BPI [27]

1.7K 126 18
                                    

Dengan cekatan, tangan Rara memetiki daun kemangi. Sesaat sebelum mengangkat ikan patin yang sedang dimasaknya, dimasukkannya daun kemangi itu ke dalam wajan. Diaduknya sebentar hingga kemangi layu, lalu segera dimatikan nyala api kompor dengan sekali putaran knop.

Rara mengambil sebuah mangkuk, menuangkan pindang ikan patin yang telah dimasaknya untuk kemudian disajikan di meja makan. Menu itu Shaka sendiri yang me-request. Segala jenis sea food memang adalah kesukaannya.

Shaka menyantap makan malamnya dengan lahap. Rara pun demikian, karena sejak siang belum ada sedikit pun makanan yang masuk ke lambungnya. Melihat kedekatan sang suami dengan wanita lain membuat selera makannya menghilang. Katakanlah dia wanita pencemburu, tapi sakit di hatinya tak bisa dibohongi.

"Mas, aku minta maaf," ucap Rara saat mereka selesai menyantap makanan.

Shaka yang baru saja menandaskan air minumnya, mengernyit bingung. Atensinya seketika terpusat kepada Rara, yang malam ini tampak cantik dengan dress floral warna blue ocean selutut. Surai hitamnya digerai dengan hiasan sebuah jepit rambut kecil yang terbuat dari mute. Penampilan yang baru Shaka ketahui semenjak pernikahan mereka. Saat hanya berdua di rumah, dia akan berpakaian lebih terbuka tanpa jilbab penutup dan itu membuatnya tampak lebih menarik.

"Maaf untuk?"

"Maaf, siang tadi lupa izin kalo aku pergi bareng Maisha ke rumah sakit, tempat dulu Mas Shaka dirawat."

Raut wajah Shaka yang semula tanpa ekspresi, seketika terkejut sekejap. "Untuk apa kalian ke sana?"

"Menjenguk keponakan Maisha yang dirawat," Rara menjeda sejenak, lalu kembali melanjutkan ucapannya, "aku melihatmu juga ada di sana, Mas."

"Iya, aku ke sana untuk memeriksakan luka pasca kecelakaan."

Mendengar alasan keberadaan Shaka di sana, membuat Rara disergap rasa cemas. "Lalu, bagaimana hasilnya? Apa masih ada yang terasa sakit?"

"No, semuanya sudah baik-baik saja. Setelah ini aku tak perlu check up lagi."

"Alhamdulillah," syukur Rara, merasa lega.

Shaka beranjak dari posisi duduknya, padahal Rara belum selesai bertanya. "Mas mau ke mana?"

"Masih ada pekerjaan yang harus aku kerjakan," jawab Shaka tanpa menoleh lagi ke Rara.

Mendengar jawaban suaminya, Rara hanya bisa pasrah. Diperhatikannya punggung sang suami hingga menghilang dari pandangan. Apa Mas Shaka sengaja menghindar sebelum aku membahas tentang teman wanitanya? Entahlah, Rara segera beristighfar. Dia takut memunculkan prasangka dalam pikirannya, karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa dan dilarang dalam agama.

Selesai membersihkan meja makan dan mencuci peralatan makan malam mereka barusan, Rara masuk ke kamarnya. Sementara itu, di ruang kerjanya, Shaka sedang menyelesaikan mengecek sketsa bangunan hotel milik rekannya. Saat fokusnya terpusat pada layar persegi yang menyala di hadapannya, sebuah chat masuk ke ponselnya. Nisa, mengirim link jejak tulisan digitalnya. Shaka tak langsung mengakses link itu, dia hanya membalas ucapan terima kasih karena Nisa sudah berbagi link padanya.

Malam semakin larut, tapi Shaka masih setia bersama pekerjaannya. Rara yang melihat adanya sinar terang dari celah ruangan kerja yang berada di lantai dua itu, segera menghampiri. Dengan sedikit ragu, diketuk pintu kayu bercat cinnamon itu. Tak lama, deritan halus terdengar. Pintu terbuka dan menampilkan wajah Shaka yang tampak kantung hitam di bawah matanya.

"Ada apa? Kau belum tidur?" tanya Shaka sambil memperhatikan penampilan Rara yang telah memakai piyama tidurnya bergambar monokurobo. Dia terlihat lucu dan tampak bocah saat menggunakan piyama itu, membuat Shaka mengulum senyumnya.

"Mas Shaka belum tidur?"

"Aku bertanya untuk dijawab, bukan dibalas dengan pertanyaan serupa," jawab Shaka sambil berdecak.

"Ini dah malam, aku cuma mau mengingatkan agar Mas istirahat."

"Hanya itu?"

Rara mengangguk dengan polosnya. Ibu mertuanya pernah menyampaikan perihal Shaka yang workaholic. Jadi, kini setelah menjadi istrinya, tugas Rara untuk mengingatkannya. Menjaga kesehatan dan stamina sang suami agar tetap sehat dan fit. Dia merasa sulit tidur nyenyak, sebelum memastikan Shaka juga telah beristirahat.

"Tidurlah, aku juga akan istirahat," balas Shaka sambil perlahan menutup pintu ruangannya. Ruang kerja dan kamar tidurnya terletak bersebelahan, di dalam ruangan juga terdapat pintu penguhubung kedua ruangan itu. Jadi, Shaka tak perlu keluar ruangan untuk saling mencapainya.

Rara menghela napas pelan, lalu berkata lirih, "Good nite, my love."

* * *

Yusuf to Rara:
[Bisa kita bertemu siang ini? Ada yang ingin aku bicarakan?]

Rara menimbang-nimbang, akan mengiyakan atau menolak ajakan itu. Kini dia seorang istri, maka ada perasaan seorang laki-laki bergelar suami yang harus dijaganya. Izinnya keluar rumah adalah untuk bekerja di restoran, di luar itu Rara merasa perlu mendapat persetujuan Shaka terlebih dahulu. Akhirnya, Rara memutuskan untuk membuka ruang chat milik Shaka dan meminta izinnya.

Rara to Shaka:
[Mas, siang ini Yusuf mengajakku bertemu. Boleh kan, aku menemuinya?]

Beruntung, tidak lama pesannya berbalas, sehingga dia dapat segera menjawab ajakan Yusuf.

Shaka to Rara:
[Silakan, aku tak peduli. Itu bukan urusanku.]

Kemarin kamu menyuruhku, meminta izin saat aku akan pergi kemana pun dan bertemu siapapun, di luar pekerjaan. Tapi, kenapa sekarang kamu bilang gak peduli, Mas? Ada sesak yang timbul saat mengetahui Shaka tak peduli kepadanya. Tidak ingin lama larut dalam sedih itu, Rara segera mengiyakan ajakan Yusuf.

Rara to Yusuf:
[InsyaAllah. Kita ketemu di restoranku aja, gimana? Sekalian Kakak lunch, kan?]

Yusuf to Rara:
[Ok, makasih, Ra. See U.]

Rara meletakkan ponselnya, lalu kembali menuju kitchen. Menyiapkan menu udang tempura untuk Yusuf. Dalam ajaran agamanya, tamu memiliki kedudukan yang mulia lagi utama. Sebisa mungkin Rara ingin memuliakan tamunya, dengan memasakkan makanan kesukaannya.

Tepat pukul 12.15, Rara menyambut kedatangan Yusuf dengan senyum ramah di wajahnya. "Mau salat dulu atau langsung makan?"

"Pas di perjalanan tadi, aku dah mampir masjid untuk salat. Jadi, kita langsung makan siang aja sambil ngobrol."

"Ok, siap, Kak." Rara lalu memanggil seorang pelayannya untuk menyiapkan makanan mereka.

Sementara Rara dan Yusuf lunch bersama, ada seorang laki-laki yang sedang mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dia sengaja turun dari daerah Puncak, setelah merasa gelisah dengan pikirannya sendiri. Ego dan perasaan lain di hatinya saling bertempur, hingga akhirnya sang ego mengalah, memilih untuk memenangkan perasaan lainnya. Logikanya tumpul seketika, karena seorang wanita bernama, Azzahra Putri Adhiatama.

.
.

Alhamdulillah, Shaka dan Rara update menemani weekend kalian.

Semoga suka dan rindu kalian terobati 🙈

Tinggalkan jejak cinta dengan follow, vote dan komentar yach 😄😙😘

Follow & tag IG @Oliphiana_lia
If you share something from my story

😄 Thanks All 😄
Jazakumullah khair
😙😍😘

Tegal, 21032021

(Bukan) Pernikahan ImpianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang