42 - Sebelum Meninggalkan Kampung

2.9K 80 9
                                    

Mengurus Sekolah Eri

Akhirnya menjelang kepergian kami dari kampung, minggu-minggu terakhir aku mengurus keperluan untuk mencabut berkas Eri dari sekolah lamanya di Madrasah Kawiniah supaya Eri bisa lanjut sekolah nanti di Jogja.

Kiyai Kawinudin entah kenapa tiba-tiba ingin sekali melihatku, petugas di kantor sekolah meminta kesediaanku untuk menunggu katanya kiyai agung sang ketua Yayasan itu ingin menemuiku secara langsung. Akhirnya ya sudah, aku pun menunggu.

Tidak lama kemudian orang tua berusia 101 tahun itu pun datang.

Baru kali ini aku benar-benar melihat wujud kiyai H. Kawinudin, seorang kakek-kakek bungkuk berbaju gamis serba putih dan celana ngatung sate itu tercengar-cengir menyeringai lebar selebar-lebarnya sambil melirikku dengan mata menyipit dengan bentuk huruf "U" terbalik. Lalu yang sedikit mengganggu yaitu entah kenapa ia suka sekali bicara sambil tertawa dengan cara seringai tawanya yang sangat aneh, dengan sungging cengirnya yang memamerkan deretan gigi ompong, ia terus bersuara serak-serak berat bergetar "i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.." seperti antara tertawa atau mendesah gemetar-gemetar tidak jelas.

Kupikir jangan-jangan ia pakai narkoba, ah tapi tidak mungkin. Bisa jadi memang ia mengkonsumsi obat tertentu dan jadi efek samping, kan namanya dia sudah tua.

"I..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. waduh waduh waduh... putrinya pak Darmin... i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. cantik... i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. putih i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. bening i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. bagai purnama... yang muncul di malam hari nan indah i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. sesuai namanya i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. Wulandari Anjani... i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.."

Ya elah si Yai... udah tua bangka umur 101 tahun masih genit aja, gerutuku dalam hati.

"Maaf pak... nama saya bukan Wulandari Anjani, saya Wulansari Ariani." kataku.

"Oh... oh... iya... iya... iya... i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.. Wulan... Wu... Lan... ah... ya pokoknya Wulan yang cantik deh... i..ihi..ihi..ihi..ihi..ihi.." ia tertawa dengan suara tuanya yang serak dan kering sambil mendekat ke arahku.

Badannya yang bau tanah terasa menyengat hidungku, tiba-tiba tangan tuanya hendak menyentuhku.

"EH YAI..!! jangan pegang-pegang... nggak muhrim!!" kataku.

Si Yai... udah bau tanah, masih aja jelalatan. Kataku menggerutu dalam hati.

"Saya cuma mau doain kamu aja." kata orang tua itu.

Banci TerminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang