Selama perjalanan, untungnya anakku tidak pernah rewel, anak yang baik dan selalu cekatan mengikuti kemanapun kami pergi. Ia begitu riang gembira, sampai-sampai ia tidak tidur selama di perjalanan, ia terus memandang keluar, melihat seluruh pemandangan jalan yang berlalu di hadapannya. Aku dapat merasakan kebahagiaannya, pastinya karena baru kali ini juga ia merasakan yang namanya melihat dunia luar, sebuah peradaban yang segalanya berbeda dari kehidupan di kampung.
Malam itu akhirnya kami tiba kembali di kota Jogja dan langsung kembali ke kontrakan kakakku. Karena lelah kami beli makan di jalan, dibungkus untuk dibawa pulang, kami tidak keluar lagi dan langsung beristirahat malam itu.
* * *
Bicara
Keesokan harinya untuk pertama kalinya anakku merasakan bangun tidur dengan suasana baru, berada di tempat baru yang jauh dari kampung halamannya.
Pagi ini aku bangun untuk menyiapkan bekal sarapan untuk kakakku yang akan pergi keluar untuk mengurus pekerjaannya. Hari ini aku ditinggal berdua Eri di kontrakan.
Setelah kakakku pergi barulah aku sarapan berdua Eri.
Hari ini anakku begitu manja, ia ingin makan disuapin, sebenarnya ia sudah cukup besar untuk makan sendiri, tapi aku juga banyak kehilangan momen kemesraan dengan anakku jadilah makan sepiring berdua suap-suapan dengan anakku.
Selesai sarapan Eri membantuku merapihkan dapur dan mencuci piring-piring kotor, lalu aku menyuruhnya pergi mandi. Tapi lagi-lagi ia tidak mau mandi sendiri, ia mau dimandikan olehku.
Akhirnya ya sudah aku ikut mandi bersamanya, lagian anakku juga masih belum akil baliq.
Sewaktu telanjang berdua, ia nampak heran dan terus menatap ke arah dadaku, lalu ia menatap ke arah dadanya sendiri. Waktu kami saling menggosok ia nampak begitu penasaran memegang-megang dadaku, ia seperti sedang menerjemahkan apa yang sedang ia rasakan saat menyentuh benda tersebut.
Sampai akhirnya ia bertanya padaku, "Pah... koq... papa bentuk dadanya kayak mama?"
Aku tidak yakin anak seumuran Eri tahu apa itu payudara wanita secara seksualitas gender, ia masih tergolong anak kecil, tetapi aku bingung harus menjawab dan menjelaskannya. Lalu ia memandang selangkanganku dan membandingkannya dengan selangkangannya yang bentuknya masih sama dengan miliknya.
Aku yakin ia belum pernah melihat kelamin wanita jadi kurasa ia belum dapat membedakan jenis kelamin pria dan wanita. Tetapi mungkin insting dasar di dalam dirinya yang berjalan dengan sendirinya mempertanyakan sesuatu di alam bawah sadarnya. Mungkin saja ia penasaran dengan bagian atas yang tidak sewajarnya berada di tubuhku itu.
Tapi saat ini aku belum akan berkomentar apapun, kubiarkan saja ia berpikir apapun itu yang ada di dalam alam pikirannya saat ini. Karena aku memang sudah ada rencana untuk bicara berdua dengan anakku. Satu hal penting lagi yang harus kulakukan untuk menyempurnakan segalanya.
* * *
Selesai Mandi
Setelah kami berdua mengeringkan badan kembali berpakaian dan kupakaikan baju untuk anakku juga, barulah kuajak dia duduk berdua denganku.
"Eri... papa mau bicara sesuatu sama Eri ya sayang." kataku.
"Kenapa pa?" tanya anakku.
"Eri kangen mama nggak?"
"Nggak." katanya singkat.
"Masa Eri nggak kangen sama mama Indri?"
Begitu mendengar nama Indri disebut Eri langsung menatap nanar padaku, ia tidak langsung menjawab, ia terdiam sejenak dan memandangku begitu lama sebelum melanjutkan bicaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Banci Terminal
Fiksi UmumPERINGATAN: BACAAN KHUSUS 21++ Mengandung unsur LGBT, Transvestisme, Transgender, Transexual, Bigender, Genderqueer. * * * * * * Riko Ivanes memiliki seorang istri yang sangat cantik bernama Indri Arianti, mereka dikaruniai seorang anak lelaki berna...