BPI [46]

2.1K 158 15
                                    

"Kak, aku punya info baru."

"Apa?"

"Kakak pasti nggak akan percaya. Aku juga sulit percaya tentang info ini."

"Kakak pasti percaya selama info itu berasal dari kamu, Rist."

"Aku udah selidiki nomor plat mobil yang Gatan kasih."

"Lalu?"

"Mobil itu milik perusahaan tempat Kak Shaka dulu bekerja."

Deg!

Perasaan Rara mulai tak enak. Firasatnya mengatakan, penjahat itu adalah orang terdekat mereka sendiri. Dekat dirinya maupun dengan Shaka.

"Bisakah dicari tahu, saat tanggal Gatan melihatnya mobil itu sedang dipakai oleh siapa?"

"Itu sulit, karena Gatan melupakan tanggal pertemuan mereka. Untuk sementara aku hanya bisa menyimpulkan, pembunuhan Syilla adalah sesuatu yang sudah terencana."

Rara kembali mengingat-ingat memorinya beberapa hari yang lalu. Saat itu belum ada sama sekali terlintas dalam benaknya bahwa Yusuf lah dalang semua ini.

Namun, saat melihat tawa lepas yang barusan Yusuf ekspresikan, Rara merasa tak salah duga. Ada kilatan lain dari mata Yusuf yang baru kini dirinya lihat. Menyadari bahwa kini hanya berdua dengan seorang penjahat, seketika membuat hati Rara menciut.

"Kak Yusuf memang harus jawab pertanyaanku. Kakak su-sudah ber-janji," ucap Rara terbata-bata.

Di balik selimut, kedua tangannya saling bertautan. Di antara kedua telapak tangan yang terasa bergetar itu, terdapat benda pipih yang sedari tadi telah dirinya pegang.

"Tentu saja. Pertama, kenapa aku membunuh Syilla? Itu karena dia adik kesayangan Shaka. Aku benci Shaka, sangat membencinya. Dan, Syilla adalah penghalang dekatnya hubunganku denganmu."

"Maksud kamu?" Rara tak lagi sudi memanggilnya dengan sebutan Kakak. "Kenapa harus Syilla, padahal Shaka yang kamu benci. Aku bahkan tak pernah tau, bahwa Syilla dekat denganmu.".

"Hahaha ... karena kehilangan akan membuat Shaka menderita. Dan, asal kamu tahu, Ra, kami sudah saling mengenal sejak lama. Dia cukup dekat dengan Yumna, adikku. Mereka pernah satu sekolahan. Sudah sejak lama aku menyukaimu dan Syilla tahu itu. Dia bahkan tahu bahwa dulu kita pernah sempat akan dijodohkan, tapi kamu menolakku. Dia tahu semua itu. Tapi, dia malah sengaja menjodohkan kakaknya denganmu. Aku juga benci Syilla, Ra. Dia sok jadi pahlawan untuk Kakaknya."

Rara memejamkan mata, begitu manik netra Yusuf menatapnya tajam. Matanya terlihat memerah dengan rahang yang menegang tanda amarah sedang kuat menguasai emosinya saat ini.

"Lalu, kenapa kamu membuatku seolah tersangka pembunuhan Syilla? Kenapa?!!" Setiap mengingat Shaka yang selalu menyalahkannya, Rara merasa marah. Marah kepada Yusuf, sang pelaku pengecut yang kini tanpa rasa bersalah masih berani datang ke hadapannya.

Yusuf tersenyum lebar, sambil semakin dekat ke arah wanita yang diam-diam dicintai. "Aku ingin Shaka membencimu dan membatalkan perjodohan itu. Cih ... tapi sayangnya, dia terlalu serakah dan justru semakin gigih menikahi wanita yang dianggapnya telah membunuh sang adik. Aku benci tindakannya itu, Ra." Yusuf mencengkeram erat lengan Rara. "Kenapa selalu dia yang berhasil mendapatkan apa yang ingin kudapatkan? Kenapa selalu dia yang lebih unggul dariku? Kenapa, Ra? Kenapa?!"

"Oh iya, sebagai info," lanjut Yusuf berkata kepada Rara, "aku juga yang berusaha membuat Shaka celaka sebelum pernikahan kalian. Sayangnya, dia justru selamat. Harusnya dia mati saja saat itu, sehingga pernikahan kalian tak akan pernah terlaksana."

Rara membulatkan mata, dia tak menyangka kecelakaan yang pernah menimpa Shaka juga karena ulah Yusuf.

"Kamu penjahat! Penjahat!" desis Rara geram.

"Hahaha ... terserah kamu mau bilang aku apa, tapi ingat! Aku dapat melukai Shaka kapan pun aku mau, seperti aku menghilangkan nyawa Firman. Jadi, jangan pernah coba bilang apa pun kepada Shaka atau keluargamu lainnya, jika tak ingin ada yang kembali menjadi korban."

"Apa maumu?"

"Aku hanya ingin kamu, Ra. Aku cinta kamu. Ikutlah bersamaku dan semua orang yang kamu sayangi akan aman. Begitupula Shaka, dia juga akan aman."

"Aku nggak mau!"

"Kamu harus mau. Harus mau, Ra! Atau aku akan menyakiti orang-orang terdekatmu! Jadi, kamu harus mau!!"

Yusuf berteriak seperti orang kesetanan, hal itu membuat nyali Rara menciut. Dia sangat takut. Apalagi cengkeraman Yusuf di lengannya semkin kuat, dan itu membuat Rara kesakitan. Dalam hati Rara berharap sang bunda segera datang, dan menyelamatkannya. Genangan air mata mulai mengaburkan penglihatannya.

Bunda, tolong Rara, Bun. Bunda cepatlah kembali. Rara takut, Bun, harap Rara dalam hati.

"Rara!"

Pintu ruangan terbuka dan seseorang memanggil nama Rara dengan kencang. Langkah kakinya tergesa, berlari dia mendekati ranjang. Arshaka telah datang menyelamatkannya dari situasi ini.

Yusuf segera melepas cengkeramannya dan menormalkan kembali raut wajahnya. Ibarat aktor, secepat kilat ekspresinya langsung berubah ramah di hadapan Shaka.

"Assalamu'alaikum, bagaimana kabarmu? Kabar bayi kita baik-baik aja 'kan, Ra?" Shaka langsung memberondongnya dengan pertanyaan. Raut kecemasan begitu kentara jelas di wajahnya yang tampak lelah. Samar, terdapat lingkaran hitam di bawah kelopak mata Shaka.

"Wa'alaikumsalam, hai, Ka. Baru sampai, ya?"

"Iya. Apa kalian hanya berdua sejak tadi?"

"Nggak, ada Tante Milea. Tapi barusan dia pamit ke kantin sebentar." Masih Yusuf yang menjawab. "Karena kamu sudah datang, jadi sebaiknya aku pulang saja. Aku masih ada kepentingan di luar."

"Baiklah, terima kasih sudah menjenguk Rara, istriku." Shaka sengaja menekankan kata istri pada Yusuf. Entah kenapa, dia tak suka mengetahui Rara dan Yusuf hanya berdua di ruangan ini.

Merasa tak lagi aman, Yusuf segera pergi dari sana. Dia yakin, Rara tak akan mengatakakan apa pun kepada Shaka, karena dia telah mengancamnya tadi.

"Ra, wajah kamu pucat. Kamu baik-baik saja? Atau ada yang sakit?" tanya Shaka begitu Yusuf telah meninggalkan mereka berdua.

Sejak kedatangannya, Rara masih terus diam. Tak sepatah kata pun terucap dari bibirnya. Tubuhnya tampak bergetar dengan tatapan sendu yang siap menumpahkan air mata.

"Mas," gumam Rara lirih.

"Iya, Ra. Aku dah sampai di sini. Kamu nggak pa-pa, 'kan?"

"Mas, peluk aku! Aku takut, Mas!"

Melihat raut ketakutan itu, Shaka bingung. Apa yang istrinya itu takutkan? Yang dirinya tahu dari sang mama, Rara dan bayinya sehat. Lalu, kenapa? Apa yang terjadi kepada Rara?

Tak tega melihat wajah ketakutan itu, Shaka segera memeluk sang istri. Dibiarkannya Rara menangis di dadanya.

Mas, jangan tinggalkan aku. Terus peluk aku erat seperti ini. Tolong, percayalah kepadaku! pinta Rara di hatinya.

.
.

Alhamdulillah, Rara dan Shaka kembali update yach.
Seneng dech, votenya semakin banyak. Terima kasih untuk nggak jadi silent readers ya.. 😘
Selalu ramaikan lapak ini dengan vote & komentar kalian.
Semoga ide lancar lagi dan kerjaan juga senggang lagi, jadi bisa cepet update lagi, dech ... aamiin 😄

Yang belum follow akun WP Olif, silakan follow. Yang mau follow IG author juga boleh banget: Oliphiana_lia

Terima kasih
Jazakumullah khair 😙😍😘

Tegal, 14062021

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang