BPI [60]

2.5K 169 13
                                    

Setelah bakso, keesokan harinya Rara mendapat kiriman bunga matahari, lalu hari berikutnya coklat dan boneka. Selama tiga hari itu hanya hadiahnya saja yang sampai, tapi sosok Shaka seolah menghilang. Tak lagi menampakkan diri di hadapannya.

"Ini kamu mau minta maaf atau nyogok sih, Mas. Ngirim-ngirim beginian tapi gak pernah muncul," gumam Rara sambil memandangi coklat dan boneka yang kini tergeletak di meja ruang tamunya.

Rara segera menggeleng-gelengkan kepala. Bukan dia ingin Shaka muncul. Bukan. Sungguh! Tapi, tindakan ini kesannya Rara dapat dengan mudah disogok dengan barang-barang. Walaupun di setiap barang itu terdapat sticky note tulisan permintaan maaf, tetap saja caranya meminta maaf ini seolah Shaka tak sungguh-sungguh kepadanya.

My love Rara,

Saat pertama menginjakkan kaki di kota ini, aku kebetulan lihat di belakang sekolahan milik Ustadz Salim (klienku) terdapat bunga matahari yang mekar. Jadi, aku izin buat ngambil bunga cantik itu untuk kamu. Tapi, secantik apa pun bunga itu, bagiku kamu jauh lebih cantik, Ra.

Dari lelaki yang kini berkubang dalam penyesalan. Maafkan aku, Ra. Please!
Shaka

Itu tulisan yang tersemat pada sunflowers yang kini terpajang dalam vas di ruang tamu Rara. Sementara itu, bersama coklat dan boneka yang barusan diterima juga terdapat tulisan suaminya.

Dear Rara,

Kangen. Beneran deh, aku kangen. Tapi maaf belum bisa mengunjungimu. Coklat ini kukirim agar kau selalu bahagia dan jangan lupa peluk boneka itu saat kau juga merasakan hal sama denganku, rasa rindu.

Dari lelaki yang selalu menunggu maaf darimu, my sweety.
Arshaka Hamizan Erlangga


Rara lagi-lagi menghela napas berat setiap membaca pesan-pesan yang ditulis suaminya. Dia tak tahu, kenapa sekarang sangat sulit untuk memberikan maaf? Padahal dulu, begitu mudahnya dia menerima segala perilaku Shaka yang bahkan menyakitinya. Apakah jarak yang selama beberapa bulan ini tercipta telah mampu mengurangi kadar kecintaannya? Atau saat ini adalah akumulasi dari rasa sedih dan kecewanya selama ini? Entahlah Rara tak mengerti.

***

Bukannya ingin jadi pengecut, tapi muncul di depan Rara dengan kondisi seperti ini bukan hal yang baik. Namun, ini sudah tiga hari dan Shaka sudah terlalu rindu kepada istrinya. Jadi, di sinilah dia sekarang. Rumah Yatim.

"Assalamu'alaikum, Ra."

Menjawab salam hukumnya wajib bagi setiap muslim. Jadi, walaupun hatinya sedang kesal kepada makhluk di depannya ini Rara tetap menjawab salamnya. "Wa'alaikumsalam."

Shaka terkekeh mendengar jawaban Rara yang ketus. "Maaf ya, buat kamu jadi kangen tiga hari kemarin."

Rara sebenarnya terkejut, tiba-tiba saja Shaka muncul di hadapannya. Apalagi jika melihat penampilannya sore ini. Rara sampai bertanya-tanya dalam hati, apa sekarang Shaka menjelma preman jalanan yang suka berkelahi? Terdapat beberapa luka dan lebam di wajahnya.

"Aku jadi gak ganteng ya, Ra? Maaf, kemarin ada sedikit kecelakaan di tempat kerja. Aku gak pake topi pelindung, jadi begini deh. Wajah tampanku mesti terluka sedikit. Tapi, kamu tenang aja, aku bisa ke salon setelah ini buat perawatan, biar ganteng lagi, Ra. Biar kamu tambah cinta sama aku, tambah kangen sama aku."

Mendengar bualan Shaka, Rara muak. Lelaki itu pasti berbohong. Jelas-jelas itu luka perkelahian, pake acara bohong kecelakaan kerja segala. "Lama gak ketemu, kamu berubah ya, Mas. Sok ke-PeDe-an. Siapa juga yang kangen." Rara melengos, meninggalkan Shaka yang kini mengejar langkahnya.

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang