08 - Cobaan Mental

5.3K 111 154
                                    

Taksi yang dipesan pun sampai di depan salon mami Lulu, begitu keluar salon udara di luar yang terik panas langsung menyambut kami, benar-benar luar biasa udara di ibu kota. Kami berdua langsung masuk duduk di kursi belakang bernafas lega setelah mendapat udara dari AC pendingin mobil.

Di ibu kota hidup sangat bergantung pada pendingin ruangan, karena di sini sangat panas, sepanas dosa-dosa yang dibuat oleh berbagai macam orang yang ada di sini. Aku jadi rindu udara sejuk asri kampung halamanku, udara hasil nafas pemberian alam.

Sepanjang jalan di mobil aku terdiam saja, Rosa yang berbicara pada supir taksi memberitahu tempat tujuan kami. Siang itu Rosa mengajakku jalan-jalan ke sebuah Mall yang tidak jauh dari tempat kos, tapi biarpun jaraknya bisa dibilang cukup dekat tetap saja, biasa lah jalanan ibu kota yang padat merayap. Kadang aku bingung kenapa setiap hari selalu bisa sepadat ini sih, apa yang orang-orang ini lakukan setiap hari hilir mudik sibuk memenuhi jalanan.

Begitu turun dari taksi awalnya aku ragu, tapi aku baru menyadari tidak ada seorangpun yang nampak memperhatikan kami dengan ekspresi yang aneh, aku melihat sekelilingku takut ada yang tiba-tiba meneriaki kami "bencong" atau "banci" entahlah apa saja sebutan orang-orang biasanya terhadap stereotip pria berpenampilan wanita.

"Eh, santai aja... lu cantik koq, nggak ada yang aneh kan? Biasa aja kan? Nah coba sekarang jalan aja biasa, lu harus menjiwai penampilan lu sebagai wanita, rasakan sosok feminim dalam diri lu." kata Rosa yang seakan sedang menghipnotis diriku.

Aku pun melangkah perlahan menuju pintu masuk mall, begitu banyak orang hilir mudik di depanku tak satupun yang terlihat aneh, semua lewat dengan biasa saja. Aku bergandengan dengan Rosa yang nampak santai di sampingku. Saat melewati pemeriksaan keamanan di pintu masuk aku berusaha tersenyum kepada petugas security yang memeriksa tas, katanya semenjak banyak insiden terorisme protokol keamanan di tempat umum jadi prioritas. Petugas security itu membalas senyumanku dan Rosa setelah selesai memeriksa tas kami.

Tuk... tuk... tuk... tuk... langkahku melangkah dengan sepatu high-heels bergandengan dengan Rosa, begitu masuk pintu mall kami langsung disambut udara pendingin ruangan yang menyejukkan kulit. Lagi-lagi akhirnya dapat bernafas lega...

Rosa menghentikan langkahku di depan etalase toko paling depan yang ada di mall tersebut. Aku terdiam memandang bayanganku bersama Rosa yang terpantul dari etalase kaca itu. Ada dua cewek cantik seperti artis sinetron yang selama ini kutonton di televisi.

"Pede aja Rika." kata Rosa sambil memanggil nama baruku. "Pandang sosok di cermin itu dan katakan kalau kamu cantik."

"A-aku... cantik..." kataku.

"Kamu yakin kamu merasa cantik?"

"Iya... aku..."

"Katakan yang jelas kepada dirimu sendiri!"

"Aku cantik!!" kataku.

"Siapa namamu?"

"Ri... ko... eh Rika..." kataku.

"Siapa nama kamu? Yang tegas dan jelas!" kata Rosa.

"Namaku Ri... Rika..."

"Ulangi...!!"

"Namaku RIKA!" kataku.

"Kamu siapa Rika??"

"Namaku Rika, aku adalah seorang wanita yang sangat cantik." kataku.

"Nah... bagus... jadi, buat apa kamu malu... kan kamu sekarang seorang wanita, cantik pula. Biarkan semua mata memandang kecantikanmu, kamu harus jual mahal, jadi wanita yang cantik, mempesona dan penuh misteri, dengan begitu cowok akan takluk dan begitu penasaran untuk mendekatimu. Biarkan para cowok memohon dan mengemis cinta darimu." kata Rosa sambil kedua tangannya memegang kiri kanan wajahku.

Banci TerminalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang