41 - Menolak Tapi...... (lanjutan)

3.2K 73 3
                                    

Aku merahasiakan dari siapapun apa yang terjadi antara aku dan pak Bagus termasuk kakakku sendiri. Aku hanya bilang kalau aku menolak pak Bagus baik-baik tidak lebih dari itu.

Tapi...

* * *

Flashback kejadian satu hari sebelumnya;

Akhirnya aku kembali berperan sebagai Wulan dan hari ini aku kembali menemui pak Bagus, aku jadi geli dan lucu sendiri, aku tidak pernah tau kalau diam-diam ternyata bosku menyukai kakakku. Tapi, hari ini aku harus bicara baik-baik sebagai Wulan untuk menyampaikan bahwa Wulan tidak dapat menerima cinta pak Bagus supaya terjadi kesalahpahaman dan kesan-kesan memberi harapan.

"Apa kabar pak?" sapaku.

"Lho... koq, panggil 'pak' lagi, saya maunya dek Wulan panggil mas aja, kita kan udah akrab." kata pak Bagus dengan cengar-cengir.

"Maaf pak, saya merasa belum pantas kalau memanggil bapak seperti itu. Bapak kan mantan bosnya adek saya." kataku sebagai Wulan.

"Ndak apa-apa dek Wulan." kata pak Bagus

"Oh iya pak... begini juga sehubungan dengan yang mau saya sampaikan ke bapak... bahwa... saya dan Riko akan segera pergi, kami harus kembali ke kota." kataku.

"Oh begitu... jadi... kamu akan meninggalkan kampung ini lagi..." kata pak Bagus.

"Iya pak." kataku.

"Kenapa kamu tidak mau tinggal di sini saja?" balas pak Bagus.

"Kehidupan saya di sana pak."

"Kamu juga bisa menemukan kehidupan di sini."

"Nggak pak..."

"Saya... mencintai kamu Wulan..." kata pak Bagus yang lalu menyambar tanganku.

Aku spontan langsung menarik kembali tanganku lepas dari genggaman pak Bagus.

"Maaf, bapak memang orang yang sangat baik, tapi saya bukan orang yang cocok buat bapak." kataku yang mundur sedikit menjauh.

"Kenapa? Kenapa dek Wulan ndak mau coba dulu memberi saya kesempatan?" pak Bagus maju mepet kembali diriku.

"Bukan begitu pak... tapi... lebih baik bapak cari yang lain saja. Di kampung ini banyak kembang desa yang yang masih muda dan cantik, masih banyak yang mau sama bapak." kataku.

Pak Bagus semakin berani mendekat padaku, akhirnya aku membiarkannya saja, kulihat tangannya juga mulai melingkar ke sandaran kursi tapi belum sampai menempel di pundakku, aku dapat merasakan hawa tubuhnya, hawa tubuh alami lelaki.

Pak Bagus juragan kebun memang jarang memakai parfum, tapi untungnya hari ini sepertinya dia pakai deodorant yang cukup untuk tidak membuat tubuhnya tidak bau badan keringat kuli. Tapi sebenarnya kadar estrogen di tubuhku membuat metabolisme seksual di tubuhku secara misterius menyukai bau alami tubuh cowok, tapi bukan bau-bau busuk seperti bau badannya... uh... sial... aku jadi ingat siapa yang pertama kali memperkosaku di punggung truk, seseorang yang sudah tidak mau kuingat lagi dan kusebut namanya tapi selalu terngiang di dalam pikiranku.

"Kenapa dek? Kenapa kamu ndak mau memberi saya kesempatan? Kenapa kamu harus kembali ke kota?? Bapakmu sudah cukup mapan, kehidupan keluargamu sudah cukup membaik, Riko bisa menangani semuanya. Kenapa kamu masih mengejar karir? Aku bisa memberimu harta, tempat tinggal dan rumah. Atau... kamu sudah punya orang lain di sana?" kata pak Bagus.

"Biarkan Wulan mengejar cita-cita pak, biarkan Wulan menjadi diri sendiri. Di sana Wulan nyaman dan menemukan jati dirinya sendiri." kataku yang mewakili kakakku. Karena memang itu yang diinginkan kakakku, ia tidak ingin terikat standar hidup patriarkis. Ia tidak ingin hidup di bawah bayang-bayang lelaki.

Banci TerminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang