33 - Chronicle Of The Moon (I)

2.5K 78 44
                                    

Meninggalkan Kampung

Wulan tidak tahan dengan kehidupan di kampung yang dianggapnya sangat toxic. Kehidupan poligami, bapak-bapak tua yang sudah beranak tapi masih menikahi perempuan yang seumuran anaknya. Kehidupan kampung tidak pernah berubah, stigma kalau perempuan harus menikah sebelum umur 20. Sementara Wulan tidak ingin terikat standar kehidupan patriarkis hartawis seperti itu.

Sebenarnya sewaktu Wulan umur 15 sudah ada seorang bapak-bapak tua mapan, plat merah tingkat daerah yang mau menjadikannya istri muda. Tentu saja hal itu dapat seketika mengangkat kondisi ekonomi keluarga tapi Wulan menolak mentah-mentah. Bapak tua itu sudah menikah sebanyak lima kali tapi masih belum mendapatkan keturunan anak laki-laki sehingga ia ingin menikah lagi dengan harapan menemukan perempuan yang bisa memberi keturunan anak laki-laki.

Bapakku memang sama sekali tidak pernah memaksakan mbak Wulan harus menikah muda, tetapi omongan tetangga yang seliweran tetap saja membuat Wulan tidak tahan dan memutuskan untuk meninggalkan kampung.

Wulan akhirnya pergi ikut temannya ke Jogja, berharap nasib berubah dan ia juga bisa membuat bangga bapak dan ibu dengan mengangkat kondisi ekonomi keluarga.

Ia diajak oleh seorang teman untuk bekerja di sebuah Cafe. Namun ternyata itu bukanlah cafe biasa, melainkan sebuah club hiburan malam. Pemilik tempat itu adalah seorang wanita tua bernama Evagina Genny Talia biasa dipanggil nyonya Eva. Wanita berpenampilan terlihat sedikit mengerikan, karena bedaknya sangat tebal di wajahnya yang keriput dan eyeshadownya penuh melingkari matanya.

Banyak yang bilang kalau dulu wanita itu adalah mantan PSK yang suka bermain BDSM tapi sekarang sudah tobat karena insiden kerusakan organ tubuh di bagian intim yang pernah dialaminya karena percobaan praktek BDSM yang salah, memasukkan sesuatu yang tidak seharusnya dimasukkan.

* * *

Lady Escort

Wulan dijadikan wanita escorter yang harus melayani pria pengunjung club yang sudah pasti semua adalah pria hidung belang. Wulan sebenarnya sudah menduga kalau kehidupan malam pastinya sangat dekat dengan urusan pelecehan seksual, namun apa lacur nasi sudah terlanjur menjadi bubur dan keluar lewat dubur. Saat itu Wulan benar-benar sudah sangat kepepet butuh uang dan akhirnya ia menerima pekerjaan tersebut.

Awalnya ia berusaha sebisa mungkin untuk menjaga kehormatannya, walaupun harus memakai baju-baju seksi. Namun lagi-lagi apa lacur, yang namanya setiap malam melayani pria-pria sudah jalang, hidung belang, mabuk pula, mereka yang enteng saja serta merta menampar pantat, mencolek dan meraba toket, dan tidak ada siapapun yang membela Wulan, karena itu sudah menjadi resiko pekerjaan. Wulan sudah berkali-kali ditawarkan uang supaya mau diajak melayani mantap-mantap tapi ia menolak.

Mendapat pelecehan seksual lewat verbal dan sentuhan luar, Wulan mengalami depresi dan stress bukan main. Walaupun ia sudah berusaha mencari pekerjaan lain di luar apapun itu bentuknya sekalipun harus jadi tukang pembersih WC namun tetap saja pintu rejeki lain saat itu tidak ada yang terbuka. Sementara biaya hidup tetap berjalan dan menjadi tuntutan setiap harinya. Di sisi lain ia juga dilema kalau harus pulang kampung tanpa membawa hasil.


Curhat ke teman-temannya pun percuma, yang ada malah dapat omongan;

"Mending lu lepas perawan lu aja, biar enak, lega deh nanti rasanya, ga takut dan ga kepikiran lagi."

"Iya... Wulan, ah hari gini mau sok-sok jaga perawan."

"Diantara kita semua cuma lu doank tau yang belum pernah ngentot..."

"Iya, kenapa sih lu takut, udah nothing to lose aja kalau diajak ngentot... enak koq, dapet duit juga malahan."


Banci TerminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang