Di sebuah tempat di sudut kota...
"Hm, gimana informasi yang lu punya buat gue?" tanya wanita itu.
"Hehehehe... anak lu itu... dia sekolah di Yayasan Pelangi." kata preman tersebut.
"Ahahahha, bagus. Baiklah kalau gitu."
"Indri... Indri... sini sayang... om Cok udah nggak tahan nih..."
"Hmmhh... iyaa oom... tunggu sebentar..." balas wanita bernama Indri itu.
Preman itu pun pergi karena Indri sudah harus melayani bosnya. Preman itu adalah anak buah Bintang, anggota geng Raden Kejang yang selalu berselisih dengan geng Raden Genjot.
"Hmmhhh... om mau nenen dulu... atau mau langsung digenjot??" tanya Indri.
Sukocok yang sudah kalap bingung, ia mau langsung digancet enak tapi ia juga kojot-kojot melototin toket Indri yang belahannya bulat menyembul mantap di bathrobenya.
"Mmmmhhh... nn... nn... nenen... nenen dulu... kayaknya nenen dulu enak..." kata om Sukocok.
"Kebetulan om, Indri juga lagi butuh dikenyot nih." kata Indri yang putingnya sudah tegang entah kenapa. Maklum lah, ia adalah wanita dengan nafsu seks yang sulit dikontrol.
"Om, seharian ini Indri belum puas, Indri minta.. hm... sembilan ronde ya paling nggak... sanggup nggak om?" tanya Indri.
"Sanggup donk, bukan Sukocok namanya kalau cuma 9 ronde aja nggak sanggup." balas Sukocok.
"Non-stop om..."
"Siap... tancap gas."
"Ya, cowok kan biasanya baru tiga ronde paling juga udah tumbang."
"Kalau yang namanya Sukocok, maju terus pantang mundur." balas om Sukocok.
Keperkasaan Sukocok yang sudah dilatih dari kecil memang sudah tidak tertandingi dan tidak diragukan lagi. Meski demikian, Indri juga tidak mudah untuk ditumbangkan, sehingga malam itu pun kembali menjadi malam panjang penuh lenguhan dan jeritan kenikmatan, malam yang panas membara yang lebih panas dari api batubara di Kalimantan.
* * *
Sementara itu di Kalimantan...
Di sebuah situs pertambangan. Panas udara di tanah yang dipijak oleh kaki tidak kalah panas dari udara dan teriknya sinar matahari yang bersinar di langit.
Kemeja krem yang dikenakan oleh seorang pria sudah sangat dekil dan lepek keringat. Ia baru saja selesai melakukan inspeksi di situs pertambangan, ia kembali ke kantornya untuk melakukan tele-confrence dengan para investornya.
Selesai aktivitas seharian yang melelahkan itu, seperti biasa rekan-rekan kerjanya biasanya akan pergi untuk mencari hiburan di kota terdekat, tetapi lain dengan dirinya, ia lebih memilih untuk beristirahat di mess, anak buahnya disuruh membelikan makanan untuk dimakannya di mess saat istirahat.
Bekerja di pertambangan adalah sebuah pekerjaan yang melelahkan, penuh tekanan, belum lagi suasana tambang semua hanya berisi hormon-hormon testoteron yang bertebaran alias tidak ada wanita. Tentu saja hasrat dan nafsu seks para pekerja tambang puluhan kali lipat membludak apalagi saat mengalami stress, dan wanita penghibur adalah bisnis yang sangat subur di tempat-tempat seperti ini.
Jika tidak ada wanita penghibur, sudah pasti akan ada yang harus menjadi sasaran hiburan, istilahnya tumbal penghibur, yaitu rekan cowok yang bertubuh lebih mulus, kecil dan culun yang sudah pasti akan menjadi sasaran bonga-bonga bersama. Hal itu disebut bonga-bonga darurat, dengan prinsip jenis kelamin nomor 2 yang penting crot enak.
Namun, wanita-wanita penghibur yang ditawarkan untuk sang lelaki itu tidak menarik perhatiannya.
"Ya elah... Ndra... muna banget lu, emang lu nggak mau tuh kosongin kantung sperma lu? Kan bini lu juga masih jauh, udah lama ga ngentot emang enak ditahan-tahan?" sahut temannya.
Akan tetapi apapun yang terjadi hal itu tidak mempengaruhi lelaki bernama Andraguna Wirawan. Ia sudah berkomitmen untuk setia kepada calon istrinya, apalagi ia sudah rela menguras seluruh tabungannya untuk memenuhi impiannya tersebut. Setengah saldo tabungannya sudah ludes untuk membiayai operasi transgender calon istrinya itu, sisanya akan ia pakai untuk persiapan pernikahan dan investasi untuk kehidupan barunya nanti.
Andra adalah seorang lelaki yang berdedikasi, penuh perhitungan dan fokus dan berorientasi pada target yang ingin dicapainya, memang seperti itulah sosok lelaki sejati, tidak mudah teralihkan oleh hal-hal sepele.
Kondisi mess malam itu sepi karena para rekan kerjanya kebanyakan sudah pada pergi untuk mencari hiburan malam di kota. Selesai makan malam, ia bertelepon dengan calon kakak iparnya.
"Surya... nanti, besok jangan lupa jemput Rika, dan tolong serahkan hadiah dariku itu." ucap mas Andra.
"Iya mas, jangan khawatir, mas kapan tiba di Jogja? Nanti saya aturkan penjemputannya." balas suara di seberang.
"Saya tiba besok lusanya, pastikan Rika dan Eri baik-baik saja di sana."
"Oke mas, jangan khawatir."
* * *
Kembali kepada diriku...
Aku baru saja landing di bandara Adisucipto, akhirnya aku kembali ke Jogja, aku bahagia sekali saat melihat kakakku yang datang menjemputku. Aku sudah tau karena mas Andra tidak dapat meninggalkan pekerjaannya di Kalimantan hari ini.
"Selamat datang kembali dek... kami semua merindukanmu, kamu cantik banget." kata kakakku.
"Makasih kak, aku juga kangen kamu." kataku sambil memeluk kakakku. "Eri gimana kak?"
"Dia baik-baik aja, dia masih di sekolahnya."
"Ayo donk kalau gitu kita pulang sekarang kak." kataku.
"Oh, iya, mas mu menitipkan sesuatu." kata kak Surya sambil menyerahkan sebuah amplop.
"Apa ini?" tanyaku.
"Buka donk." balas kakakku.
Setelah kubuka amplop tersebut kulihat isinya ternyata adalah sebuah kunci.
"Apa ini kak?"
"Rumah kamu..." kata kakakku.
Lalu HP ku pun berbunyi, mas Andra menelponku.
"Selamat datang kembali Rika sayang." sahut suara yang sangat kurindukan itu.
"Mas Andra, ini apa mas?"
"Itu rumahmu, rumah untuk kamu, Eri dan kita." balas mas Andra.
"Apa?" aku pun terkejut bukan main.
"Selamat pulang kembali Rika, mas Surya yang akan mengantar kamu ya, aku baru datang besok." kata mas Andra.
Aku tidak mampu berkata apapun lagi, kakakku menuntun dan menggandengku ke mobil, lalu aku diantar ke rumah baruku. Rumah tersebut terletak di sebuah perumahan elit yang jaraknya tidak jauh dari airport.
Rupanya mas Andra sudah menyiapkan rumah untuk kami tinggal bersama nanti, entah kapan ia membeli rumah ini dan yang pasti rumah dengan luas 350m² di kawasan elit ini tidak sembarangan harganya. Rumah bapakku saya tidak sampai 100m².
Sore hari kakakku mengantar Eri ke rumahku yang baru. Begitu aku membukakan pintu aku terbelalak dan terkejut melihat penampilan Eri.
![](https://img.wattpad.com/cover/250229356-288-k154797.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Banci Terminal
General FictionPERINGATAN: BACAAN KHUSUS 21++ Mengandung unsur LGBT, Transvestisme, Transgender, Transexual, Bigender, Genderqueer. * * * * * * Riko Ivanes memiliki seorang istri yang sangat cantik bernama Indri Arianti, mereka dikaruniai seorang anak lelaki berna...