BPI [19]

1.6K 124 7
                                    

"Pagi, pengantin baru," ledek Arkan pada Shaka.

"Pagi jomlo ngenes," balas Shaka membuat wajah Arkan berubah masam.

Seharusnya Arkan bisa meledek sang kakak, tapi ternyata malah dia yang kini nelangsa. Pengantin baru versus jomlo, kalah telak deh gue, pikir Arkan.

Sementara Shaka justru tersenyum, dia bangga merasa menang. Zaza juga ikut tersenyum melihat interaksi kedua putranya.

"Pagi, Kakak ipar," sapa Arkan begitu melihat Rara bergabung di ruang makan.

"Pagi, Ma, Pah. Pagi juga Arkan," sapa Rara pada semua yang ada di sana.

Rara menaruh semangkuk besar nasi goreng sebagai salah satu menu sarapan pagi ini.

"Waaaah ... Kayanya enak, nih. Aku cobain ya, Kak?" Arkan segera memindahkan seporsi centong nasi goreng seafood itu ke piringnya.

"Silakan, semoga suka."

Tidak sabar, Arkan segera menyuapkan sesendok nasi goreng ke dalam mulutnya. "Sumpah, ini enak banget, Kak. Pantesan aja Kak Shaka gercep banget minta nikahin Kakak. Udah cantik, pinter masak lagi."

"Makasih," jawab Rara sambil tersenyum senang ke arah Arkan. Dia senang, adik iparnya menyukai masakannya. Ini pertama kali Arkan menyicipi masakan buatannya.

Rara lalu mengalihkan perhatiannya kepada Shaka. "Kakak mau nasi goreng atau roti?"

"Nasi aja."

Rara segera mengisi piring Shaka dengan nasi goreng seafood buatannya. Sama seperti Arkan, Shaka langsung manikmatinya dengan lahap. Rara tersenyum melihat itu. Bahagianya seorang istri itu sederhana. Saat suaminya menghargai dan menyukai masakan istri, bagaimanapun rasanya, itu sudah sangat membuatnya bahagia. Sementara yang lain menikmati nasi goreng buatannya, Rara dan mama Zaza justru memakan roti sandwich yang telah disiapkan bi Ela.

"Alhamdulillah, kenyang. Mantap banget rasanya, Kak." Arkan mengacungkan dua jempol ke arah Rara. "Kayanya asyik nih, bisa makan masakan kakak ipar setiap hari. Nggak sabar cepet-cepet lulus dan balik stay di Jakarta lagi."

Saat ini Arkan memang sedang mengambil pendidikan spesialis obgyn-nya di Yogyakarta. Dia begitu mengidolakan sang papa, hingga mengikuti jejaknya, dari profesi hingga tempat pendidikan yang dipilih.

"Sebelum kamu stay di sini, kakak akan bawa Rara ke rumah kami sendiri." Shaka menjawab itu sambil menatap Arkan tajam.

"Yah ... Kak Shaka nggak asyik, nih. Posesifnya kaya papa."

Mendengar jawaban Arkan, membuat Atha melirik tajam ke arah Arkan. Sementara Zaza melirik ke arah suaminya sambil mengulum senyum. Memang benar jika ada ungkapan, like father like son. Walaupun Shaka tidak mengikuti jejaknya sebagai dokter seperti Arkan, tapi dari sifat mereka nyaris mirip. Itu juga yang membuat Zaza yakin, kelak Shaka akan bucin kepada Rara, walaupun saat ini Shaka cenderung menyangkalnya. Lihat saja saat ini, bahkan kepada adiknya sendiri saja, dia posesif kepada Rara.

"Hust ... hust ... Udah!" Zaza menengahi tiga laki-laki yang saat ini terlihat mulai menampilkan reaksi emosi di wajahnya. "Ka, emang kapan kalian mau pindah ke rumah baru?"

"Secepatnya, Mah. Sepulang bulan madu."

"Nggak kecepetan? Nanti mama kesepian di rumah." Zaza tampak bersedih.

"Aku dan Rara harus bisa belajar hidup mandiri dalam keluarga. Kami butuh penyesuaian berdua sebagai pasangan, Mah," jawab Shaka meyakinkan. Dia tak akan bisa merealisasikan tujuannya, jika masih terus tinggal bersama keluarganya.

"Lalu kapan kalian akan berangkat bulan madu?" Kali ini Atha yang bertanya. Dia ikut sedih, setiap melihat istrinya sedih.

"Lusa kita akan berangkat bulan madu ke Bali. Aku sudah persiapkan semuanya."

"Lusa? Apa nggak kecepetan? Lagian kamu belum sepenuhnya pulih, Ka," saran Zaza tampak cemas.

Rara juga tampak kaget, Shaka tak membicarakan perihal bulan madu mereka sebelum ini. Walaupun sebenarnya tidak masalah, tapi dia sama cemasnya dengan Zaza atas kondisi Shaka.

"Aku dah baikan. Lagian bulan madu itu kan buat senang-senang. Bukan yang berat-berat, Mah."

"Hahaha ... kali ini gue setuju sama lo, Kak. Kalo mau senang-senang mah nggak usah ditunda-tunda." Arkan tertawa geli mendengar jawaban kakaknya. Kalau urusan bersenang-senang, mereka kompak. "Sehabis dari Bali, bawa pulang keponakan gue juga, Kak, hahaha."

Kulit wajah Rara yang seputih susu, mulai memerah seketika. Malam pertama mereka saja, dia masih tak tersentuh, ini malah adik iparnya sudah membicarakan tentang keponakan.

"Wah ... kalo itu mama setuju." Wajah sedih Zaza kini justru sumringah mendengar ucapan absurd dari Arkan.

Mana ada buat anak semalam bisa langsung jadi bentuk dan rupanya? Atha menggeleng-gelengkan kepala, kali ini dia lebih setuju jika ungkapannya diubah menjadi, like mother like son. Dalam hal sifat dan tingkah laku, Arkan lebih menyerupai sang mama.

"Pah, nanti siapkan vitamin penyubur kandungan buat Rara. Dan jangan lupa, vitamin khusus untuk putra kita. Biar kita bisa cepat menimang cucu, Pah." Bermanja-manja Zaza merayu Atha.

"Ye elah, gue cuma jadi nyamuk doang di sini. Mending sekarang gue cabut." Arkan menghabiskan air minumnya lalu pamit pada semua yang ada di sana. "Mah, Pah, Arkan keluar dulu ya. Kali aja pulangnya bisa bawa calon istri. Iri liat kalian pada mesra-mesraan."

"Hust! Kalo mau cari istri jangan main asal comot, gara-gara iri."

"Hahaha ... iya lah, Mah. Nggak akan. Musti aku seleksi dulu. Syukur-syukur dapet yang kaya Kak Rara," ucap Arkan sambil mencium punggung tangan kedua orang tuanya.

"Kakak cantik, adek izin keluar, ya," pamit Arkan kepada Rara.

"Rara nggak butuh pujian, Lo," ucap Shaka sengit. Entah kenapa dia jengah melihat adiknya sejak tadi memuji Rara.

"Lo cemburu sama gue, Kak? Janganlah! Gue adik kandung yang baik, kok. Nggak bakalan gue rebut apa yang sedang lo miliki, kecuali kalau lo memang udah berniat melepasnya."

Arkan tertawa puas melihat raut kesal kakaknya. Setelah sekian lama, rasanya menyenangkan bisa melihat ekspresi lain sang kakak yang biasanya hanya datar saja. Rupanya pengaruh Rara cukup besar kepada emosi sang kakak. Itulah pikiran Arkan saat melihat reaksi Shaka pagi ini. Mirip banget sama papa, batin Arkan berkomentar.

Setelah mengatakan itu, dia segera keluar. Namun, nyatanya ucapan Arkan barusan justru mengusik Shaka. Seolah kaset yang terus diputar-putar suaranya, tepat di telinga Shaka.

Cemburu? Loe cemburu sama gue? Shaka menggelengkan kepalanya, berusaha menepis pikiran konyol yang mampir di otak cerdasnya.

Pasti bukan karena cemburu, ini hanya karena tak terima. Rara tak sebaik kelihatannya, batin Shaka menanggapi gelenyar aneh yang berhasil membuatnya tidak nyaman.

.
.

Alhamdulillah, Shaka & Rara kembali update 😄

Maaf menunggu lama. Semoga kalian suka part ini. Selanjutnya part tentang suasana bualan madu mereka ya.

Ada nggak nih yang nungguin, akan seindah apa bulan madu Shaka & Rara.

Namanya aja bulan madu, pasti manis dong. Madu kan manis? Eh ... inget ya, sekarang juga lagi tren madu pahit.

Hust! Kok jadi ngelantur sih? Pokoknya ikutin terus kisah Shaka & Rara 😍

Jangan lupa tinggalkan jejak kehadiran kalian dengan vote & komentar.

Yang belum follow author, juga boleh silakan follow.
Mau mampir IG @oliphiana_lia juga boleh banget 😍

Terima kasih 😙😘

Tegal, 17012021

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang