56 - Selamat Tinggal Terminal Cinta

1.9K 65 46
                                    

Akhirnya aku pun mendarat kembali ke tanah air kelahiranku, aku landing di bandara Sukarno Hatta Cengkareng dan dijemput oleh Rosa.

"Selamat datang kembali Rika, ya ampun kamu cantik banget." kata Rosa.

"Apa kabar lu Ros?" tanyaku.

"Baik say, syukurlah akhirnya lu balik juga ke tanah air." balas Rosa.

Tumben Rosa tidak menciumku seperti biasanya, kami hanya cipika-cipiki saja.

Kami segera naik taksi untuk keluar dari airport menuju ke kosan tempat tinggal kami dulu di Tangerang Selatan untuk membereskan sisa barang-barang yang masih tertinggal di sana, aku juga mau mengambil barang-barang lamaku. Di tengah perjalanan aku teringat-ingat pertama kali aku tiba di ibu kota, semua karena lowongan pekerjaan dari seseorang yang mengaku bernama pak Didik itu, entah di mana dirinya sekarang, apakah dia masih menjalankan bisnis penipuannya itu, kampung mana pula yang menjadi korbannya sekarang. Lalu, sialnya siapa pula orang bernama Hadi itu, dulu begitu polosnya aku mudah tertipu oleh sembarang orang.

Mendekati gang ke rumah kosan, kami melewati Terminal tempat kami mangkal dulu, semua kenangan masa laluku tempat di mana segalanya bermula. Aku terdiam memandang lapangan kosong itu dari dalam mobil.

"Eh... Kenapa? Lu masih terkenang juga sama mantan-mantan suami lu di sana? Siapa tuh supir truk yang memperkosa lu dengan kenikmatan kala itu? Gila, Rika malam pertama sekali main, langsung tiga orang digas... Wahahahahaha..." ledek Rosa.

Sialan, gini nih calon kakak ipar gue kalau bener dia jodoh sama kak Surya. Mulutnya dari dulu emang cobekan. Tapi biar bagaimanapun juga, kalau tidak karena malam itu aku tidak ketemu dan tidak pernah kenal dengan Rosa, ia yang begitu baik mau menolongku malam itu.

* * *

Rosa bercerita kalau kini terminal itu sudah ditutup, setelah Pil Kada seperti biasa pemerintahan berubah dan kekuasaan berpindah, preman-preman lama backingannya sudah pada lengser. Terminal bayangan itu digrebek dan dibubarkan.

Satu malam sebelum penggerebekan oleh team Saptol Pepe beraksi, bang Jek sudah kabur pulang ke kampung halamannya.

Terminal bayangan itu kini hanyalah lahan tidur yang telah diambil alih pemerintah dan entah akan diubah menjadi apa oleh Dinas Tata Letak Kota. Tidak ada lagi kehidupan malam di sana, tidak ada truk-truk dan bis malam yang singgah, tidak ada para pria hidung belang yang mencari secangkir kopi dengan ditemani para pemanis bumbu-bumbu kehangatan malam. Tetapi, tempat-tempat seperti itu tidak akan pernah benar-benar habis diberantas, mati satu tumbuh seribu, hal itu juga karena ada backingan dari orang-orang tertentu yang punya kekuasaan di negeri ini.

"Eh, iya, lu kenal si Ayu kan? Anak mahasiswi itu? Gimana nasibnya tuh anak?"

"Oooh... iya, inget gue, yang kuliah sambil open BO untuk tambahan biaya kuliah itu kan?? Dia udah selesai kuliah, nggak tau dia pindah ke mana, dia udah nggak kos di tempat kita lagi." kata Rosa.

Akhirnya kami tiba di kos, kamar lamaku, tempat aku memulai hidupku dan hari-hariku dulu sebagai Banci Terminal. Bau kamar yang tidak pernah kulupakan, bayang-bayang memori suasana keceriaan dan kesedihan, banyak hal yang berlalu di tempat ini.

Aku duduk di pojok kamar di atas kasur kapuk tempat tidurku dulu. Tiba-tiba air mataku menetes, aku tidak dapat menggambarkan perasaanku apakah aku sedih atau bahagia semuanya campur aduk.

Rosa menghampiri dan duduk di sebelahku, aku menarik tubuhnya dan memeluknya, ia pun balas merangkul tubuhku dan aku malah semakin menangis tumpah ruah di pelukan Rosa.

Rosa tidak berkata sepatah katapun, ia hanya menghiburku dengan membelai-belai rambut dan punggungku. Aku menangis sampai puas sesenggukan di dada Rosa sampai nafasku habis, entah berapa banyak air mataku yang tumpah, tapi aku sudah lama tidak menangis sampai seperti itu. Dan rasanya sungguh lega sekali, dadaku terasa plong seperti habis melepaskan sesuatu yang sangat berat.

Banci TerminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang