"Ra."
"Je." Rara segera mendekat dengan raut khawatir yang kentara. "Aku dah tanya perawat, tapi gak ada nama Mas Shaka tercantum. Di mana Mas Shaka sekarang, Je?"
"Ayo ikut aku!"
Tanpa menunggu jawaban Rara, ia berjalan terlebih dahulu di depan. Mereka masuk ke dalam lift dan menuju ke lantai tiga. Sementara itu, Rara setia mengikuti.
"Shaka ada di dalam," ujar Jeje sambil berhenti di depan sebuah pintu bertuliskan nomor 311.
Rara segera mengulurkan tangan untuk membuka pintu di hadapannya.
"Mas Shaka."
Terlihat seorang pria terbaring di atas ranjang rumah sakit. Di sampingnya terdapat seorang wanita paruh baya dan seorang remaja berseragam SMP.
"Lho, Ra? Kamu ke sini sama siapa?"
Suara Shaka terdengar dari arah sampingnya. Terlihat ia sedang terduduk di sofa panjang yang terdapat di ruangan inap tersebut.
Melihat sosok itu, Rara tak kuasa membendung air mata yang sejak tadi telah tergenang di pelupuk.
"Lho, kamu kenapa, Ra?" tanya Shaka begitu Rara menghambur ke dalam pelukannya dengan berderai air mata.
"Kamu baik-baik aja, Mas?" tanya Rara dengan suara yang terdengar serak. Bahunya terlihat bergetar. Shaka tau Rara terisak di pelukannya.
"Iya, aku baik-baik aja, Ra. Kamu kenapa?"
Merasa tak akan mendapat jawaban Rara, Shaka beralih kepada Jeje. "Je, ini kenapa?"
Jeje tersenyum jahil. "Kalian kayanya butuh bicara berdua."
"Maaf." Rara yang terlihat tenang mulai menjauh dari tubuhnya.
Shaka tersenyum dan pamit kepada karyawannya yang cidera dan sang istri yang menungguinya. "Pak Hasan, Bu Delia, saya permisi ke depan terlebih dahulu."
"Silakan, Pak Arshaka."
Begitu sampai di taman rumah sakit, mereka lalu duduk bersisian di bangku kayu. Terdapat kolam ikan koi di hadapan mereka.
"Aku khawatir."
Shaka mengernyit heran. Namun, ia tetap bungkam, membiarkan Rara mencurahkan kegundahannya.
"Jeje bilang ada kecelakaan di proyek. Dia bilang Mas di rumah sakit. Aku khawatir dengan keadaan kamu, Mas." Rara menunduk dan mengusap air mata yang kembali mengalir. "Kenapa sih kamu selalu buat aku khawatir, Mas?"
"Maaf, aku buat kamu khawatir. Memang ada kecelakaan di proyek saat aku meninjau ke sana. Tapi, itu bukan aku, Ra. Aku hanya mengantar Pak Hasan karena merasa bertanggung jawab, karena ini proyek pekerjaan yang harus aku tangani. Sementara aku ke rumah sakit, Jeje yang mengurus kekacauan di proyek."
"Kamu itu belum sehat betul, Mas. Baru aja tiga hari keluar dari rumah sakit. Harusnya kamu istirahat aja di rumah. Gak usah kerja dulu," omel Rara yang rasanya tak puas-puas. Walaupun lega mengetahui bahwa Shaka baik-baik saja, tapi debaran jantungnya karena khawatir masih bersisa.
Bukannya mengaku salah, Shaka justru ingin tersenyum. Ia menyerongkan posisi duduknya dan membimbing Rara untuk menghadap ke arahnya juga.
"Aku bosen istirahat sendirian di rumah, Ra. Apalagi gak ada kamu di dekatku. Rujuk yuk! Beri aku kesempatan untuk memperbaiki semua."
Rara sontak terkejut mendengar ajakan Shaka. Ia segera menoleh dan mendapati wajah tampan itu tengah serius menatap ke arahnya.
"Aku gak bisa janji untuk selalu membuatmu tersenyum. Namun, apa pun masalah yang nanti menghadang kita, akan kuusahakan kebahagiaanmu menjadi prioritas dalam hidupku." Shaka sedang mencoba peruntungannya. Baginya lebih baik berusaha daripada tak berikhtiar sama sekali. "Rujuk yuk, Ra, please!"
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Pernikahan Impian
Romance"Menikahimu adalah mimpiku sejak dulu. Saat mimpi menjelma nyata, ternyata bukan surga yang kupijak, tetapi laksana neraka yang aku masuki." (Azzahra Putri Adhiatama) "Terkadang kita salah menerjemahkan sebuah rasa, karena begitu tipis batas antara...