang terang-terangan mengatakan kalau aku pemain seks yang payah dan tidak memuaskan.

"Tenang aja say, jangan berkecil hati. Justru enak kan punya barang kecil gini, sensitifitasnya luar biasa." katanya lagi.

"Tapi nggak bisa puasin cewek..." kataku.

"Kata siapa?" balas Rosa.

"Katanya kurang nendang kalau kecil."

"Hmm... kamu belum tau aja, banyak koq jutaan variasi cara untuk memuaskan cewek nggak cuma modal pentungan jumbo." balas Rosa.

Tanpa menunggu lagi Rosa menurunkan celana kolor yang kukenakan dan menyuruhku menyandar di dinding dan ia pun berjongkok di depanku, lalu tanpa ragu ia mengoral organ sensitif di selangkanganku itu. Mulutnya dengan mudahnya melahap burung mungilku, seluruh batangku masuk ke dalam mulutnya tanpa sisa sama sekali. Sembari batangku dikulum rapat oleh jepitan mulutnya, kulit zakarku dijilat-jilatnya, sungguh kombinasi yang membawa kenikmatan luar biasa.

Cukup lama aku menikmati hisapan Rosa yang naik turun menyedot-nyedot bagian intimku sampai aku mulai berdenyut-denyut hingga lututku terasa semakin gemetar.

"Roos... Rooos... ngliu Ros... gue mau pipiiiss..." kataku sambil mengerang dan mendesah.

Lalu tiba-tiba dihisapnya kencang sembari ditarik dari pangkal dan berhenti di ujung palkonku. Saat berhenti di sana, lidahnya menari memutari sambil tetap menghisap.

"Aahh... aah... Rooos... geli Rooos... gue nggak kuat..." erangku dengan nafas yang melenguh-lenguh.

Serrrr... terasa cairan mengalir geli di sepanjang saluran kencingku.

Hisapan Rosa sukses membuatku merasakan melayang-layang dan berdenyut-denyut.

"Gue orgasme Ros..." kataku yang terengah-engah...

"Belum... lu belum orgasme..." katanya.

"Apa??"

"Sekarang baru lu orgasme." katanya sambil menekan sebuah bagian titik pertemuan sebuah urat saraf di antara pertemuan kantung zakar dengan lubang analku.

Banci TerminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang