"Bunda!"
Begitu sampai di rumah, Rara terkejut melihat kehadiran Milea dan Rayhan.
"Assalamu'alaikum, Sayang. Habis dari mana kalian?" salam Bunda menyambut kedatangan putri dan menantu yang sedari tadi ditunggunya.
Salam itu lalu dijawab oleh Rara dan Shaka bersamaan sambil mencium punggung tangan keduanya. "Wa'alaikumsalam."
"Kita baru selese belanja. Maaf ya, jadi buat Ayah dan Bunda menunggu lama," ujar Rara menjelaskan.
"Nggak pa-pa kok, Sayang. Kita kan juga emang nggak ngabarin kalian dahulu kalo mau datang kemari."
Shaka lalu membukakan pintu rumah mereka dan mempersilakan masuk kedua mertuanya. Sementara dia kembali ke mobil, mengambil barang belanjaan mereka.
"Bundamu itu khawatir, kalo aja kamu nggak nyaman di lingkungan baru," ucap Rayhan menjelaskan kedatangannya.
"Makasih, Bunda sudah mengkhawatirkanku. Tapi, aku baik-baik aja. Ada Mas Shaka yang bakal jagain aku, Bun."
"Harusnya Bunda cemburu, karena sekarang bukan lagi Bunda yang akan kamu cari saat kamu sedih atau cemas. Tapi, Bunda justru senang, kamu sudah memiliki pendamping yang pasti akan melindungi kamu dari bahaya dan kecemasan apa pun itu."
Milea lalu beralih menatap menantunya, "Nak Shaka, makasih ya sudah menjaga Rara dengan baik. Kami percayakan Rara kepadamu."
Shaka hanya tersenyum sambil mengangguk. Dia melihat ke arah istrinya yang masih tampak ceria karena kunjungan orang tuanya. Tak sedikitpun Rara terpengaruh ucapan penuh harap dari bundanya.
Rara lalu membuatkan teh untuk mereka berempat. Milea ternyata datang tidak dengan tangan kosong. Dia membawa buah dan beberapa bahan makanan, sebagai jaga-jaga jika putrinya belum sempat berbelanja ke manapun. Namun, ternyata perkiraannya meleset.
Milea lalu membantu Rara menyiapkan makan malam mereka di dapur. Dia melihat perkakas di sana begitu lengkap. Satu yang mengganjal hati Milea, hingga dia akhirnya bertanya pada sang putri.
"Jadi, di rumah ini nggak ada asisten rumah tangga?"
"Nggak ada, Bun. Sebagai istri, aku juga mau belajar sepenuhnya menangani pekerjaan rumah tangga. Di rumah, kita juga biasa melakukannya bergantian kan, Bun."
Sejak kecil, Milea memang mengajari Rara untuk mandiri. Salah satu bentuk kemandirian yang diajarkannya adalah termasuk melakukan pekerjaan rumah, seperti menyapu, mengepel, menyuci dan menyetrika pakaiannya sendiri. Baru sejak kuliah dan mulai membantu bisnis sang ayah, Rara tidak lagi melakukannya. Kalaupun dia melakukan, maka hanya sesekali saja saat Rara senggang.
Tidak selamanya orang tua akan mendampingi kehidupan anak-anaknya. Pun, tidak selalu hidup seorang insan berada dalam kejayaan selamanya. Akan ada saat takdir menuntunnya pada titik terendah. Jadi, tugas setiap orang tua salah satunya adalah mempersiapkan setiap putra putrinya pada segala kondisi dan keadaan, selain dengan bekal utamanya berupa ketaatan kepada Sang Pemilik Kehidupan.
"Lagian kita cuma berdua di rumah ini. Jadi, nggak akan berat melakukan segalanya sendiri tanpa ada ART, Bun," lanjut Rara berusaha menenangkan Milea.
"Bunda nggak usah khawatir. Dua kali dalam seminggu akan ada orang yang datang untuk bantu mengerjakan pekerjaan rumah." Shaka muncul sambil membawa gelas kosong.
"Bunda senang kalian belajar mandiri seperti ini. Tapi, Bunda hanya belum terbiasa meninggalkan Rara sendiri. Rasanya selalu cemas setiap mengingat kondisi Rara saat kecil. Makasih ya, Nak Shaka sudah berusaha menjaga Rara."
"Bunda nggak perlu terima kasih. Sudah kewajiban Shaka untuk selalu ada di samping Rara mulai sekarang."
Andai niat hatimu semanis ucapanmu, Mas, gumam Rara dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
(Bukan) Pernikahan Impian
Romance"Menikahimu adalah mimpiku sejak dulu. Saat mimpi menjelma nyata, ternyata bukan surga yang kupijak, tetapi laksana neraka yang aku masuki." (Azzahra Putri Adhiatama) "Terkadang kita salah menerjemahkan sebuah rasa, karena begitu tipis batas antara...