Sesuai janji mas Andra membantuku untuk menyiapkan seluruh akomodasi untuk kepergianku ke Jogja, aku minta Rosa ikut menemaniku. Dengan segala akomodasi yang diberikan oleh mas Andra, aku dan Rosa pun berangkat ke Jogja menggunakan pesawat terbang. Kami mengambil jadwal penerbangan yang pagi, tiket, hotel, kendaraan untuk selama berada di sana, semua sudah dipesan dari jauh hari.
Penerbangan kami berangkat pukul 8:00 pagi tanpa delay. Aku baru terbiasa naik pesawat terbang semenjak pacaran sama mas Andra, rutin bolak balik Jakarta - Kalimantan. Dulu sih nggak pernah terbayang bisa merasakan terbang naik pesawat, apalagi tau biaya tiketnya yang ratusan kali lipat ongkos omprengan dari dusun ke kantor desa. Belum lagi prosedurnya yang ribet, nggak seperti naik bis di terminal, ini mah musti check in di counter dulu, periksa lewat metal detektor, tapi enaknya ruang tunggu pas boardingnya pakai AC, tapi kalau aku sih sudah punya kartu plastik yang memberikan akses masuk ke lounge khusus eksekutif, ruang tunggu yang lebih nyaman, ada coffee break dan makanan.
* * *
Pagi hari sekitar jam 9:10 kami landing di Jogja, seperti biasa, nunggu keluar bagasi di roda berjalan barulah kami menuju pintu keluar di gerbang kedatangan. Lalu kami pun melihat seorang pemuda yang membawa sebuah papan bertuliskan "Rika Vanessa & Rosa Artamevia", pemuda itu adalah supir suruhan mas Andra yang sudah disiapkan untuk keperluan kami selama berada di Jogja.
"Kenalkan bu, saya Stefan William, tapi panggil aja Epan. Saya ditugaskan oleh pak Andra untuk membantu ibu selama berada di Jogja." kata cowok bernama Epan itu.
Aku dan Rosa saling bertukar pandang lalu mengangguk.
Epan membantu menaikkan barang-barang kami ke bagasi lalu membukakan pintu mobil untuk kami. Sebuah mobil SUV kelas 2000cc yang sangat nyaman, Totoya Protuner sudah disiapkan untuk akomodasi penjemputan dan transport selama kami berada di Jogja.
Karena makanan yang disediakan di pesawsat kurang memuaskan nafsu makan kami, jadi pagi itu kami minta Epan mengantar kami sarapan terlebih dahulu. Epan membawa kami ke sebuah rumah makan soto yang ada di daerah jalan Wates daerah Bantul, ya kurang lebihnya demikian karena walaupun aku asal Jawa Tengah tapi aku kurang tau betul daerah Jogja. Rumah makan tersebut masih menyajikan konsep tradisional, resep turun temurun, bangunannya juga masih nampak model bangunan jaman dahulu.
Setelah perut kenyang sarapan pagi kami dibawa jalan-jalan dulu menikmati suasana kota Jogja, berkunjung ke beberapa tempat wisata. Barulah pada siang hari kami check in ke hotel yang juga sudah disiapkan oleh mas Andra. Luar biasa banget lelakiku ini.
Singkatnya setelah check in, istirahat sejenak, mandi-mandi biar segar kembali. Sore itu kami keluar lagi dan langsung turun melakukan pencarian.
Satu-satunya foto mbak Wulan yang kumiliki adalah pas foto hitam putih ukuran 3x4 sewaktu kakakku itu masih SMP.
Rosa menghubungi beberapa mami-mami kenalannya tapi tidak ada yang pernah mengenal wanita bernama Wulan. Di tongkrongan, seorang waria yang dikenalnya pernah mendengar katanya ada cewek yang namanya Wulan bekerja jadi LC di sebuah club malam.
"Cantik cyiin, cewek keturunan Jawa Sunda, tampang Jawa kulit putih gadis Sunda, tapi nenen nya kecil." kata seorang dari mereka.
Lalu mereka pun saling memperhatikan pas foto yang kutunjukkan.
"Ya... kayaknya ini dia sih..." kata seorang dari mereka.
"Tapi... kayaknya... lebih mirip-mirip elu deh..." kata seorang lagi sambil menunjuk ke arahku.
Lalu yang lain pun ikut memperhatikan wajahku, "eeehh... iya bener... mirip dia cyiin... elu adeknya? Bener deh kayaknya bisa jadi itu Wulan yang kalian cari." kata seorang waria teman Rosa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Banci Terminal
General FictionPERINGATAN: BACAAN KHUSUS 21++ Mengandung unsur LGBT, Transvestisme, Transgender, Transexual, Bigender, Genderqueer. * * * * * * Riko Ivanes memiliki seorang istri yang sangat cantik bernama Indri Arianti, mereka dikaruniai seorang anak lelaki berna...